Malam itu kamu bertengkar dengan ibu kamu.
Entah apa yang kalian ributkan pada saat itu membuat kamu pergi dari rumah. Bukan kabur, tapi sekedar merilekskan pikiran yang mulai memanas karena sulutan emosi.
Seperti biasa, ketika kamu mengalami mood swing, kamu akan berdiam diri di taman kompleks yang jaraknya lumayan jauh dari rumah.
Karena jika dekat itu akan sia-sia saja, karena telingamu yang masih bisa mendengar celotehan maut khas ibu-ibu.
Sesampainya di taman, kamu langsung mendaratkan pantat kamu ke kursi. Sambil mengusap wajah, kamu mengeluarkan sebuah lollipop mangga kesukaanmu.
Mengulumnya lembut, dan sesekali menghela napas kesal.
“Ngapain sendirian disitu? Abis berantem lagi sama nyokap lo?” seorang lelaki dengan tampang polosnya berdiri tak jauh dari tempatmu duduk.
Bukan menjawab, kamu malah mengacuhkan lelaki itu. “Mau gue temenin gak?”
“Gak perlu. ” tukas kamu cepat.
“Galak bener sih, lagi mood swing ya?”
“Sebenernya apa sih urusan lo? Gak jelas banget. ”
Lelaki itu terkekeh, sambil berjalan ke arah kamu. Lelaki itu membetulkan keresek yang ia genggam sedari tadi.
“Boleh gue duduk?” tanyanya.
Kamu tak langsung menjawab, kamu menatapnya intens dan langsung mengalihkan pandangan.
“Gue anggap diem lo sebagai jawaban. ”
Lelaki itu bergegas duduk, dan menaruh belanjaannya di tanah. “Coba cerita, siapa tau aja gue bisa bantu masalah lo. ”
“So akrab banget, sih! Emang kita seakrab itu ya, sampe mengharuskan gue cerita masalah gue sama lo. ” ujar kamu dengan nada sewot.
Dia lagi-lagi hanya terkekeh.
“Gue lagi gak mau berdebat sama lo, disini gue cuma pengen tau kenapa seseorang seperti lo itu hobinya nongkrong di taman sendirian. ”
“Emang kenapa sih, gak sampe ngeganggu privasi lo kan?” tanya kamu asal.
Lelaki itu mengangguk. “Iya sih, tapi gue cuma kasihan aja sama lo. Kayanya beban lo itu berat banget. ”
Kamu terdiam sesaat, menatapnya intens lalu berdehem pelan. “So tau!”
“Emang tau, sayang. Kalo gak tau kenapa juga gue harus nyamperin lo di tempat kaya beginian, gak elit banget. ”
Kamu dan lelaki itu hanya saling menatap, kamu masih belum mau mengatakan apa-apa sampai lelaki itu mengusap punggung tangan kamu dengan lembut.
“Kalo punya masalah cerita aja, meskipun gue musuh lo. Tetep aja, gue gak tega lihat lo menderita seperti ini kalau bukan gue alasannya. ”
Ia tersenyum. “Masalah bolos sekolah lagi kan?”
Entah dorongan dari mana, kamu mengangguk begitu saja. “Kenapa sih, nakal lo gak hilang-hilang? Udah dari jaman TK loh, masa sih gak mau berubah. ”
“Lo niat jadi audiens gue atau malah mau jadi musuh gue? Ngeritik aja bisanya. ”
“Maaf. ” ucapnya dengan kekehan.
Disaat kamu menghela, lelaki itu mengusap lerai rambut kamu pelan. Yang sesekali mengusap pipi kamu.
“Entah beban apa yang sampai saat ini lo tanggung sendirian, gue minta lo hapus semua itu. Dan berbagi masalah lo dengan orang lain, karena menurut pakar psikologi orang akan lebih mudah mendengarkan nasihat dari orang yang di benci atau orang yang gak di kenal. ”
“Emang sih itu gak mudah, tapi seenggaknya lo harus coba untuk mulai terbuka sama seseorang. Dengan perasaan lo yang terbebas, lo gak akan lagi galau-galau kaya gini hanya karena tersinggung sama ucapan nyokap lo. ”
“Inget ya, gue bukan pakar psikologi tapi sesekali gue suka baca buku tentang hal beginian. Tubuh itu lebih lemah dari pikiran, karena pikiran yang mengendalikan tubuh. Kalo misalnya lo tetep diam dengan masalah yang lo hadapi, jatuhnya bukan terlihat keren karena bisa bertahan. Tapi jatuhnya malah membuat lo menjadi terlihat buruk. ”
Kamu diam menatap wajah dengan penuh hasrat ketika menjelaskan itu.
Lelaki itu...
“Inget juga satu hal ini, lo masih muda. Masih sekolah, masih menikmati masa sekarang yang belum terlalu banyak beban. Kenapa harus diambil pusing. ”
Lelaki itu berdiri, mengambil tumpukan keresek yang sengaja di letakan di tanah. Membawanya kembali masuk ke genggaman.
“Lo gak mau balik? Dah malem ini, ayo pulang. ”
“Balik aja, gue masih mau disini. ”
“Mau galau-galau kaya tadi lagi? Udah ah, daripada kesambet, mending balik bareng sama gue. ”
“Tapi gue_”
“Ayo!”
Kamu pun berdiri, menyetujui ajakan lelaki itu untuk pulang bersama.
Ini untuk pertama kalinya dalam hidup kamu mendapat ceramah gratis, elus-elus gratis dan tawaran pulang dari musuh yang sudah berabad-abad.
Lucas, bahkan lelaki itu tak pernah bersikap seperti ini. Sikap tolol, suka iseng dan bernotabene buruk di sekolah ini tak pernah melirik kamu sampai sejauh ini.
Tapi lihatlah hari ini, keajaiban tuhan benar-benar nyata.
“Hmm, Lucas. Thanks ya. ”
Lucas mengernyit bingung. “Untuk apa?”
“Sentuhan lo, ceramah gratis lo dan ajakan pulang bareng lo ini. Meskipun gue masih belum lega, tapi seenggaknya ceramah lo tadi sedikit membuat gue tenang. ”
Lucas tersenyum. “Lo baper ya?”
“Apa?”
“Lo baper, sama perlakuan gue tadi?”
Kamu diam, masih mencerna ucapan Lucas. Lalu kemudian kamu menghela napas jengkel. “Dasar idiot, kejebak lagi kan jadinya. ”
“Ngomong apa?”
Kamu menggeleng. “Btw itu keresek apaan?”
“Ini?” ucap Lucas sambil menunjukan. “Ini belanjaan mama gue, biasalah emak-emak jam segini pada mager. Nonton sinetron samudra cinta. ”
Malam ini kamu langsung mengetahui sisi baik Lucas, yang walaupun masih dalam proses pemikiran.
![](https://img.wattpad.com/cover/221361580-288-k45710.jpg)