Sebuah mimpi

0 0 0
                                    

"Sekali lagi saya ingatkan, jangan so jadi pahlawan!" Perempuan itu mencaci dengan murka nya.
"Memang nya apa yang salah dari saya?"
"Ya kamu salah lah, so baik di depan orang lain." Hujatan demi hujatan terus aku terima.
"Apa yang salah jika kita bersikap baik sama semua orang."
"Pokoknya saya tidak suka dengan semua pencitraan busuk kamu, terima nih akibatnya." Dia menggur ku dengan se ember air.

Byurrrr...
Aku terbangun, nafasku tersendat-sendat.
"Aduh mimpi buruk lagi  tapi kok alur ceritanya seperti yang pernah aku alamin dulu yah. Dan perempuan itu sama dengan perempuan yang ada di mimpi ku dulu, aneh."

Aku melamun, memikirkan mimpi yang barusan terjadi,  siapa dia sebenarnya?  Dan kenapa dia seperti yang tidak suka aku berbuat baik.

Dreeeed..dreedd..
Dering ponsel, memecahkan lamunan ku.
"Haloo, Rahfa."
"Kak kenapa, whatsapp nya ceklis sath terus."
"Oalah kakak lupa datanya tadi di matikan, kakak ketiduran. "
"Oh yasudah kak, mau di aktifkan  tidak whatsapp nya?"
"Iya Rahfa mau kok. Tapi bentar ya kakak mau cuci muka dulu, hehe."
"Baik kak, ditunggu!"

Beberapa pesan singkat masuk. Ku haca satu persatu-satu, sudahalah ada pesan yang lebih penting yang harus segera ku tanggapi.

"Kemarin pas kakak pulang, aku kecewa banget. Selain itu teman-temanku terus membuly aku kak." Pesan yang Rahfa sampaikan beberapa menit yang lalu itu membuatku menarik napas dalam-dalam.

"Bully apa mereka? Apalagi yang mereka katakan sama Rahfa."  Pesan terkirim, ceklis dua biru. Sepertinya Rahfa berada di roomchat aku dengannya.

"Mereka bilang kalo aku anak haram, anak yang tidak ada orangtuanya, anak yang tidak di inginkan ibu bapak. Dan anak yang berdosa karena menyusahakan nenek yang sudah begitu sepuh."

Astaga. Tak habis pikir apakah benar anak-anak seusia Rahfa bisa melontarkan kata-kata pedas seperti itu?

"Terus Rahfa percaya begitu saja? "
"Iya aku percaya, karena memang dari kecil orangtua ku gak ada."
"Kan kakak sudah bilang, kalo orangtua Rahfa itu sibuk di kota. Lagian kan mereka lagi cari uang buat biaya sekolah Rahfa."
"Tapi mereka tak pernah menanyakan kabar aku sama nenek, mereka seolah tak pernah perduli sama Rahfa."

Aku bingung, harus menjawab apa. Karena sungguh aku belum tahu apa yang sebenarnya terjadi. Asal-usul orangtua Rahfa.  Dan keseharian Rahfa itu, apalagi tentang alasan kenapa Rahfa bisa tinggal dengan nenek nya itu.

Tapi aku sebisa mungkin menyembunyikan keraguan ku pada Rahfa. Tugasku hanya menemani Rahfa.
Setidaknya setiap kali dia ingin bercerita,  aku harus ada untuk mendengarkan nya.
Bagian sebagian orang yang merasa kesepian, dan sulit berinteraksi dengan orang baru atau orang banyak. Mengobrol lewat tulisan itu lebih baik. Setidaknya ada sedikit keberanian untuk mengungkapkan semua masalah yang dia pendam.

"Rahfa, nanti lulus sekolah mau lanjut kemana?" Aku mengalihkan pembahasan.
"Gatau kak, masih bingung belum kepikiran.  Lagi pula masih jauh kok."
"Kalo Rahfa mau sekolah disini, juga boleh kok, hehe."

Tak ada balasan, whatsapp nya ceklis satu. Mungkin Rahfa ingin sendirian dulu.

Aku mencoba menarik kesimpulan, apa yang sebenarnya Rahfa rasakan. Dan apa sebenarnya yang terjadi.
Aku coba bertanya pada salah satu gurunya Rahfa. Barangkali beliau tahu sedikit banyaknya tentang Rahfa.

Hari-hari ku sibuk dengan pikiran menelusuri kehidupan Rahfa.
Aku ingin membuat hidup Rahfa sukses. Aku ingin membantu mewujudkan mimpi Rahfa.

"Rahfa itu dari kecil, sejak dari baru lahir pun sudah tinggal sama nenek nya, bahkan dia tidak pernah merasakan air susu dari ibunya."  Bu Rina sedikit memberikan informasi tentang Rahfa.

"Lah terus siapa bu yang kasih ASI buat Rahfa," aku bertanya penasaran
"Adik dari ibunya, tapi dia sudah wafat."
"Innalillahi.. sudah lama.bu?"
"Sudah, sejak Rahfa berusia 5 tahun."
"Memang nya kenapa, Sinta ko nanya-nanya Rahfa."
"Ehh engga bu penasaran saja hehe, yusudah ibu, maaf ya Sinta mengganggu ibu hehe."
"Iyaa gak papa Sinta santai saja."

sengaja,  aku biarkan pesannya ceklis 2 tanpa dibaca, lalu kemudian menghapusnya.

Ya allah. Apakah seberat itu beban yang harus dia rasakan? Kenapa sih ibu nya tega sekali seolah membuang darah daging nya dengan percuma. Dimana letak hati nurani nya seorang ibu?

"Nanti coba ku gali lagi informasi tentang Rahfa." Aku bergumam sendirian sambil merasakan apa yang Rahfa rasakan, ahh sama sekali tidak terbayang.

Mataku sudah lelah, suara jangkring dan hujan gerimis menghipnotis ku untuk segera membangun mimpi, ah tinggi sekalo bahasanya, aku terlelap tidur membawa seribu pertanyaan yang membutuhkan segera jawabannya.





TSP_AK

 RAHFA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang