11. Masuk BK

119 16 5
                                    

Di siang yang terik kami rela berbaris di lapangan untuk belajar beladiri. Para cewek-cewek manja mengeluh karena takut item kulitnya. Mereka semua protes pada kak Dika agar berlatih di tempat yang tak kena sinar matahari, alias di tempat adem.
Kak Dika bingung sendiri karena tak menemukan tempat yang adem. Pada akhirnya dia menyuruh kami tetap berbaris di tempat semula.

Aku mengangkat tangan.
"Udah kak cepet latihan aja." pintaku semuanya menatapku, tatapan yang sulit di artikan.

Kak Dika mengangguk. Tapi dia menyuruhku maju ke depan, berdiri di sampingnya membuat para fans-nya iri denganku. Dan ada juga yang protes kenapa harus aku yang berada di sampingnya. Memangnya dia siapa? Kak Dika sendiri yang memilihku.

"Kakak pilih dia karena gerakannya bagus dan dia hapal seluruh gerakannya." ujar kak Dika saat aku sudah di sampingnya. Akhirnya kak Dika mengakui kehebatanku. Rasanya aku ingin menyombongkan diri pada para fans-nya.

Latihan karate di mulai, kak Dika menyuruhku membenarkan gerakan mereka. Salah satu dari mereka menolak, tak ingin di ajari olehku. Temannya jadi ikut-ikutan, mereka hanya ingin di ajari oleh kak Dika.

Aku mendengus kesal. Dasar cewek butuh perhatian, bilang saja ingin dekat-dekat dengan kak Dika.

"Kalau kalian nggak mau, silahkan pergi dari sini. Nggak usah latihan lagi, kakak ingin mencari yang sungguh-sungguh pengen belajar karate." waduh kak Dika mulai emosi. Aku tersenyum miring mendengarnya.

Semua mendadak diam dan ketakutan. Aku juga melihat salah satu cewek yang matanya berkaca-kaca. Dasar cengeng. Latihan di lanjut, kali ini dengan suasana yang sangat serius. Tak ada yang berbisik-bisik, mengobrol, maupun mengeluh.



Hari ini ada ulangan bahasa Indonesia. Semalam aku sudah belajar biar saat mengerjakan tak menyontek pada temanku. Airani sudah ada di bangkunya, sedang belajar.

"May, nanti kalau aku nggak bisa jawab bantu aku ya." ucapnya memohon.

Aku mengangguk. Tak masalah bagiku, aku tak peduli dengan nilainya nanti. Lagipula bapak dan ibu tak pernah menanyakan nilai yang ku dapat. Mereka hanya menyuruhku belajar dengan rajin biar kelak menjadi orang yang sukses. Tentunya aku mengamin kan.

Soal pertama sampai ke empat berhasil dijawab olehku, tiba-tiba Airani menanyakan jawaban nomer lima. Aku memberinya dengan mulus maksudku tak ketahuan ibu Dian, guru bahasa Indonesia. Tapi saat cewek di belakangku meminta jawaban nomer lima di situlah awal permasalahan muncul, aku memberitahunya lewat handphone ku. Dia ingin jawabannya di tulis di sana. Ya, aku hanya menurut.

Aku kira ibu Dian tak melihatku berbagi jawaban, ternyata salah besar. Ia melihatku saat diam-diam menyodorkan handphone pada cewek di belakangku. Tentu saja aku terkejut dan takut saat ibu Dian meminta handphone ku.

Dan disinilah aku, berkumpul di hadapan ibu Dian. Semua murid sudah pulang, tinggal aku dan beberapa murid yang nasibnya sama sepertiku, ada juga karena menyontek dengan cara melihat ke google dan melihat buku. Semua  cewek membela diri, mencari alasan agar tak masuk ke ruang BK.

Hanya aku yang sedari tadi diam saja. Lebih tepatnya pasrah.
"Maya, kenapa kamu diam saja dari tadi? Nggak cari alasan biar ibu nggak masukin kamu ke ruang BK?" aku hanya diam menunduk. Sedetik kemudian bangkit dari duduk ku, meninggalkan mereka.

Mereka berbisik-bisik tentangku, aku tak peduli.
"Dia memang aneh, bu."

"Iya bu, kerjaan dia cuma diam aja."

"Nggak pernah bergaul sama kita-kita, bu."

Dasar. Beraninya di belakang.

Aku menuruni anak tangga, dan berakhir di koridor lantai dua. Lantai dua adalah kelas XII Pemasaran. Yang kulakukan hanya diam, memikirkan bagaimana caranya aku memberitahu ibu atau kakakku. Aku yakin mereka akan marah.

"Stupid." ucapku sambil memukul tembok. Aku tak peduli pada tanganku yang sudah mengeluarkan darah.

Setelah di rasa sudah cukup menyakiti diri sendiri tepatnya, aku mengambil tasku di lantai tiga dan menuruni anak tangga kembali. Aku harus ke ruang guru, mengambil handphone ku kembali. Setelah masuk ke sana, lagi-lagi aku mendengar mereka yang sedang mencari alasan.

"Tidak bisa. Kalian bisa mengambil hp jika membawa orang tua kalian ke sini." ucap ibu Anis, guru BK. Huh, bagaimana aku memberitahu ibuku? Tidak mungkin aku menyuruh ibu yang sedang sakit datang ke sekolah.

Mataku tak sengaja melihat ibu Dian. Ya, guru yang membuatku terperangkap masalah.

"Berisik. Kalian tidak mendengar ucapan ibu Anis?" potongku pada mereka yang masih saja membela diri. Mereka semua terkejut, tak terkecuali ibu Anis.

Setelah mengucapkan itu aku berjalan keluar. Lebih baik aku pulang. Ika dan yang lainnya pasti sudah menunggu di halte. Aku menceritakan semuanya pada mereka, itu karena Ika terlalu peka aku sedang menyembunyikan masalah. Rasanya lega setelah memberitahu mereka. Mungkin ini yang dirasakan semua orang setelah curhat pada temannya.

"Tenang aja, May. Aku juga pernah masuk BK. Gara-gara main game waktu lagi ulangan. Hebat kan aku." ujar Utami. Kami tertawa, sebelumnya Utami tak pernah menceritakan ini.

"Kok main game sih Ut, nggak cari jawaban di google aja? Kayak temen sekelasku itu." kataku mereka tertawa lagi.

"Justru itu aku nge-game lagi mikir jawaban sebenarnya." Yatna tertawa terbahak-bahak sambil memegang perutnya.

"Ada-ada aja kamu, Ut," kata gadis itu.

"Gimana kalau aku traktir kalian mie ayam?" semua kompak setuju.

"Mie ayam yang di mana?" tanya Ika.

"Di pertigaan, Ka." mata mereka berbinar, ada apa dengan mie ayam di pertigaan itu? Mereka menatap satu sama lain, setelah itu mereka berlari. Aku yang tadinya melongo mengejar mereka. Lari mereka cepat juga.


-m e m o r i e s   n e v e r   d i e-

Siapa yang pernah masuk BK?

Tunggu kelanjutannya
See you😸

11 Mei 2020

MEMORIES NEVER DIE [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang