/1/
Aku pernah berbisik pada helaian dedaunan yang mendayu-dayu seraya berlagu, "aku merindukannya. Tidakkah ia mendengar kata yang kuucap walaupun tak sempat bersua?"/2/
Adakah sapamu terbawa angin hingga sampai di daun telingaku pada tiap malam yang prematur ini?
Sesekali rindu memang se-menjengkel-kan ini, menyusup diantara amigdala menampilkan sisa-sisa fragmen di kepala. Seringkali rindu merupa bayangmu, suaramu, bahkan dengkur tidurmu. Adakah sampai keluhku di sela-sela kamarmu atau sekadar mampir di sepintas lamunmu?/3/
Namun renjanaku tetap dirundung pilu. Barangkali ia sempat mengetuk pintu hatimu melalui detak dan detik jam dindingmu, menyusup menyerupai bayang yang membuat lidahmu kelu, menyapamu melalui alunan lagu yang dinyanyikan sepasang jangkrik yang berada di luar rumahmu?
Afeksiku ternyata tak melulu menggumamkan namamu. Rupanya ia telah hirap, asmaraloka terlanjur berdusta. Angan harsa dibawa aksa bersama duka./4/
Kemanakah rindumu bersandar? Mengapa terasa hampa?
Kembang-kempis paru-paru saya nyonya, lelah berharap melepas rasanya tak rela. Waktu seakan berjalan mengingkari doa menggilas habis semua cerita, meratap serta memohon untuk menggegam rasa nyonya menghempasnya penuh canda. Geming asa di kepala adakah nyonya percaya? Pada rasa yang terdengar hina.
YOU ARE READING
Niskala
PoetrySekiranya tulisan ini tanpa makna, semoga saja ketika kau membacanya; bergetarlah atma yang menyatu dalam jiwa.