27. Pengakuan Kintan

51 6 0
                                    

"Menurut kalian tempat sunyi itu apa?" tanya Franda.

"Toilet, gedung olahraga, gedung teater, ruang musik, gedung pertemuan" kata Zaron mulai berfikir.

"Gue tau" kata Aksen.

"Tempat sunyi menimba ilmu, maksudnya tempat yang sunyi untuk menimba ilmu." jelas Aksen menjabarkan.

"Perpustakaan" kata kami serentak.

"Ya benar" kata Om Rahmat setuju.

"Ta, coba lo telfon Kintan deh" saran Franda.

"Oke" kata Semesta setuju.

Dia mencoba menelfon Kintan. Sudah ketiga kalinya namun tidak ada jawaban. Padahal sudah berdering.

"Ngga diangkat" kata Semesta.

"Gini aja, lo tetep ke perpus nanti kita semua jagain dari beberapa sisi" kata Jeff mulai mengatur strategi.

"Jeff benar. Nanti saya ke ruang cctv untuk memantau. Handphone yang lain harus aktif. " kata Om Rahmat.

"Om Rahmat pegang kunci cctv?" tanya Zaron.

"Iya, tadi saya sudah minta Pak Barjo" jawab Om Rahmat.

"Sekarang sekolah sudah sepi. Kalian jangan takut. Nanti kalau terjadi sesuatu ke kamu Semesta, nyalakan musik sekeras mungkin lewat handphone mu" kata Om Rahmat.

Semesta menurut dan mulai menyiapkan lagu rock untuk di putarnya jika terjadi sesuatu.

"Yang lain kalau ada yang mencurigakan langsung telfon orang terdekat atau ke saya. Saya pantau lewat cctv" kata Ok Rahmat.

"Siap Pak" kata kami semua.

"Ayo, keluar satu persatu. Jangan bergerombol. Tapi kalian harus menempatkan diri di sekitar perpustakaan" kata Om Rahmat.

Kami menuruti dan mulai menuju tempat yang kami rasa mencurigakan.
Om Rahmat juga menuju ruang cctv.

"Gue deg-degan" batin William takut.

Yang lain sudah berhasil bersembunyi di beberapa tempat. Tinggal Semesta yang mulai masuk ke perpustakaan.

Dia takut? Jelas takut.

Ceklek

Rupanya perpustakaan belum dikunci. Atau sengaja tidak dikunci mungkin.

"Ini gue Semesta. Mana Kintan?" teriak Semesta bertanya.

"Woi Anonymous. Keluar lo" teriak Semesta memberanikan diri.

"Mana Kintan? Gue udah turutin untuk kesini" kata Semesta.

Brakk

Semesta menoleh ke kanan terkejut. Sebuah kamus bahasa inggris jatuh ke lantai.

Dengan langkah takut dan tangan gemetar dia mencoba mengambilnya.
Ada secarik kertas yang jatuh dari dalam selipan kamus itu.

Dia membacanya.

Sebentar lagi kematiannya akan datang. Karena dia tak menerima suratku.

"Kematian siapa lagi? Woi keluar lo" teriak Semesta.

"Pengecut lo! Jangan cuma pake surat. Tunjukkin diri lo" teriak Semesta.

"Jangaaann-n-n-" teriak perempuan kencang.

Semesta menoleh. Suaranya bukan dari perpustakaan.

"Semesta, keluar" panggil Aksen.

Dia keluar dari perpustakaan dan membawa kertas tadi. Rich dan Om Rahmat sudah berkumpul di satu titik.  Depan perpustakaan.

Anonymous Letter ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang