Ada luka yang tak bisa dibalut atas kata-kata yang tak bisa dijabarkan.
_________
Cahaya mentari pagi mulai masuk dari balik gorden. Terdengar suara alarm dari atas nakas. Langit meraih jam berwarna hitam tersebut dan segera menekannya agar suara bising itu cepat pergi.
Langit berjalan tanpa ekspresi ke arah kamar mandi. Dia berhenti di depan kaca.
"Apa bener gue ini alasan Kak Rey meninggal?" Ucapnya sambil berkaca.
Di sana terpampang jelas diri Langit sedang sangat kacau. Matanya merah sedikit bengkak dan basah karena efek tangisannya semalam. Dia tak mampu berpikir dengan jernih. Bisa dibenarkan bila jiwa Langit masih terguncang hingga sekarang setelah sepeninggalan Reygan.
Apalagi ditambah box berisi teror dari seseorang yang mengatas namakan nama Reygan. Bagaimana bisa ada orang sejahat itu, menggunakan kelemahan orang lain untuk menghancurkan mental musuhnya.
Langit membasuh wajahnya dan segera mandi. Cukup lama dia memandang pantulan dirinya di cermin. Alasan apa yang harus dia berikan untuk menjawab pertanyaan bundanya nanti. Apalagi kemarin saat pulang keadaannya sangat kacau.
Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya. Lantas menuju meja belajar memungut beberapa buku jadwal hari ini untuk dimasukkannya ke dalam tas.
Baru saja duduk di ruang makan, bundanya sudah melemparkan beberapa pertanyaan. "Dek kamu kenapa kemarin? Apa ada yang jahatin kamu di sekolah?"
"Gapapa kok Bun, udahlah gak perlu diambil pusing."
"Ngit kamu sebenernya kenapa, kakak tau kamu sekarang lagi gak baik-baik aja."
"Idih Kak Sheila sotoy jadi orang. Biasa orang yang iri yang ngisengin Langit. Berani banget bikin gue takut, kalo sampe gue tau orangnya gue hajar sampe ada tulangnya yang patah." Kata Langit dengan kobaran semangat.
"Kamu beneran gapapa kan sayang?" Tanya bunda lagi memastikan.
"Iya Bunda sayangnya Langit. Udah ah ayok Kak Sheila berangkat sekarang."
Langit memakan habis roti sandwichnya dengan tiga kali lahap. Dan cepat-cepat ia meminum segelas susu.
"Ayok Kak!" Langit sedikit teriak.
"Lhoh lo gak salah minta anter gue? Ke sekolah sama Al aja kenapa sih, gue mager lagi pula gue berangkat kerja jam delapan."
"Gak usah bawel kenapa, sekali-kali gue minta anter kakak sendiri emang salah?"
"Udah sih Kak, sana dianterin adeknya."
Mau tak mau Sheila harus menuruti perkataan bundanya. Karena hal sepele seperti ini dia tak mau membangkang dan menjadi anak durhaka. Sheila memang memiliki cover yang dingin dan galak. Ya sama seperti adiknya, tapi kepribadian mereka sangat hangat.
Baru saja hendak keluar dari gerbang, tepat di depan gerbang Alvaro sudah rapi berpakaian seragam khas SMA Juventia tengah bertengger di atas ninja merahnya.
"Ini udah di sini Dek, lo bareng dia aja ya. Sumpah gue males keluar jam segini. Lo gak kasian kemarin gue habis lembur?"
"Gak." Balas singkat Langit.
"Sumpah lo kayaknya suka banget ngerepotin kakak lo, gabisa gitu sehari aja lo gak buat jengkel gue dek hah?"
"Bacot, udah cepet keburu telat." Putus Langit cepat.
"Gue minta tolong sama lo kak, tolong anterin queen gue yang lagi ngambek ini ya,"
"Hadeh dasar laknat, kalian yang berantem gue yang jadi tumbal."
KAMU SEDANG MEMBACA
LANGIT
Teen FictionR13+ "Jikalau langit benci matahari maka tidak akan ada yang namanya pagi." Hubungan cinta yang menurutku sendiri tak wajar. Kadang terlihat begitu semu walau nyata, ada yang rela menahan perih dan letih. Ada pula yang bersembunyi dibalik topeng ta...