26. titik akhir

1.3K 183 12
                                    

keola menghembuskan nafas perlahan, menikmati segarnya udara singapura. di hari terakhirnya di singapura, ia memilih untuk menghabiskan hari di changi airport sebelum pulang.

dan tentu saja tempat pertama yang ia datangi adalah rain vortex. dulu nenek bilang ingin berfoto di sini bersama keola dan karin sebelum akhir hayatnya.

sayang sekali, nenek dipanggil Tuhan terlebih dahulu dan karin sudah pernah berfoto di sini tahun lalu.

tahun lalu karin memang dapat kesempatan pergi ke singapura terlebih dulu dengan tabungannya sendiri. sejujurnya karin sudah mengajak keola juga, namun keola menolak dengan alasan ia tak ingin membuat orang tuanya marah. keola tak ingin memperumit masalah, ia memilih menuruti semua perkataan orang tuanya.

karin tidak jauh berbeda dari keola, anak penurut. hanya saja karena karin sudah tinggal jauh ia jadi menjadi lebih bebas dan kadang membangkang.

sementara keola melamun di depan pagar pembatas, varo berdiri tepat di belakang gadis itu dengan sebuket bunga yang baru saja ia beli tadi.

varo bolak-balik menarik dan menghembuskan nafas, mencoba menetralkan detak jantungnya yang tak karuan.

ketika dirasa sudah siap, jemarinya bergerak mengetuk bahu keola beberapa kali. gadis itu menoleh, betapa terkejutnya dia melihat varo di hadapannya dengan sebuket bunga.

keola menganga lebar dan mundur beberapa langkah. kepalanya langsung diserbu oleh ribuan pertanyaan, namun tak ada satupun yang dapat keluar dari bibirnya.

"lo, ngapain?"

varo memajukan tubuh beberapa langkah, berjalan mendekati gadis itu.

"nguntit lo," canda varo.

keola mendengus sebal.

"gak lucu, var. gue serius, lo ngapain di sini?"

"gue bawa buket bunga segede gaban gini lo masih gatau gue mau ngapain?"

terlintas sejenak di pemikiran keola bahwa varo akan menyatakan perasaannya, namun pikiran itu segera ditepisnya.

"lo pikir gue cenayang?"

varo memutar bola mata malas, gadis ini masih belum peka juga rupanya.

"keola anindita maheswari, dengerin baik-baik, oke? gue minta maaf sama perlakuan lo kemarin-kemarin, gue sadar gue salah, gue bener-bener minta maaf. dan gue juga udah ngakuin perasaan gue kalo gue suka lo, puas?"

perlu beberapa detik bagi keola untuk mencerna perkataan varo.

"ngomong apaan sih, kayak dikejar anjing gitu."

varo mengerang kesal. ia berkata setengah berteriak, "gue suka lo, keola anindita maheswari!"

di saat itulah keola kembali menjatuhkan rahangnya. otaknya tiba-tiba berjalan lambat mendengar pengakuan varo.

"anjir, lo ke singapura cuma buat ngomong ini? lo serius?" tanyanya tak percaya.

"elah, bawel banget, tinggal ngomong iya apa gak aja susah."

"dih, ya udah terserah," ujar keola yang berlagak seolah-olah akan meninggalkan varo.

varo yang panik setengah mati segera mencekal lengan gadis itu, menahannya agar tak pergi.

"eh, jangan dong, masa gue mau digantungin?"

"lah lo pikir tiga tahun ini gue lo apain?"

skakmat, varo dibuat terdiam seribu bahasa mendengar serangan tajam dari keola.

"ah, udahlah, tinggal jawab doang. jadi gimana?"

"iya, kalo lo beliin starbucks yang di pojok sana," canda keola.

"keolaaa, seriusan lah."

varo yang sudah kelewat kesal hanya bisa menghentakkan kaki seperti anak kecil, membuat keola terkekeh pelan gemas.

"iyaaa, alvaro gibran adhitama, gue juga sayang lo."

keola tersenyum manis, tanpa aba-aba ia menarik varo ke dalam rengkuhannya.

"ini beneran kan? gue beneran di singapura? bareng lo?" tanya keola sembari menenggelamkan kepalanya pada lekukan leher varo.

"terus lo pikir gue setan gitu?"

keola menarik tubuhnya ke belakang, ia memukul pundak varo pelan membuat pria itu mengaduh pelan.

"ish, lo mah! yang romantis dikit napa? biar kayak di novel sama film gitu."

"halah bawel!"

keola dibuat emosi mendengarnya, dengan sekuat tenaga ia memukul varo bertubi-tubi. tak banyak yang bisa pria itu lakukan kecuali meringis, mengaduh, dan meminta ampun.

hari itu, pukul setengah sepuluh adalah saat-saat termanis bagi mereka. setelah pahitnya kisah realita kehidupan, Tuhan akhirnya mau berbaik hati membawa warna baru dalam kehidupan keduanya.

—anindita—

"dan, tolong lah, makan lo banyak banget dan lo masih nodong chatime? sianying, perut lo karet apa gimana sih?" mala mendengus sebal.

hari ini mala dengan sangat berat hati, terpaksa menuruti janjinya dulu. untuk mentraktir theo, vani, dan ardan di paragon jika varo dan keola jadian. sialan memang, padahal kantongnya sudah kering, tapi si duo bucin ini memaksa agar ditraktir makan sepuasnya di paragon.

"salah lo sendiri yang bikin janji. lagian chatime ga mahal, mahalan starbucks. gue mah baik hati."

mala kembali mendengus. tidak mahal apanya, sekali kesana pasti habis cepek atau lebih.

"mal, habis ini ke xxi hayuk. ada film bagus," ujar vani dengan mulut penuh makanan.

"yang, mulut kamu tuh belepotan."

theo mengambil selembar tisu, menyeka noda saus di ujung bibir vani. tanpa diduga vani malah memukul lengan theo.

"v-a-n-i, sayang sayang pala lo peyang!"

theo cemberut, ia mengusap lengannya yang jadi korban perihnya pukulan sang pacar.

mala memijit dahinya pusing, kenapa ia bisa terjebak dengan tiga orang bodoh ini.

anindita

akhirnya end, makasih yang udah baca sampe sepanjang ini, see u di cerita lainnya!

anindita | doyjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang