[Sebuah Jawaban]

45 12 1
                                        

🌺🌺🌺🌺🌺

"Ada tahapan demi tahapan yang harus dilalui. Supaya bisa mencapai kehidupan abadi. Entah itu berakhir di surga, ataupun di neraka."
-Fatim-

🌺🌺🌺🌺🌺

Bapak dan ibu sudah selesai membersihkan diri, menyelesaikan satu persatu aturan yang harus dilakukan setelah beraktifitas di luar rumah.

"Mana, ya, anak yang katanya udah lulus?" goda bapak sembari menyeruput secangkir kopi di depan televisi.

AKu menghambur di pelukan bapak, Tanpa berkata, memperlihatkan file dari link yang diberikan Bu Romlah.

"Ah, kurang seru, masa langsung lulus, enggak ujian dulu." Ibu turut menggoda dan duduk bersama.

Kami menghabiskan waktu berjam-jam dengan saling bercerita. Bapak dan ibu menceritakan kondisi di pasar, hampir semua orang mengenakan masker, tapi ada saja yang bandel tak mau memakai masker atau mungkin tak punya?

Ya, miris memang. Padahal sudah banyak orang-orang dermawan yang membagi-bagikan masker secara cuma-cuma.

Ibu memberitahuku jika pasar saat ini tetap ramai, hanya saja tidak seramai biasanya. Ada beberapa orang yang menjaga jarak sesuai aturan physical distancing, tapi masih banyak juga yang berdempet-dempetan abai akan hadirnya virus korona.

Giliran aku yang membuka suara. Meminta pendapat, dimana aku akan melanjutkan sekolah dan hasil akhirnya dijatuhkanlah pilihan pada sekolah menegah pertama yang hanya berjarak lima langkah dari rumah.

Aku menerima keputusan ini dengan lapang dada. Tak apa selama ini hanya bisa berada di sekitaran rumah, tapi aku berjanji suatu saat nanti, diri ini bisa keluar dari lingkup kecil yang memenjara.

***

Kami asik bercerita selama berjam-jam, sampai akhirnya suara adzan Ashar berkumandang. Sebelum mengambil air wudhu, aku menggapai ponsel di atas meja. Melihat pesan yang bertebaran, siapa tahu ada kabar terbaru yang terlewati.

Di grup kelas enam, ada ratusan pesan yang belum terbaca. Hanya sekilas, malas membaca dengan teliti. Namun, ada sesuatu yang mengganjal. Semua anggota grup ramai membicarakan kondisi Sucipto.

Ya ampun, aku sendiri melupakan Sucipto! Padahal tadi sempat teringat sejenak. Ingin berkirim kabar dengannya.

Aku baca pesan demi pesan secara acak. Menyisiri kata yang bertebaran guna mendapat kabar mengenai Sucipto.

Ada satu voice note di antara pesan-pesan yang bertebaran. Dari Sucipto. Segera aku mendengarkannya. Membunuh rasa penasaran yang bersarang.
Suara gadis kecil terdengar sedikit terisak.

"Aku Ajeng, adik Kak Sucipto. Mohon do'anya, Kakakku dirawat di rumah sakit. Sekarang masih masa-masa kritis melawan korona."

Deg ....

Detak jantungku seakan berhenti. Mendengarkan suara Ajeng. Adik kecil manis itu kenapa kemarin tidak langsung mengatakan kondisi Sucipto padaku?

Ternyata ini jawaban dari pertanyaan yang kemarin menyelimuti pikiranku.
Sucipto. Semoga kamu bisa melewati masa-masa kritis ini.

Aku masih menelusuri pesan demi pesan yang belum sempat terbaca. Kabar duka memayungi percakapan di dalam grup kelas enam.

PANGGIL AKU FATIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang