20. Rumah Jeff

45 6 0
                                    

"Jeff jefff jeffff" teriak William.

"Wil,ngga sopan" tegur Aksen saat William teriak-teriak di rumah Jeff.

"Iya tuh William, kaya di hutan aja" cibir Franda.

"Dih,pacar Pak Barjo ngikut komen aja" balas Willian.

"Ish William" rengek Franda.

"Udahlah. Berisik tau" ucap Zaron.

"Kita ke ruang keluarga aja" ajak Aksen.

Mereka semua mengikuti lalu duduk di sofa yang ada. Sudah biasa mereka seperti ini. Rumah anggota juga mereka anggap seperti rumah sendiri.

"Aduh aduh Raja Bonai baru bangun" ledek William.

Semesta sedang mengacak rambut dan menuruni tangga dengan menguap.

"Para dayang sudah datang rupanya" balas Semesta.

"Dayang!?" teriak William tak terima.

Semesta terkekeh singkat.

"Udah pada dateng ternyata" sapa Jeff yang baru saja mandi karena berkeringat.

"Yoii. Jeff gue haus" ucap Neska.

"Bibi" panggil Jeff.

"Iya Den." jawab Bibinya.

"Mana makanannya?" tanya Jeff.

"Iya Den saya ambil sekarang" pamit Bibinya menuju ke dapur dan mulai mengeluarkan makanan.

"Lo pada udah makan belum?" tanya Jeff.

"Belum nih Jeff, laper" rengek Franda.

"Yaudah, ke ruang makan dulu. Bibi udah siapin." ajak Jeff.

Mereka mengikuti,mulai duduk dan makan tanpa malu-malu.

"Ta, sikat gigi dulu kali"tegur William.

"Buat apa? Hah hah, mulut gue harum kok" ucap Semesta setelah mengecek bau mulutnya sendiri.

"Jorok" ucap Aksen.

"Lo ngga tau rasanya makan bangun tidur sih" ucap Semesta mengejek.

"Ngga tau, karna gue ngga jorok" jawab Aksen.

"Ta, habis ini lo mandi. Bau kudanil lo" suruh Jeff.

"Iya-iya ah." ucap Semesta pasrah.

"Jadi gimana? Apa yang di ceritain Semesta?" tanya Zaron.

"Yakin mau dibahas sambil makan?" tanya Neska.

"Hmm gapapa" jawab Zaron.

Jeff dan Semesta saling menceritakan. Lebih tepatnya Semesta yang bercerita detailnya.

Mereka sempat marah seperti Jeff. Mengira bahwa Semesta merupakan komplotan Kak Gibran. Namun akhirnya mereka yakin Semesta ada di pihak mereka.

Kecuali Aksen, yang memang tidak pernah yakin dengan Semesta. Entah kenapa.

"Darah dan mayat itu milik Kak Ervanka?" tanya Franda.

"Kemungkinan sih" kata Jeff.

"Semakin hari gue semakin penasaran sama Kak Gibran sumpah! Misterius" ucap Neska.

"Sama, gue juga" kata William menimpali.

"Kenapa lo ngga coba deketin Kak Gibran. Lo cari tau kek, gali-gali informasi" ucap Neska.

"Ngga segampang itu. Walaupun Kak Gibran nganggep gue temen, tapi tetep aja dia tertutup" kata Semesta.

"Berarti bener nih, Kak Gibran kenal siapa Anonymous itu" ulas Zaron.

"Kita pojokin aja gimana?" tawar William.

"Ngaco lo! Maling mana ada yang mau ngaku" ucap Aksen tiba-tiba.

Benar juga. Lalu bagaimana caranya agar mereka bisa mendapatkan petunjuk lagi.

"Woaaghh gue kenyang" ucap Semesta bersendawa.

"Sumpah manusia ini jorok banget" keluh Franda.

"Gue mandi dulu" pamit Semesta.

Yang lainnya segera menuju ruang keluarga kembali untuk memakan cemilan. Sedangkan Bibi sedang membereskan meja makan.

"Jeff, lo seratus persen percaya sama Semesta?" tanya Neska.

"Kenapa tanya gitu?" tanya Jeff balik.

"Yaaa, aneh aja. Dia kan musuh Aksen, dia juga terang-terangan nunjukin sikap ngga suka ke geng kita. Dan tiba-tiba, dia dateng dan masuk ke lingkungan kita" ucap Neska menjelaskan.

"Gue juga sedikit ragu sama dia" ucap Franda tiba-tiba.

"Tapi menurut gue dia ngga seburuk yang kita kira selama ini" ucap William berpendapat.

"Gue udah sering kan bercandaan sama dia. Orangnya juga keliatan easy going" kata William melanjutkan.

"Cih, pada kenapa sih kalian. Mau ajak dia gabung ke Rich? " tanya Aksen tak suka.

"Bukan gitu Sen. Cuma pendapat aja kok" ucap William.

"Udahlah. Semoga aja dia emang ngga seburuk yang kita kira. Dia disini juga karena dia dapet surat kan? Toh dia juga bantu-bantu kita juga." ujar Jeff.

"Akhhh seger banget" ucap Semesta keluar hanya menggunakan handuk yang dililit dipingganya.

"Aaaaaa" teriak Zaron,Neska dan Franda sembari menutup mata.

"Yaelah, pemandangan bagus ini" ucap Semesta terkekeh.

"Dasar cabul lo" ejek Jeff.

"Gue pinjem baju" ucap Semesta.

"Ambil aja di kamar gue. Yang kiri, jangan kamar bokap nyokap gue" sindir Jeff.

"Hmm iya iya Tuan" ucap Semesta lalu ke atas menuju kamar Jeff.

"Dia udah ke atas " kata Jeff.

"Hahh sialan" desah Franda.

"Za, kok muka lo merah?" tanya William meledek.

"A-apa engga kok" sergah Zaron.

"Zaron malu haha" ledek William lagi.

Zaron mendengus. Badan Semesta memang sangat bagus. Perutnya sama seperti perut Jeff. Bedanya Semesta lebih putih dan dadanya bidang.

Dia jadi teringat saat Semesta dan dirinya berpelukan di rooftop dulu. Membayangkan wangi Semesta membuat pipinya panas.

"Inget Kintan Zaron" ucapnya dalam batin.

Drttt drtttt

"Hp siapa tuh, berisik banget" ucap Neska.

"Oh hp gue" ucap Aksen lalu memilih mengangkat telfon di kejauhan.

"Aksen emang mukanya selalu serius ya" ucap Franda.

"Itu yang bikin dia disukain cewe-cewe tapi" ucap Wiliam.

"Muka pas-pasan gitu" cibir Semesta yang tiba-tiba sudah gabung.

Dia memakai kaos hitam pendek dan celana mocca selutut milik Jeff.

"Kita ke sekolah sekarang." ucap Aksen tiba-tiba.

"Hah? Ngapain?" tanya William.

"Om Rahmat telfon gue. Ngga tau ada apa tapi kita di suruh kesana" kata Aksen lalu bergegas pergi diikuti yang lain.

Tanpa tanya mereka mengendarai mobil keluar dari rumah Jeff menuju ke sekolah.

Hari libur memangnya sekolah dibuka?
Dan ada apa sebenarnya?

Jeff juga bingung, biasanya dia yang selalu dikabari oleh Om Rahmat. Tumben sekali Aksen yang di kabari kali ini.
Biarlah semoga tidak terjadi apa-apa.


Anonymous Letter ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang