>> 17. Sebuah Kepercayaan <<

1.7K 163 12
                                    

Solar memasuki kapal angkasa milik Ayahnya. Ini adalah pertama kalinya Solar menaiki kapal angkasa Ayahnya. Ia dibuat takjub dengan kapal angkasa tersebut. Semuanya begitu tertata rapi dan bersih.

"Pasti semuanya kerjaan Mechabot." Ucap Solar sambil melihat-lihat kanan-kiri nya.

"Betul tuh! Ayah kau ni, memang sangat pemalas!" Seru Mechabot menyetujui perkataan Solar.

"Mana ada!" Ucap Amato tidak terima.

"Ada! Tuh buktinya Kak Ice pemalas banget, pasti keturunan Ayah." Jawab Solar sambil terkekeh kecil mengingat Saudara ke-lima nya itu.

"Hmm... Terserah kau aja lah," balas Amato.

Langkah kaki mereka pun terhenti di depan pintu masuk sebuah ruangan. Pintu terbuka lebar setelah Amato memasukkan password-nya. Lagi-lagi isi ruangan tersebut membuat Solar terkagum-kagum.

"Nah, Solar. Duduk dulu, biar aku ambilkan air untuk kau." Ucap Mechabot lalu pergi meninggalkan Solar.

"Hmm... Terimakasih Mecha!" Jawab Solar, lalu duduk di kursi yang terdapat di sana.

Solar menatap Ayahnya yang berdiri membelakangi nya, seperti sedang melakukan sesuatu.

"Ayah sedang ap--"

"Kau harus jalankan misi rahasia!" Ucap Amato tanpa membalikkan badannya.

"Eh?!" Solar tersentak kaget mendengar ucapan Ayahnya tersebut. "Misi rahasia?"

"Hmm... Kau harus jalankan misi rahasia dulu, baru kau bisa pulang ke bumi." Ucap Amato.

"APA?!" Solar berdiri dari duduknya, tidak terima dengan apa yang dikatakan ayahnya.

Amato membalikkan tubuhnya menghadap ke Solar, lalu mendekatinya. "Itu adalah hukuman karena apa yang kau lakukan waktu itu adalah salah." Ucapnya.

"Salah? Apanya yang salah?" Tanya Solar tidak mengerti.

"Kamu membiarkan dirimu tertangkap oleh musuh karena kamu menyelamatkan temanmu itu." Jawab Amato.

"Apa menyelamatkan teman itu salah?" Tanya Solar kembali.

"Tidak, malah itu sangat baik. Tapi yang ayah maksud adalah tindakanmu yang terburu-buru tanpa mengatur strategi terlebih dahulu dan juga kurangnya kewaspadaan mu terhadap musuh." Jawab Amato memberikan penjelasan kepada anaknya.

Solar terdiam sejenak, lalu kembali duduk. Ia mengingat-ingat kembali peristiwa itu. "Itu karena... Solar tidak ingin ada yang terluka saat itu." Ucapnya.

"Dengan menjadikan diri sendiri sebagai umpan? Itu salah Solar!" Ucap Amato yang tidak setuju dengan pemikiran anaknya.

"Tapi ayah! Bukankah lebih baik satu nyawa daripada sepuluh nyawa?" Balas Solar yang tetap dengan pendiriannya.

"Solar--"

"Lagipun... kenapa ayah tiba-tiba peduli sekali dengan aku?" Ucap Solar memotong kalimat ayahnya.

Amato mengangkat kedua alisnya, menunggu Sang Anak melanjutkan kalimatnya tersebut.

Setelah memotong kalimatnya ayahnya, Solar memalingkan wajahnya dari tatapan ayahnya. "Bukankah dari dulu ayah tidak peduli dengan kami?" Ucap Solar yang masih memalingkan wajahnya.

Amato masih terdiam, menantikan kelanjutan dari kalimat anaknya.

"Ayah jarang sekali pulang, dan mungkin bisa dibilang tidak pernah pulang! Ayah juga selalu bilang 'berdikari' saat kami butuh bantuan ayah! Lalu setelah kejadian waktu itu, kenapa ayah tiba-tiba peduli sekali?!" Ucap Solar, tersirat rasa kecewa dalam dirinya terhadap Ayahnya.

In One BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang