chapter 14

125 10 0
                                    

"Kiara.... kita pulang yuk" Suara deva mengagetkanku yang tiba tiba nongol dari balik pintu ruanganku, aduh.... Dia lagi ... Dia lagi harus beri alasan apa lagi biar aku ga diantar ama dia
" Kamu duluan deh dev, aku lagi nungguin seseorang"
" Seseorang? "
" Iya"
" taksi online?"
" Bukan , hm....teman dekat"
"Yakin?"
" Iya"
"Ok kalau gitu aku duluan " Deva segera melangkah pergi dari ruanganku

Aku menunggu sampai setengah jam untuk memastikan deva benar benar pergi lalu aku ikutan ngacir pulang dan
aku di buat terkejut saat keluar lobby, mobil thariq sudah terparkir rapi lengkap dengan senyumannya yang khas.

" Kiara" Sapaan itu membuyarkanku , ya deva yang tiba tiba nongol lagi dari arah lobby yang kukira dia sudah pulang tadinya
" Ya..." Jawabku seadanya
" Dia , yang kamu maksud tadi?"
Ternyata nih anak punya kerjaan baru sebagai intel yang memantau setiap gerak gerikku, Bagus ya
"Iya " Singkatku
"Loh bukannya dia supir taxi online tempo hari kan? "
Binggo....kena deh, aduh jadi gak tau dan gak bisa nge jawab apa apa, duh... Kenapa juga nih orang masih disini aja
"Yuk " Singkat thariq sambil menarikku ikut dengannya meninggalkan deva yang masih bengong

" Seminggu gak ketemu , kangen juga ya"
" kantor dan rumah aku belum pindah kok" Ya ampun kok tiba tiba aku ngomong kayak gitu ya
" Loh bukannya kamu sendiri yang bilang , gak mau di ganggu dulu"
" Kata siapa"
" Kata bang atma " Oooo ternyata bang atma pinter ngarang juga rupanya, tapi betul juga gak ketemuan seminggu rasanya kangen juga sama bocah satu ini.

Dermaga pantai laguna begitu cantik malam ini, semilir angin pantai , suara deburan ombak seperti membentuk harmoni yang indah dan menenangkan.

Thoriq membuka kaca mobilnya dan membiarkan angin semilir perlahan masuk
" Jadi?"
"Jadi apa" Aku merasa aneh sendiri dengan perkataan thariq. Di bukanya dasbord mobilnya yang berada tepat di depanku , kotak navi itu lagi
" Ini buka lelucon , candaan atau prank aku serius suka sama kamu "
Aku menarik nafas panjang mendengar soal pembahasan malam itu lagi
" Gini ya riq, kalau cuma berteman kayak gini mungkin sah sah saja tapi kalau lebih serius lagi kayaknya fikirin lagi deh "
" Kamu gak suka sama aku"
"Bukan itu"
"Trus dmn letak masalahnya"
" Satu, umur kita yang terpaut sampe 8 tahun lebih , dua status sosial kita, tiga ..."
" So what? Jangan buat jadi rumit" potongnya
" Ini realita riq"
" Sebelum malam itu, aku udah minta restu kedua orang tuaku"
"Trus"
" Aku gak munggkin ngelamar kamu kalau mereka ga setuju, aku sudah fikirin matang matang ki, bukan sehari dua hari tapi butuh waktu setahunan untuk ngeyakinin diri aku sendiri bahwa kamulah perempuan yang aku cari selama ini "

Aku masih terdiam mencoba berfikir, menimbang nimbang dan berusaha merangkai kata , ini perkara yang penting yang ga bisa di jawab seadanya seperti nge jawab soal pilihan ganda pakai hitungan kancing baju, ini soal seberapa kamu yakin bahwa dialah benar benar jodoh yang di kirim tuhan untuk kamu

"Bismillah aku akan jadi suami terbaik" Tuturnya lagi berusaha meyakinkan , ku tarik nafas perlahan , ok aku siap memberi jawaban

" Bismillah" Singkatku sambil mengulurkan jariku, thariq sumbringah dan memakaikan cincin itu tepat di jari manisku
" Thank you my love"

"Yuk" Ajak thariq sambil membukakan pintu dari luar
" Mo kemana "
" Ikut aja"

Kami pun berjalan menyusuri jalan yang di kiri kanan berhias tanaman pendek dengan lampu lampu kecil melingkar di batangnya, kami berjalan berdampingan , malam ini begitu indah bahkan sangat indah, langit cerah berhias bintang dengan cahaya bulan yang malu malu di peraduannya. Malam ini begitu sempurna dan berharap di hari berikutnya nanti adalah hari hari yang indah seperti hari ini.

" Hai.... " Sapa bang atma saat kami memasuki restoran , ada tante gefa , om rasyid dan loly juga disana. Aku berusaha senatural mungkin dan tidak menampakkan kegrogianku bertemu mereka meski jujur rasanya tanganku mulai keringat dingin
" Hi sayang" seperti biasa tante gefa menyapa ramah sambil cupika cupiki diikuti om dan loly
" Cie... Cincinnya udah di pake" Ledek bang atma, rasanya pipi ku memerah seketika saat semua mata tertuju pada cincin di jari manisku
" Iya dong" Jawab thariq sambil membukakan kursi untukku
" Makasi riq"
" Yuk mulai makannya, udah lapar neh " Buka om rasyid yang selalu hamble








My boyfriend is "bocah" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang