Dimata Rahfa (2)

0 0 0
                                    

Ada yang berbeda.  Tak ada kata-kata yang menyakitkan lagi dari mulut mereka. Hanya tatapan sinis yang ku dapat.
Tapi syukurlah, setidaknya hari ini telingaku bisa beristirahat dari omongan-omongan yang hampir merusak gendang telingaku.

Mungkinkah, selama aku tidak sekolah guru-guru marah dan membuat mereka jera? Atau bahkan mereka sudah bosan dan merasa bersalah?

Berita baik ini harus ku sampaikan pada kak Sinta. Mungkin ia akan sedikit tenang disana.
Tapi bagaimana caranya menghubungi kak Sinta. Setelah percakapan via chat sedikit berkurang.  Aku jadi segan untuk memulainya duluan.

Oh kenapa aku tidak mengirimkan karya yang sudah ku buat lagi saja.

~~~~~~
Bel sekolah berbunyi. Anak-anak semua keluar,  yang biasanya aku menunggu semua orang menghilang dari pandangan,  kali ini aku ingin pulang lebih cepat.

Aku melangkah kan kaki dengan cepat. Harap-harap cemas. Apakah teman-teman ku akan menghadang di jalan nanti? Tidak apa-apa akan aku hadapi,  mereka!

Namun dugaan ku salah, tak ada kejadian apapun hari ini. Beberapa meter lagi aku sudah sampai ke rumah, teman-teman biasa saja tak ada yang berbuat jahil.

Sesampainya di rumah ku lemparkan tas ku. Mencari buku kumpulan puisi yang diberi kak Sinta.
Iya hari ini aku akan menghubungi kak Sinta.

[Kak, aku kirim karya aku lagi yah.] Tak ada balasan, tidak apa-apa mungkin nanti kak Sinta kan membacanya, aku mengetik ulang, beberapa puisi yang telah kubuat. Membaca nya perlahan,  dan hanyut kedalam kata-kata yang di gunakan.

Kejora malam
Rasi bintang yang telah ku rangkai
Membentuk sebuah hati
Cahaya nya menembus batas dada
Membawa seberkas kisah asmara
Aku tersenyum dengan sejuta cinta
Iya..
Kejora malam yang telah ku rangkai
Persembahan untukmu
Kak Sinta...

Ibu
Ahh aku tidak peduli kata itu
Aku tak memiliki seseorang yang pantas ku panggil ibu
Melihat wajahnya pun aku tak mau
Oh tunggu
Bukan tak mau, tapi aku tak tahu

Bahasa cinta

Aku mengenalnya
Lewat sebuah rasa yang tak biasa
Memendam rasa yang istimewa
Ingin ku ungkapkan
Tapi aku tak paham
Bagaimana bahasa cinta
Aku memberi nya kesetiaan
Tapi tak ada sedikitpun balasan
Dia hanya diam, tak memberi hirauan
Ah mungkin bahasa ku salah
Bahasa ku salah

Bait rasa

Setiap kata yang ku ucap adalah nyata
Tentang rasa yang punya adalah fakta
Tentang rindu yang ku puja itu ada
Memilihmu adalah sikap setia
Pada siapa aku harus memberinya
Setiap bait rasa terus membara
Jika bukan padamu pemilik cinta

segelas kenangan

Aku selalu menyimpan tentangmu
Tentang kita semua nya dulu
Pada sebuah tulisan dibalik buku
Pada setiap tangis dibalik kalbu

Ku simpan sebuah rindu
Pada sebuah gelas kaca
Biarkan saja
Takan tumpah dan takan ditumpahkan
Segelas kenangan
Adalah sebuah kehidupan

~~~~
Aku keluar dari email, menunggu sebuah jawaban yang sebenarnya tak butuh jawaban.
Aku hanya ingin memulai pembicaraan, lewat sebuah pesan yang penuh harapan. Sedikit menghilangkan rindu yang terus menggebu, pada kak Sintya yang lama tak menghubungi.

Belum ada balasan, jangan kan di balas di baca saja belum. Aku menunggu, dengan jiwa yang lesu.

Klik
Sebuah notif email masuk. Tanpa lama segera ku buka.
[wah udah rajin banget di bikin karya nya, semangat 45 Rahfa!] 
Itulah yang selalu aku rindukan. Sebuah semangatnya dia yang seperti tak pernag surut.
[iya kak biar bisa seperti kakak.]
[hahaha jangan dong, kakak gak mau punya kembaran.] aku tersenyum membaca balasan yang singkat itu. Tak ada yang berubah dari kak Sinta, sikap nya selalu sederhana dan memberi canda yang ala kadarnya, selalu berhasil membuat siapapun tertawa.
[ih bukan itu kak :(( ]
[haha jangan sedih udah ya lupain
Malas debat, presiden sudah ada. Mau memperdebatkan apalagi kita?] lagi-lagi aku dibuatnya tertawa. Terbuat dari apa sih kak pikirannya, selalu dipenuhi dengan kata yang istimewa.
[kak, aku rindu]
[wah jangan rindu berat, kamu gak akan kuat. Biar kakak saja]

 RAHFA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang