6. Pemakaman

68 10 0
                                    

Seusai pengajian kemarin malam. Kami mengistirahatkan badan sejenak di kamar Citra. Kami berenam tidur bersama malam itu. Merasakan sejuknya kamar Citra.

Pagi ini, kami semua sudah bersiap menuju pemakaman.
Dengan mobil ambulan, jenazah Citra dibawa ke tempat pemakaman yang sama dengan Putra.

Beberapa guru, kepsek dan teman-teman kami juga datang melayat. Namun, Baron belum terlihat sejak kemarin malam.

"Za, ayo masuk" panggil Jeff.

"Eh iya" ucap Zaron.

Kami semua menuju pemakaman. Sesampainya, langsung saja kami memakamkan Citra.

Sangat tenang dan damai. Orang tua Citra masih saja menangis. Terutama Mama nya.
Kami semua berdiri dengan saling merangkul.

Tak sengaja, dari arah jam dua, Zaron melihat Baron membawa seikat bunga lily putih. Mengapa dia tak kesini saja? Melihat terakhir kalinya Citra di bumi.

"Jeff, itu Baron. Lo ajak dia kesini" ucap Zaron meminta tolong dengan berbisik.

"Oke" balas Jeff.

Jeff sedikit sulit membujuk Baron, namun akhirnya dia luluh.

Tepat saat tanah tertutup, Baron tertunduk kaku.
Seusai uztadmembacakan doa terakhir. Peziarah mulai kembali pulang ke rumah masing-masing.

"Tante" sapa Baron pada Mama Citra.

"Iya nak, temannya Citra ya" balas Mama Citra.

"Iya tante. Saya Baron. Izinkan saya berbicara sama Citra sebentar. Boleh?" tanya Baron sangat sopan.

Kami berenam tak menyaka Baron akan seberani ini.

"Iya nak boleh" ucap Mama Citra. Ia sedikit menepi bersama Suaminya.

Baron terduduk di atas tanah. Lalu meletakan bunga lily yang ia bawa di patok Citra.
Ia mengusap pelan patok Citra lalu menghembuskan nafas.

"Hai. Selamat jalan. Aku Baron. Kamu pasti tau aku kan.Maaf baru dateng. Maaf juga baru berani untuk bilang ini. Dari kelas sepuluh, waktu kamu sering nyamperin Franda ke kelasku, mungkin saat itu aku mulai suka sama kamu Cit hehe. "

Papa dan Mama Citra tertegun mendengarnya. Mama Citra mengusap bahu Baron.

"Aku sepengecut ini Cit, untuk sekedar bilang suka. Aku minta maaf. Kamu yang tenang disana, aku akan doain kamu dan tetap sayang sama kamu" ucap Baron semakin melirih.

Kemudian ia menundukan dahinya pada patok dan memejamkan mata. Sangat sesak jika dilihat.

Ia berdiri dengan perlahan. Lalu menunduk di depan orang tua Citra.

"Terimakasih waktunya Om Tante, saya pamit pulang." ucap Baron.

"Terimakasih juga nak." ucap Papa Baron.

"Lo ngga bareng kita aja?" tawar Jeff.

"Ngga usah Jeff, gue bawa mobil. Gue duluan" tolak Baron halus.

"Sayang ayo pulang." ajak Papa Citra.

"Mama masih pengen disini Pa, Mama ngga mau Citra sendirian." keluh Mama Citra.

"Aku tau sayang, tapi Citra sudah pulang. Sesulit apapun kita harus mengikhlaskannya." bujuk Papa Citra.

Akhirnya dengan banyak perdebatan Mama Citra menyetujui, dibantu Bibi ia menuju mobil dengan lemas. Papa Citra masih disini bersama kami.

"Terimakasih kalian sudah menemani Citra kalau Om dan Tante pergi dinas selama ini." kata Papa Citra.

"Sama-sama Om" ucap kami serempak.

"Yasudah, om pamit dulu. Kalian pulang hati-hati" pamit Papa Citra.

"Iya om, kebetulan kami juga akan pulang setelah ini" ucap Wiliam.

"Citra, kita pamit ya." ucap Franda mewakili kami.

Kami semua berjalan keluar pemakaman, sesekali menengok belakang. Ke arah tanah basah itu.

Orang tua Citra sudah pulang, giliran kami pulang saat ini.

"Gue aja yang nyetir, lo pasti cape hari ini" tawar Wiliam pada Jeff

"Oke" balas Jeff.

Di dalam mobil sangat hening. Kami merasa lelah, lelah sekali.
Apa Tuhan sekarang sedang memberi cobaan pada kami?

Mobil terus melaju pasti. Hingga satu per satu dari kami tiba di rumah masing-masing.

Anonymous Letter ✔ endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang