Selamat membaca ❤️
Tebarkan vote n komen***
Kabar mengenai kehamilan Airin memaksa Sakti harus terbang ke Jakarta hari ini juga. Bahkan dia harus mengenyahkan profesionalitas dengan membatalkan interviewnya dengan mahasiswi sastra Inggris tadi pagi.
Rasanya kepalanya mau meledak melihat semua orang mencecarnya dengan berita itu. Bagaimana tidak? Kabar gila ini datang saat proses perceraiannya dengan Airin hampir final. Sekarang, jika tidak hati-hati dalam melangkah, kebebasan belenggu dari Airin dan partai seperti yang Sakti idam-idamkan bisa gagal total.
"Demi Tuhan! Itu bukan anakku, Mbak," tutur Sakti pada Andari. Sesampainya di Jakarta tadi, Sakti langsung meluncur ke kantor firma hukum Pratomo- suami Andari.
"Sakti, kamu yakin? Kamu suaminya. Tidak mengakui anak dalam kandungan Airin sama saja kamu menuduh Airin berbuat selingkuh," sahut Andari. Suaranya tetap lembut seperti biasa namun raut kakak sulung Sakti itu tetap saja terlihat tegang.
"Masak mbak An nggak percaya aku sih? Aku serius. Aku jujur," kata Sakti dengan nada mulai putus asa. Dia menghela napas. "Apa aku perlu membuka kebobrokan pernikahanku dengan Airin pada semua orang?" tanyanya kemudian.
Baik Andari maupun Pratomo yang duduk berjajar di sofa hanya diam menatap Sakti. Mereka berdua sepertinya juga bingung harus bagaimana.
"Apa aku harus kasih tahu semua orang kalau selama lima tahun kita menikah, aku hanya menyentuh Airin sekali dalam keadaan sadar, selebihnya aku hanya bisa melakukannya saat mabuk berat," jelas Sakti dengan kepala menengadah pada sandaran sofa. Sejujurnya dia tidak ingin orang tahu urusan ranjangnya dengan Airin.
"Sakti, kamu-," Andari menatap adiknya penuh tanya.
"Aku normal, Mbak. Aku masih suka perempuan. Mbak juga tahu aku tergila-gila sama Rara. Soal Airin, aku hanya benar-benar tidak punya keinginan sama sekali untuk menyentuhnya," jelas Sakti lagi.
"Sekuat itu? Maksudku kalian hidup satu rumah," giliran Pratomo yang mempertanyakan.
Sakti mengendikkan bahu. "Nyatanya begitu."
Andari bangkit dari duduknya. Dia melangkah mendekati Sakti dan merahi bahu adik bungsunya itu. "Maafin Mbak yang sama sekali nggak sadar kalau kamu sampai menderita seperti itu," tutur Andari sambil mengeratkan pelukannya.
"Semua sudah terjadi, Mbak. Aku juga sudah capek untuk menyesal," kata Sakti.
Andari pun melepaskan pelukannya. Dia mengecup pipi kanan Sakti. "Adikku sudah dewasa," katanya.
"Mbak! Kalau aku sudah dewasa, ngapain masih dicium? Iih!"protes Sakti sambil mengusap-usap pipinya, menghapus bekas ciuman Andari.
Andari dan Pratomo terkekeh. Mereka cukup takjub melihat si anak mama yang dulunya hanya pasrah dan ikut apa kata mama, sekarang sudah punya keputusan sendiri.
"Jadi sekarang gimana? Aku nggak mau perceraianku gagal."
"Justru semua akan makin mulus kalau kamu bisa buktikan bahwa itu bukan anak kamu. Perselingkuhan Airin membuat prosesnya semakin cepat," kata Pratomo.
Sakti mendesah gusar. Sejujurnya dia tidak nyaman mengumbar hal semacam ini pada khalayak. Mungkin saja Airin bermain api dengan laki-laki lain juga karena kurang kasih sayang dari Sakti sebagai suami. Bagaimanapun Sakti juga merasa bersalah meskipun tidak menyesal juga.
"Aku ke rumah sakit dulu," pamit Sakti. Dia memang harus segera ke rumah sakit untuk meluruskan semuanya.
Ya, Airin pingsan tiga hari lalu tanpa sebab yang jelas. Setelah dilakukan tes lab lengkap, hasilnya menunjukkan bahwa dia hamil sepuluh minggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello My Future: Marry Me? (Completed)
General FictionNaufal Sakti Hardiyansyah, salah satu keturunan dari keluarga politisi terkenal, memilih hengkang dari partai yang didirikan keluarganya karena merasa tidak tahan dengan kehidupan penuh sandiwara di panggung politik. Nama besar keluarga, nyatanya ma...