Melukis(2)

12 3 0
                                    

"Din, ini titipan lu, ini uang kembali nya,"
Kata ku sambil memberikan uang senilai 30.000 rupiah.

"Loh murah banget dong ya,gue kira bakalan kurang sumpah"

"Kan udah gue bilang murah banget disana tuh,"

"Udah gak apa apa itu buat lu aja kembalinya,ongkos kirim Fa"

"Ih gak usah asli gue juga gak ngeluarin duit sepeser pun,asal lo tau"

"EHIYA GIMANA?!" Ia tidak sadar kalau ia mencubit ku itu cukup kencang.

"Din,sakit loh" Ucap ku sambil mengelus lengan ku yang di cubit oleh Dinda.

"Maap Fa,gue exited banget,ceritain lu sama dia gimana?"

"Gue juga sebenarnya nggak nyangka kenapa bisa jadi sedekat itu, nih ya dia rela nemenin gue ke toko yang menurut gue itu cukup jauh walaupun cowok bilang itu deket. Gue sedih banget jadi ada penjual roti langganan gue di depan toko alat lukis itu,dan kemarin tuh enggak ada,gue tanya-tanya katanya sebulan nggak jualan. Dia mau nemenin gue muter nyari tauu keberadaan penjual roti itu Din, dan ya walaupun kenyataannya ternyata penjual roti itu meninggal. Dia care banget Din, kadang gue suka deg-degan gitu kalau dia perhatian. Gue beda banget ke  lu sama ke Malik, ke Malik tuh apa ya,cara ngomong gue tuh nyesuain banget, dan dia suka ngomong yang gak terduga banget, abis itu dia bilang kalau dia mau nemenin gue buat ngunjungin ke rumah istri si penjual roti itu,"

"Ah kenapa jadi gue yang baper sih? Lu enggak baper emang, Fa?"

"Di bilang gak baper sih juga bukan yaa Din, cuman takut aja kalo gue terlalu cepat baper. Gue enggak tau tujuan dia semua itu apa,"

"Bener juga sih, tapi kalian chatan tetep?"

"Semenjak itu, kita tukeran nomer WhatsApp, jadinya chatannya di WhatsApp deh,"

"Ah parah,bikin baper banget,bete"

"Pagi anak-anak!" Ucap salam guru seni budaya yang kehadirannya menandakan bahwa ujian praktek tak lama akan di mulai.

"Yak langsung saja ya,kalian siap kan alat dan bahannya,penilaian nya ada 4 tahap, pertama kelengkapan alat dan bahan, kedua ada sketsa, ketiga yaitu cara kalian melukis,ke empat hasil akhir. Untuk hasil akhir tenang saja ibu berikan waktu sampai besok, lukisan sudah dilapisi plastik seperti ini (Ia menunjukan lukisan yang ia bawa), kalian boleh keluar kelas ya kalau nyaman di luar, tapi tidak jauh jauh yaa masih bisa di jangkau,"

"Ok bu,"
"Baik bu,"

Aku dan teman-teman banyak memilih untuk diluar. Melukis akan sangat suntuk jika berada di tempat yang menurut ku kurang nyaman,apalagi hanya terpaku ruangan kubus polos ini. Duduk di lantai dengan memandang pemandangan sekolah dari balkon lebih baik. Aku duduk didepan kelas Malik yang tentunya jauh dari jangkauan pintu supaya tidak terlihat.

Setelah di nilai tahap pertama, aku mulai menggambarkan sketsa nya. Karena telah bernegosiasi, akhirnya tema untuk melukis ini bebas.

Aku menggambar sebuah jembatan penyeberangan yang dibawahnya hanya ada  satu pengendara sepeda motor bergoncengan.

"Itu kita ya?" Tanya Malik dari belakang yang mengejutkan.

"Ngapain keluar kelas ?"

"Ada kamu,"

"Lagi ujian,Malik"

"Kamu belum jawab pertanyaan ku tadi. Itu kita kan?"
Bagaimana caranya ia tahu? Satu huruf pun aku tidak mengatakan kepadanya tentang lukisan ku.

"Enggak tau, Fada yang gambar aja nggak tau,"

"Kamu penurut ya,"

"Penurut? Kok gitu?"

"Iya, waktu itu aku suruh kamu memikirkan ku di hari senin saat ujian, eh kamu merealisasikan" Sambil tersenyum mengatakan nya kemudian ia kembali masuk kelasnya. Belum sempat ku jawab, ia sudah keburu masuk. Aku terlalu lama berpikir tentang kebenaran yang ia katakan dan tentang kalimat apa yang harus ku jawab.

~

Menuju se pekan aku sedang melaksanakan ujian praktek. Turut bangga atas karya ku. Hasil lukisan ku sudah di tandai oleh guru seni budaya untuk di pajang saat kegiatan pameran.

Tadi pagi,aku diminta untuk mempresentasikan makna lukisan yang ku buat itu di kelas nya Malik. Entah ada salah apa aku dengan guru itu,mengapa ia begitu tega meminta ku untuk mempresentasikan di kelasnya Malik.

Suasana hening seraya mendengarkan makna dari lukisan ku yang saat itu ku pegang menghadap ke teman-teman. Pasangan mata tampak lurus memandang kanvas berwarna yang ku pegang. Sebisa mungkin saat ku berbicara di depan kelas itu,aku tidak melihat ke arah Malik. Karena, acapkali tidak sengaja melihat ke arah nya, mata kami selalu bertemu dan membuat ku gugup berbicara. Ah sudah,malu sekali rasanyabjika ku ingat tadi pagi berdiri berbicara di kelas itu.

Ponsel ku berkedip, aku lupa kalau masih ku nyalakan mode silent. Aku lihat ada notifikasi WhatsApp.

"Gugup sekali kamu tadi pagi, bingung mencari kata supaya tidak ketahuan kalau itu kita ya?" Pesan dari Malik.
Tidak salah lagi, aku bingung sekali merangkai kata untuk berbicara supaya makna sesungguhnya tidak lah terlihat.

"Jangan sok tau,"

"Semakin kamu mengelak,aku semakin yakin kalau jawabannya adalah iya"

"Malam begini mengirim pesan hanya untuk bicara sial itu?"

"Tidak, aku ingin mengajak mu ke rumah istri penjual roti itu,esok"

"Yaudah,"

"Untuk waktu nya,kamu saja yang menentukan,"

"Jam sepuluh aja,"

"Kamu tau tentang angka sepuluh?"

"Sebuah perumpaan dua orang yang berdeba bentuk tebuh?"

"Bukan bukan"

"Lalu?"

"Sepuluh adalah tanggal dimana kita pertama kali bertemu pada upacara kala itu,"
Aku kehabisan akal tuk memikirkan Malik. Aku saja tidak tahu kalau saat itu adalah tanggal sepuluh. Mengapa ia bisa mengingat hal sekecil itu. Aku hanya membiarkan pesannya dan keadaan terbaca dan kemudian aku mematikan ponsel ku kemudian besok pagi aku bilang kalau aku tertidur.

~

Pahi ku bangun,baru ku aktifkan ponsel ku,sudah ada notifikasi pesan WhatsApp. Ku kira Malik sudah mengirim ku pesan lagi ternyata kak Danu yang mengirim ku sebuah foto.

Selepas ku balas pesan kedua nya, aku segara bersiap untuk pergi. Kami bertemu di sekolah kemudian kami berdua pergi ke rumah istri penjual roti itu naik motor Malik yang tinggi itu. Padahal aku berharap ia segera mengganti motor.

Sampai di rumah penjual roti itu aku disambut oleh anak kecil yang sedang menjemur sepatu yang seperti nya telah di cuci.

"Permisi adik, mamah kamu ada?"

"Mama!" Teriak anak kecil itu sambil berlari masuk ke dalam rumahnya. Kemudian seorang wanita keluar mengenakan mukena bersama anak kecil tadi.

"Permisi ibu, masih jual roti nggak bu?"

"Masih kak,masuk aja kak masuk," Akhirnya kita masuk karena sudah dipersilakan masuk. Ibu itu memandang Malik dengan tatapan seperti orang yang saling kenal.

"Bu, ini sedikit untuk ibu," Malik memberikan sebuah bingkisan berisi bahan makanan pokok.

"Kamu yang waktu itu kan?"


?
-->

FADATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang