Hujan

0 0 0
                                    

Pov Sinta

Ah.. akhirnya setelah beberapa jam aku duduk di jok mobil, berdesak-desakan dengan banyak orang.  Akhirnya sampai juga.

Terminal kota dodol turun hujan. Beberapa kali aku mencoba menghubungi Rahfa tapi nihil, tak ada balasan. Aku mencoba berpikir positif, mungkin Rahfa sedang sibuk.
Duduk di halte terminal, aku pikir jam sepuluh ini adalah waktu yang cukup malam, untuk seorang perempuan berada diluar. Apalagi ini bukan kota-ku, beruntung aku tak sendirian. Ada sepasang suami istri dan anaknya yang masih kecil,  sekitar lima tahunan, duduk disampingku.

Aku berbincang, lumayan rasa takut ku sedikit berkurang, ditambah beliau sedang menunggu angkot yang sama denganku.

"Rahfa kemana sih, dichat cuma di baca doang." Hatiku menggerutu, kecewa boleh saja, tapi tepat pasa saatnya. Dan saat ini sedang tida tepat, aku butuh dia sekarang.

Tuuutt..tuutt..tuut
[Maaf nomor yang anda tuju tidak menjawab, cobalah beberapa saat lagi]
Aduh Rahfa, kamu kenapa sih sebenarnya. Ku kirimkan beberapa pesan teks, tetap saja dia abaikan

Sekali ya, bismillah.
Tuuut..tuutt.
[Halo Rahfa, kakak sudah mau sampai nih]
[Oh iya]

Heran kenapa Rahfa jadi dingin begini. Padahal aku rasa tak berbuat salah kepadanya. Apa mungkin Rahfa marah? Atau tidak percaya aku ada disini?
Segera ku kirimkan sebuah photo langsung dari dalam angkot. Aku memberi sebuah penjelasan.
[Disini hujan besar, beruntung kakak tidak sendirian, kalo sendirian kakak pengen nangis hehe.]

Dugaan ku benar, ternyata sedari tadi Rahfa tidak percaya kalau aku benar-benar datang. Buktinya, setelah aku kirimkan photo, sikapnya tak lagi dingin.

"Kiri mang." Aku menghentikan laju angkot yang melaju tak begitu cepat.
"Mari bu duluan."
"Iya neng hati-hati."

Aku berdiri sendirian, bisa aku katakan ini tengah malam. Aku melirik sana sini, tak ada jasa ojeg satupun. Aku menunggu di depan sehuah toko yang masih buka untuk waktu dua puluh empat jam.
Sendirian, harap-harap cemas sebenarnya,  karena sudah hampir lima belas menit tak kunjung satupun yang datang.

Hujan sudah cukup reda. Aku sedikit merasa lega, kemudian terlihat dari kejauhan, ada sepeda motor yang menuju ke arah ku.

"Neng ojeg?" Lelaki yang cukup berumur, rambutnya sudah berubah warna,  putih alamai. Tulang pipi nya terlihat jelas, dan giginya sudah mulai tanggal.
"Iya pak."

Perjalanan yang cukup menegangkan.  Sepanjang jalan tak kuhentikan harapan keselamat kepada-Nya

"Alhamdulillah,  sudah sampai pak kiti." Aku memberikan uang selembar dua puluh ribuan. Kemudian bapak itu pergi, kembali meneruskan mencari nafkah, di saat oranglain tengah tertidur pulas

Aku tepat berdiri di depan pintu rumah Rahfa. 
Berpelukan seperti biasa, untuk melunturkan rindu yang selalu tertulis tak kunjung terhapus.

 RAHFA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang