[Penyemangat]

89 12 12
                                        

🌺🌺🌺🌺🌺

"Musuh terbesar adalah menghadapi diri sendiri. Maka teruslah  bersemangat mempersembahkan karya yang bermanfaat."

-Neng Muala-

🌺🌺🌺🌺🌺

“Kak Tian itu santri putra terbaik, jarang ada yang tahu nama lengkapnya. Jadi beruntunglah Kak Fatim kenal sama Indah.”

“Ada informasi apa lagi? Udah itu aja?”

“Sementara itu aja dulu, ya, Kak … aku mau belajar buat persiapan ujian madrasah diniyah.”

Penggalian data tentang Aftab Fathian terpaksa harus terhenti. Aku membiarkan Indah belajar. Meskipun dalam sekolah formal aku kakak kelas, tapi di madrasah diniyah kami sekelas.

Hari ini merupakan hari terakhir ujian semester di sekolah formal. Namun, nafas lega para siswa hanya dimiliki mereka yang hanya mengikuti sekolah regular. Bagi kami yang mengikuti kegiatan di pondok, harus menghadapi imtihan Madrasah Diniyah Pondok Pesantren Nurul Hidayah (MDPPNH).

Kitab-kitab yang sedari hari Ahad bertumpukan di aula, satu persatu mulai diambil para santri. Lajnah Taftisul Kutub yang terdiri dari ustaz dan ustazah dibantu beberapa santri senior telah selesai menilai hasil tulisan pegon dalam kitab kami yang telah dikaji selama satu tahun ini.

Jangan tanya mengenai kitab-kitab yang tertera nama ‘Siti Fatimah.’ Aku berusaha sekuat tenaga supaya bisa menulis seperti Indah yang sangat lancar menulis arab pegon. Meskipun hasilnya belum terlalu memuaskan. Bisa terisi penuh saja sudah alhamdulillah.

Beda lagi dengan kitab-kitab yang tertera nama ‘Novianti.’ Semua lembaran kitab-kitab itu masih mulus, hanya ada coretan beberapa garis pena akibat tertidur saat mengaji.  Beruntung selalu ada jangka waktu untuk memenuhi kitab-kitab itu dengan tulisan pegon supaya bisa lulus imtihan dan menuju sesi selanjutnya. Jika tidak, sudah pasti Novi akan tetap berada di kelas yang sama. Tidak ada pengingkatan.

“Fatim, Bengong aja … ayo belajar biar bisa dapet predikat santri terbaik kayak Kak Tian.” Novi menarik tanganku, menuntun untuk mendekati aula. Gadis itu selalu datang tiba-tiba.

Kak Tian? Novi tahu dari mana? Aku tak mengucapkan apapun, hanya saja mataku menyipit dan dahiku berkerut.

“Kamu enggak kenal Kak Tian? Hello … padahal dia santri putra paling terkenal di sini,” jawab Novi.

Aku masih terdiam, sembari mengikuti arahan Novi. Hidup ini rasanya sudah cukup banyak didonasikan untuk mendengarkan gadis di hadapanku ini berceloteh.

Dia sangat berambisi mendapatkan predikat santri terbaik. Novi memang berpotensi. Walaupun banyak yang mengatakan jika tergolong santri putri yang nakal. Tetap saja tidak dapat dipungkiri jika ia sangat cerdas.

Novi duduk di bibir aula, membuka kitab kecil yang kemudian dihafalkan.

“Hm, semangat ya, Nov, aku yakin kamu bisa dapet predikat santri terbaik. Aku do’ain yang terbaik pokoknya, dah, tapi kalo aku pribadi udah minder duluan.” Aku nyengir kuda.

“Kak Fatim! Kak Novi! Sini!” teriak Indah yang berdiri di depan papan pengumuman.

Aku dan Novi berlari kecil menuju papan pengumuman. Disana tertera siapa saja santri yang lulus, dan santri yang tidak lulus.

‘SITI FATIMAH = LULUS TAFTISUL KUTUB’
‘INDAH NUR LAILA= LULUS TAFTISUL KUTUB’
‘NOVITA  ANGGREANI= LULUS TAFTISUL KUTUB’

“Alhamdulillah … akhirnya lulus juga, hasil kerja rodi ternyata cukup memuaskan. Makasih, ya, Fatim … pinjeman kitabnya bermanfaat banget, walaupun aku harus berpikir keras baca tulisan abstrak. Hahaha,” canda Novi yang lebh tepatnya sebuah ejekan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 26, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PANGGIL AKU FATIMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang