Seorang lelaki yang kini tengah berdiri di samping kamu menghela untuk beberapa saat, lalu beranjak mendekat ke arah mesin kopi di belakang.
Kamu yang tidak mengenal lelaki itu, hanya mengangkat bahu acuh. Tak selang beberapa lama, lelaki itu kembali ke tempat awal. Yaitu tempat dimana kamu dan dia saling menyerang atmosfer ketegangan.
“Latte... ” lelaki itu berucap lirih, dengan tangan yang mengulur memberikan secangkir kopi yang ia bawa tadi.
Kamu menatapnya sebentar, lalu segera menggeleng. “Ah, maaf. Tidak perlu. ”
“Tidak apa-apa, ambilah, kau terlihat kedinginan. ” ucapnya lagi dengan ekspresi datar. Karena tak enak untuk menolak lagi, kamu mengambil cangkir itu dan membungkuk untuk berterimakasih.
Kini lelaki itu tersenyum, menatapmu hangat lalu kembali pada aktivitas awalnya.
“Kau mau kemana?” kamu menoleh lagi ke arahnya. “Maksudku, kau habis darimana dan akan kemana? Hari mulai malam, dan bus di Beijing biasanya sudah tidak ada di kawasan ini. ”
Kamu diam, tidak terpikir untuk membalas pertanyaan itu.
Di negara seluas China, dan hanya kamu sendiri tidak mengenal siapapun. Membuat kamu tidak bisa berbicara pada sembarang orang.
“Tidak perlu dijawab, aku paham dengan ketakutan mu. ”
“Terimakasih. ”
“Untuk apa?”
“Aku... terimakasih tuan, semoga dilain waktu aku bisa berbincang dengan tuan. Semoga hari tuan selalu bahagia. ”
Kamu segera berlari ke arah bus, ketika bus itu berhenti di depan kamu dan lelaki itu. Namun kamu berhenti tepat di ambang pintu, dan berbalik menatapnya.
“Terimakasih untuk kopinya. ” ucapmu sambil tersenyum, lalu kemudian masuk dan duduk di kursi belakang.
Dari luar kaca, kamu terus menatap sosoknya yang hanya diam. Lalu sesaat bus akan pergi, lelaki itu tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah kamu.
Semenjak hari itu, kamu lebih menyukai kopi. Kopi manis, dengan bayangan sosok manis penunggu halte itu.
***
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.