Membaik

10 1 0
                                    

"Fada coba kamu pahamin, gak ada yang minta itu semua terjadi, aku masih paham mana baik mana enggak,Fada. Gak mungkin aku sengaja menabrak gerobak itu,bahkan aku juga enggak tau kalau ada penjual yang tiduran di balik gerobaknya. Gak menutup kemungkinan juga kan kalau beliau meninggal sebelum kecelakaan? Aku sudah kehilangan kakak ku juga Fada. Kalau aku sengaja mencelakakan beliau,untuk apa kakak ku turut jadi korban? Kebetulan korban nya itu kenal dengan mu,aku sama sekali tidak tau,bahkan kamu bilang ia berdagang di depan toko lukis,tapi kejadian itu tidak di depan toko lukis Fada,"

"Tapi udah berapa kebetulan yang ada dan banyak banget yang kamu ketahui tentang aku, bahkan enggak tau kamu tau dari mana. Enggak menutup kemungkinan juga kan kalau sebenarnya kamu tau sebelum kita kenal?"

"Fada, kamu lihat ibu itu? Ibu itu bahkan tidak menunjukkan kalau ia marah kepada ku. Kalau memang ia mempunyai bukti kalau kakak ku sengaja menabrak gerobak itu, kenapa aku berani berdiri disana mendampingi mu?"

Kalau dipikir pikir lagi, Malik benar juga. Tidak mungkin ia setega itu mencelakakan orang lain bahkan sampai kehilangan kakak nya. 'Gak boleh gini Fada,lagi pula semua yang terjadi sudah digariskan, apa pun penyebab sesungguhhya kecelakaan itu, itu bukan urusan mu, dan tidsk bisa mengembalikan apa pun,' aku melamun.

"Percaya sama ku Fada, aku mohon jangan seperti ini," Ia kembali meraih tangan ku dan bergetar,meskipun matanya tak lagi berkaca-kaca.

Aku harus memaafkannya. Aku tidak boleh egois bahkan aku tidak ada hak untuk egois disini.

"Maafin Fada, Malik"
Ia langsung melepas genggaman ku,kemudian ia me ngusap wajah nya. Tampak beda sekali, tidak seperti kemsrin kemarin hingga tadi, wajah nya sangat terbaca kalau ia sangat sedih.

"Aku yang minta maaf padamu Fada,"

"Alhamdulillah,gitu dong baikan," Kata Dinda.

"Kesalah pahaman itu gak baik kalau dibiarkan, obatnya hanya kejujuran, karena hanya kejujuran yang berhasil menembus ke hati," Kata ku sambil tersenyum menghadap ke arahnya.

"Terima kasih sudah percaya,"
Aku hanya mengangguk.

Selepas itu Malik mengajakku untuk berbincang sebentar di kedai. Aku yang merindu atau ia yang merindu ya?

"Milk-tea?" Tanya nya memastikan.

"Iya Malik,"

"Ini untuk mu nona," Ucapnya sembari memberikan ku segelas milk tea.

"Lebay deh, nona nona"

"Kok milk-tea juga minumnya?"

"Gak baik terlalu sering minum kopi,"

"Pasti sering kambuh ya?"

"Udah kronis, tapi akhir-akhir ini aku minum kopi cuman karena sama kamu disini doang,"

"Kalau gitu,gak usah lagi lah ya kita,"

"Tuh kan,mulai deh. Mudah ya bilang begitu,"

"Ih apa sih,orang maksud Fada gak usah kesini lagi,bincang nya di tempat lain, supaya Malik gak minum kopi lagi,"

"Sudah mengenal,mulai perhatian,"

Semakin kesini, dia semakin salah mengartikan segala ucapan ku.

"Malik,gimana berminggu-minggu tanpa Fada?"

"Aku gak pernah se sepi itu,Fada. Benar benar hampa. Kalau kamu ingin tahu, singkat cerita,aku sangat putus asa saat mendengar kalimat yang kamu ucapkan waktu itu,bahkan kamu yang selalu tutup telinga saat ku berbicara,seolah aku tidak ada,seolah aku juga mati,"

FADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang