Dari kejauhan kamu melihat sosok yang kamu kenal, sedang berdiri tidak jauh dari ruang kepala sekolah. Koridor sekolah yang lumayan sepi, memudahkan kamu untuk lebih mengenalinya.
Sosok itu adalah Renjun.
Setelah beberapa saat kamu terdiam, cowok itu hanya terdiam dengan mimik wajah datar. Kamu pun mendekat kearahnya.
"Loh, Ren, ngapain lo disini?" tanya kamu dengan rasa penasaran yang masih di taraf normal.
Cowok itu hanya diam.
Tapi tak selang beberapa lama, seorang wanita setengah baya keluar dari dalam. Kamu cukup mengenalnya, hingga membuat kamu cukup yakin untuk bertanya.
"Tante kok disini?"
"Oh sayang, ah enggak, ini Tante lagi ngurusin data-data Renjun aja. Sebagai formalitas. "
Data-data Renjun, "Kalo boleh tau data apa, Tan?"
Sebelum wanita itu menjawab, Renjun segera menyela pembicaraan ini untuk mempercepat.
"Udah ma, kita bisa terlambat. "
Kamu malah bertanya-tanya dengan pikiranmu sendiri saat itu. Melihat punggung Renjun dan sang mama pergi, kamu hanya mengangkat bahu acuh. Lalu pergi dari sana setelah keduanya benar-benar pergi.
Kegiatan belajar mengajar pun dimulai.
Seperti biasa, hari-hari yang kamu lalui di sekolah tidak ada yang spesial. Kecuali beberapa tugas yang membuatmu mati kepalang.
Hari itu kamu kedapatan tugas matematika, fisika dan sastra. Dua dari tugas itu telah kamu selesaikan dengan baik.
Hanya saja, tugas matematika belum kamu selesaikan.
Karena tidak mau ribet, kamu menoleh ke belakang bangku yang kamu duduki. Mencari-cari seseorang dengan lensa matamu.
Namun sepertinya tidak ada.
"Nyari siapa?" teman kamu yang baru saja datang, bertanya.
"Renjun. " nadamu lirih, tapi tetap terdengar.
Temanmu duduk di depanmu, "Gue kira lo temen deket Renjun. Ternyata bukan tuh. "
"Maksud lo apaan, dah. "
"Maksud gue, lo sama Renjun itu udah kaya lem sama prangko, nempel Mulu kerjaannya. Tapi dia pergi aja masa lo gak tau sih, aneh kan. "
"Pergi? Pergi kemana?"
"Ya gak tau lah, ogeb. Lo kira gue emak nya Renjun, harus tau dia kemana. "
"Ih gue serius!"
"Gue juga serius, kali. "
Alhasil kalian malah berdebat. Kamu kesal dengan Oliv, teman yang terkadang menjadi sumbu kemarahan.
Sebelum kamu pergi dari kelas, karena jengkel, Oliv meneriakkan sesuatu yang membuat kamu terpaku di tempat.
"Renjun udah pergi, dia balik ke Beijing. " itulah kalimatnya.
Kamu pikir awalnya itu hanya guyonan Oliv yang menyebalkan, tapi setelah pulang sekolah kamu pergi ke rumah cowok itu untuk memastikan.
Rumah yang begitu besar, dengan halaman yang terlihat kosong.
Perlahan kamu mengetuk pintu kayu jati kokoh itu, sambil merapal beberapa dia, berharap apa yang kamu pikirkan tentang Renjun itu tidak benar.
Tak selang lama, pintu terbuka. Sosok wanita yang sudah tua, dengan daster motif bunga-bunga keluar dengan kerutan kening di wajahnya.
"Ada apa, neng?" ucap wanita itu. Bibirnya tersenyum, entah itu tulus atau tidak, wanita itu mengenalmu.
"Bi, Renjun mana?" kata kamu dengan tidak santainya.
Wanita itu tidak menjawab, dia hanya masuk tanpa mempersilahkan kamu masuk, atau mengusir kamu dari situ.
Kamu menghela, tapi wanita itu kembali. Kembali dengan amplop di tangannya.
Dia menyerahkan itu kepadamu.
"Apa ini, bi?" kamu bingung.
"Itu ada surat dari si aden, di baca aja neng, bibi masuk dulu atuh ya. Siapin minum buat neng. "
Kamu mengangguk, dan masih fokus pada amplop di tanganmu. Kamu membuka perlahan selotip di amplop, lalu mengambil isi di dalamnya.
Sebuah kertas berwarna biru langit, dengan motif panda yang imut menghiasi kertas itu. Bahkan wanginya tercium begitu alami, untuk sebuah surat, bukankah itu berlebihan.
Tanpa basa-basi kamu membukanya, dan membacanya perlahan.
Kacang... Kalo lo udah terima atau baca surat dari gue, berarti lo udah nyadar dengan kepergian gue.
Sebelumnya gue gak pernah merasa bersalah sama apa yang gue lakuin ke lo, but not this part .
Maaf ya, kacang. Gue jadi melo-melo kek gini. Wkwk.
Gue belum bisa jelasin alasan kenapa gue pergi gitu aja, tanpa pamit dan perpisahan yang layak.
Kacangnya Renjun jangan marah ya, nanti cantiknya luntur. Entah itu besok, lusa atau tahun tahun berikutnya. Yang pasti Injun gak janji, Injun bakal balik ke Indonesia.
Dan untuk menetap di Beijing, gue gak bisa terus kontekan sama lo. Maka dari itu gue harap lo maafin gue, gak juga gak papa hhe.
Seperti yang udah gue jelasin di atas, gue emang belum bisa jelasin alasan kenapa gue pergi gitu aja. Tapi gue janji suatu saat gue bakal jelasin, dengan sejelas-jelasnya supaya lo ngerti dan mau maafin gue.
Selama gue gak ada, gue harap lo menjaga diri lo sendiri dengan baik. Makan dengan teratur, (gak boleh makan lebih dari lima piring, nanti kacang jadi gemuk.)
Kerjain matematika dengan baik, uji lagi kemampuan yang lo punya. Masa fisika aja lo ngerti, matematika lo tolol sih.
Gue yakin lo bisa masuk universitas yang lo impikan selama ini. Hidup emang keras ma bro, kalo lo gak berusaha untuk lebih baik, ya takdir lo sampe situ-situ aja lebih tepatnya stuck jadi kacang.
Udah ya, jelasin sama orang tolol mana masuk sih. Oh ya, Injun becanda kok babe.
To : kacang
From : H.RKamu merasa sedih setelah membaca surat idiot yang Renjun berikan. Kesal tentu kamu rasakan, saat nama kamu sering di sebut kacang oleh cowok itu.
Tapi bagaimanapun kamu harus mengerti situasi ini, mungkin Renjun melakukan ini bukan tanpa sebab.
Kamu hanya berpikir, Renjun pergi enggan untuk membuatmu sedih. Dan ada alasan yang tepat kenapa ia memilih pergi ke tempat asalnya.
***
Beres? Belum.
Masih ada beberapa part sebelum end. Kalian tinggal itung aja berapa member nct lagi yang ceritanya belum aku up?
