[Masih Tentang Surat Misterius]

39 11 1
                                    

🌺🌺🌺🌺🌺

"Satu kali saja kita berbohong, maka akan ada kebohongan lainnya."

-Fatim-

🌺🌺🌺🌺🌺

"

Baguslah kalau ini surat terakhir," gumamku.

"Apanya yang bagus?" Novi tiba-tiba saja berada di sampingku. Seingatku gadis berkacamata itu tadi masih mengobrol di depan kelas. Kenapa sekarang sudah ada di sini dalam sekejap?

"Em-mm ... nilaiku ... semoga aja bagus," jawabku kikuk. Menggaruk kepala yang tak gatal.

"Alah ... pasti bohong 'kan kamu! Dah, lah ... jangan main rahasia-rahasia segala." Novi mengibaskan tangannya. Menatapku lekat.

Bukan hal yang mudah bagiku untuk berbohong dan benar. Novi pun tak percaya. Lalu apa yang harus aku lakukan?

"Pasti ada yang dirahasiain, ya ...," selidik Novi.

"Iya, ada," jawabku singkat.

"Apa? Ayo ceritain ... jangan ada rahasia di antara kita."

"Iya, bawel ...."

"Aku dapet-"

Ustadzah memasuki kelas. Sehingga pengakuanku terpotong. Seluruh pelajar duduk rapi mengisi kursi. Kelas ini sangat nyaman. Cat hijau daun memanjakan mata. Aku megakui itu, meskipun sebenarnya warna merah dan kawan-kawan yang berhubungan dengan warna merah adalah favoritku.

Sekilas aku melirik ke arah Novi. Gadis berkacamata itu tampak tenang, menyimak pelajaran. Semoga saja ia melupakan kejadian barusan.

***

Sebelum rahasia ini terbongkar dan semua yang berada di sini tahu keberadaaan tiga surat misterius. Aku harus segera melenyapkannya. Tak peduli seberapa penasaran, ingin mengetahui orang di balik tulisan itu.

Daripada aku harus menodai kesucian nama baik, dengan mendapatkan sanksi. Memakai jilbab warna-warni. Sepertinya lebih baik surat-surat misterius itu dibakar, hingga menjadi abu

Novi mebuntutiku dari kelas sampai ke kamar. Sepanjang perjalanan gadis yang memiliki satu gigi gingsul itu, menerror dengan pertanyaan yang sama. "Apa rahasa itu, Fatm?"

Ah, sepertinya lebih cocok disebut pernyataan dibanding pertanyaan. Atau malah tudingan.

"Jangan nyesel, ya kalau aku kasih tahu rahasianya." Aku meletakan semua barang-barang sekolah di tempat semula, lalu mengambil baju untuk mengganti seragam sekolah yang besok masih dipakai. "Aku ke kamar mandi dulu, tapi, ya. Mau ganti baju. Gerah," imbuhku.

"Iye ... dari tadi ditanyain, tinggal jawab aja susah amat, dah."

Tanpa sepengetahuan Novi aku megambil dua surat yang masih tersimpan rapi di dalam lemari dan juga satu surat yang baru saja didapatkan tadi pagi.

Dag ... dig ... dug ....

Jantungku memompa darah tidak teratur. Suara detaknya seakan bertambah jelas. Alih-alih ke kamar mandi untuk mengganti pakaian. Aku memasuki dapur, mencari korek api yang mungkin tersimpan di sana.

BRAK!

Aku menabrak sesuatu di depan. Sial! Karena terlalu fokus menengok ke belakang diri ini abai dengan sesuatu yang ada di depan.

"Maaf, Mbak ... maaf ...."

Aku mengaduh kesakitan. Mengabaikan permintaan maafnya.

Aku membuka perlahan keduamata yang dari tadi tertutup karena menahan rasa sakit dan kaget. Samar. Seseorang yang menabrakku memakai peci.

PANGGIL AKU FATIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang