Dimata Rahfa

0 0 0
                                    

PoV Rahfa

Pertemuan aku dan kak Sinta sungguh tak biasa. Ia memberikan cinta walau dengan cara yang sederhana. Dia selalu tahu bagaimana membuat aku bahagia, ah sungguh Tuhan begitu baik telah mengirimkan sosok yang baik sepertinya.

Kak Sinta adalah gadis yang sederhana, ku lihat dia begitu berbeda dengan teman-temannya.
Tak pernah memakai makeup berlebih,  dan ia lebih suka memakai gamis, dibanding celana jeans.

Tutur kata, dan tingkah lakunya membuat siapapun, dengan mudah akrab dengannya.
Ahh, sungguh beruntung adik kandungnya.

Kuhitung sudah berapa lama kita bersama. Bukan berdampingan saling berdekatan.  Tapi bersama-sama untuk saling menguatkan

Tiga hari yang akan datang, genap pertemuan ku dengannya satu tahun.kini, aku sudah berada di bangku kelas delapan. Jangan tanya bagimana aku bisa kuat menjalani hari-hari ku tanpa kak Sinta.

Pernah, beberapa kali aku hampir menyerah, tak pernah pergi ke sekolah dan tidak ada di rumah. Lama, sekitar lebih dari satu minggu.
Wali kelas datang ke rumah, aku tidak tahu. Karena waktu itu aku sedang bersembunyi, disebuah mushola dekat jalan raya, terbilang cukup jauh dari rumah.

"Rahfa kamana wae ari Rahfa? Panya teh indit ka sakola tapi geuning euweuh di kelas namah. Tadi bu Pipin datang kadieu, nga bejaan yen Rahfa tara ka sakola geus lila." ( Rahfa kemana saja? Dikira pergi ke sekolah ternyata tidak ada di kelas. Tadi bu Pipin datang kesini. Ngasih tahu kalo Rahfa tidak pergi ke sekolah sudah lama.)

Aku menangis, melihat nenek yang mulai meneteskan airmata. Demi Allah nek, hati ini lebih pedih menyaksikan dirimu bersedih,  daripada omongan-omongan mereka yang menghinaku..

Aku memeluknya, kemudian meminta maaf atas perbuatan ku.
Ku jelaskan semua yang terjadi pada diriku, tapi tidak dengan bully-an mereka. Takut nenek jadi lebih kepikiran.

"Ke enjing mah kade sakola nya, pan ayeuna Rahfa tos kelas dua  kumaha lamun teh Sinta apaleun. Meren bakal ambeuk ka Rahfa." ( besok sekolah, kan sekarang Rahfa sudah kelas dua/ delapan. bagaimana kalo Kak Sinta tahu. Pasti bakal kecewa sama Rahfa)

Aku diam, mendengar nama Sinta aku luluh. Aku ingin sukses bersamanya, aku tak ingin membuat hubungan ku dengan nya rusak.
Aku tak ingin berita ini sampai terdengar kak Sinta.
Aku tak ingin kak Sinta lebih menjauh. Meski via chat kami sudah jarang. Setidak nya tidak ada kebencian di hati kak Sinta.

"Rahfa, hidup bukan semata kita berjalan. Menelusuri hal yang tidak diketahui,  kemudian melakukan eksperimen. Tapi hidup adalah hal, dimana kita harus memiliki kerikicil kecil, agar kita berjalan berhati-hati.kemudian jika suaru saat, kegagagalan datang menghampiri Rahfa. Jangan putus asa, tapi bangkit dan lukukan kembali.  Bahwa Rahfa bisa, pasti bisa dan harus bisa. Kalo Rahfa menyerah, karena tidak punya teman. Kakak yang akan menemani Rahfa, sampai Rahfa bosan." Suara kak Sinta terus terdengar di telingaku. Menguatkan aku, dan memberiky semangat untuk tak mundur dari seriap masalah. Baiklah, aku akan menghadapi semua kenyataan.

~~~~
Hari ini, pagi-pagi sekali aku berangkat sekolah.  Mungkin teman-teman yang lain baru akan mandi. Biarkalah, setidaknya aku bisa merenung dan menyiapkan mental lebih lama, sebelum mereka ada.

Suasana sekolah sepi, sebenarnya sekolah ini begitu asri, udara nya segar. Ahh aku menyesali tak bisa hidup seperti teman-teman yang lain.

Andaikan saja ibu dan ayah ada disini. Pasti aku bahagia. Atau bahkan dulu aku tidak dilahirkan,  aky tak akan menderita.

Hatiku semakin mengeras. Kebencian ku pada mereka sudah mencapai puncak. Rasa ke-ingin tahuan ku tentang mereka sudah hilang.
orangtua macam apa mereka. Yang dihatinya tidak ada sedikitpun rasa sayang pada buah hatinya.

Mulai sekarang aku harus bisa menerima keadaan. Toh kalaupun teman-teman bilang aku anak haram, aku akan diam. Karena memang,  aku seperti anak yang tidak di inginkan.

Aku melihat dinding kelas. Ada jam disana, sudah pukul enam lebih tiga puluh menit. Aku  menghapus airmata, menarik nafas dalam-dalam menyiapkan mental, dan menguatkan hati. Sebentar lagi teman-teman akan datang.

Benar saja, dua orang perempuan itu sedang berjalan ke arah kelas. Tangannya saling menggenggam. Selalu tersenyum, dan terlihat begitu bahagia. Kadang aku iri, kenapa aku tidak bisa seperti mereka.

TSP_AK

 RAHFA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang