"Lama banget lo" sapa Neska saat Zaron duduk di bangkunya.
"Hmm." dehem Zaron.
Maaf mengganggu waktunya sebentar. Pengumuman. Bagi seluruh siswa diharap merapikan bukunya sekarang juga untuk persiapan belajar di rumah. Dimohon ketertibannya. Terimakasih.
Suara Jeff terdengar nyaring di speaker setiap kelas. Jadi keputusannya, kami semua dipulangkan lebih awal karena kejadian tadi.
Banyak dari mereka yang senang bahkan merencanakan hangout di cafe karena pulang awal ini. Tapi kami, 8Rich yang sekarang mungkin menjadi 6Rich merasa lemas.
Pulang? Hanya akan membuat kami sedih.
"Nanti malem kita bareng aja ke rumah Citra nya" ajak Neska.
"Boleh, pake mobil siapa?" tanya Zaron.
"Mobil Jeff. Lo sekalian izin sama bokap nyokap, kita semua nginep disana sampe pemakaman besok pagi" jelas Neska.
"Oke. Jam berapa kalian jemput?" tanya Zaron.
"Stand by jam 7" ucap Neska.
Zaron menganggukan kepalanya.
"Yaudah, lo ngga mau balik. Gue balik dulu, Franda mau nebeng soalnya" kata Neska yang sudah bersiap.
"Gue balik nanti, lo hati-hati" ucap Zaron.
"Bye" kata Neska berpamitan.
Zaron menundukan kepalanya di meja. Siapa yang tau kalau ia sedang menangis lagi?
Selang beberapa menit, ia menyeka kasar bekas air matanya.
Merapikan tas dan rambutnya lalu keluar kelas.Tak sengaja ia melihat Baron di koridor depan taman. Tempat yang sudah digaris kuning oleh polisi.
Zaron menghampirinya dn menepuk pundaknya pelan.Baron menoleh kaget.
"Eh Za, belum balik?" sapanya tersenyum namun terlihat menyakitkan.
"Nangis ngga bikin lo berubah jadi cewe Ron" ucap Zaron lirih.
Baron menunduk sesekali menatap atap koridor mencegah air matanya jatuh. Mungkin dia malu jika menangis.
"Besok pagi lo dateng ke pemakamannya." ucap Zaron.
"Gue ngga bisa" tolak Baron. Suaranya sangat berat dan serak.
"Kenapa?" tanya Zaron lirih.
Dia hanya menggeleng.
Zaron menatap taman lekat.
"Kita sama-sama merasa terlambat" kata Zaron tiba-tiba.
"Maksud lo?" tanya Baron bingung.
"Lo suka kan sama dia? Gue tau" ucap Zaron.
"Lo suka sama Putra?" tanya Baron.
Zaron menganggukan kepalanya. Baron, orang yang tidak akrab dengannya justu orang pertama yang tau jika ia suka dengan kapten basket itu.
" Gimana caranya za?" tanya Baron.
"Cara apa?" tanya Zaron.
" Buat ikhlas" suaranya lirih sekali di telinga Zaron.
Zaron berbalik badan menatap manik Baron yang menggenang air. Ia memeluknya erat. Meremas bahu Baron dan menangis kencang.
Tidak ada yang akan melihat mereka kecuali cctv.
Baron menegang. Saat Zaron memeluknya. Tidak sadar, ia juga menangis dibahu Zaron dan membalas dekapannya.
Beberapa menit masing-masing mulai mengendur.
"Sorry" ucap Zaron.
"Its oke, gue juga butuh bahu" kekeh Baron.
"Sialan, gue nangis depan cewe. Jangan bilang orang-orang lo!" ancam Baron.
"Iya-iya" ucap Zaron terkekeh.
Zaron menepuk pundak Baron.
"Lo harus dateng, ucapin semua kata-kata yang lo pendem selama ini. Gue udah ucapin ke Putra di pemakaman. Sekarang giliran lo. Gue pamit pulang" ucap Zaron lalu pergi meninggalkan Baron.
"Gue masih pengecut Za. Meskipun Citra udah ngga ada, gue masih pengecut. Apa gue bisa?" gumam Baron.
____________________________________
Malamnya...
"Udah semua kan?" tanya Jeff dalam mobil.
"Udah" jawab Franda.
Ya.. Kami berenam sudah berada dalam mobil Jeff untuk menuju rumah duka. Rumah Citra teman kami.
Dengan pakaian serba hitam dan beberapa karangan bunga serta foto-foto kenangan kami bersama.
Jarak rumah Citra tidak jauh. Hanya 20 menit kami sudah sampai di perumahan yang sesak peziarah.
Bendera putih dan bau bunga sangat menyengat di penciuman kami semua.
Kami disambut pelukan hangat orang tersayang yang ditinggalkan.Mama dan Papa Citra.
Kami tidak tau bagaimana perasaan mereka. Citra dan Mama Papanya memang tidak dekat. Jelas karena orang tuanya selalu pergi untuk berbisnis. Tapi kami tau, Citra anak yang sangat disayangi. Sama seperti Putra, dia anak satu-satunya.
Kami semua memasuki rumah mewah ini. Dingin, tidak ada tawa atau sunggingan senyum sedikit pun.
Di ruang keluarga yang luas ini. Melingkar lantunan doa dan senggukan tangis. Terbujur kaku teman kami. Walaupun pucat, dia masih terlihat cantik dengan kafan terakhirnya.
Kami duduk mengikuti lingkaran. Menghabiskan malam terakhir kami bersama teman kami ini.
Sama seperti kematian Putra satu hari sebelumnya. Rasa-rasanya, mata kami tidak lelah untuk meneteskan air mata.
![](https://img.wattpad.com/cover/207117808-288-k571474.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Anonymous Letter ✔ end
غموض / إثارةAda surat beramplop hitam di loker siswa-siswi yang terpilih. Keadaan di sekolah semakin hari semakin kacau. "Kenapa harus kita yang terpilih dari sekian banyaknya murid disini?" batin siswa-siswi yang terpilih. Kalian harus bertindak cepat. Terla...