Hujan tidak tidak lagi turun selama 2 hari, mungkin sebentar lagi akan berganti musim. Ya, meskipun cuaca tidak akan sepanas California.
Jarum jam terus berjalan mengiringi setiap peristiwa. Selama jalanan kota cukup ramai ini, suara bisingnya sedikit bisa membantu mengatasi lelah. Suara khas kendaraan lalu lalang dengan paduan udara segar bersama langit mendung tetapi tidak terlalu gelap.
Apapun yang terjadi, semuanya harus berjalan seperti biasanya. Salah satunya adalah keadaan ramai di sebuah rumah besar itu. Beberapa orang masih sibuk dengan alat-alatnya, penata rias berlarian bergantian untuk selalu siap siaga jika dibutuhkan.
Jika hujan tidak turun hari ini, maka mereka akan membuat hujan buatannya untuk kepentingan syuting.Apapun akan dilakukan, apalagi sebentar lagi penggarapan film ini akan selesai. Hanya harus menunggu sekitar 2 hari lagi, dan semua adegannya sudah selesai diperankan. Namun, mereka juga harus menunggu lagi sampai waktu penayangannya. Siapapun tidak sabar dengan film klasik yang juga mengandung unsur haru di dalamnya.
“HAYDEN!!”
Laki-laki itu menoleh saat ia sedang asyik menonton syuting terakhir dari film ini. Alisnya mengernyit, menatap seksama siapa yang saat ini berlarian kecil menuju ke arahnya membawa kotak transparan berisi brownis.
Gadis itu terlihat pucat, dan ia sudah mengetahuinya setelah Kenny berkata jika gadis itu demam sekitar 2 hari. Terlihat sedikit luka diujung bibirnya jika dilihat dari dekat.
“Hello” sapa Hayden seraya tersenyum. Berusaha melupakan peristiwa terakhir yang ia saksikan tepat di acara ulang tahun gadis itu. Ia pura-pura mencubit pipinya hanya untuk memeriksa suhu tubuh gadis itu sejenak.
Sudah sedikit menurun.
Ellen, dia tersenyum lebar lalu berdiri di hadapan Hayden yang sedang duduk di atas meja, sehingga tinggi mereka menjadi sama.
“Aaaaa” pinta El menyuruh laki-laki itu untuk membuka mulutnya, ia sedang ingin memberinya sepotong kue brownis buatannya. Ia hanya bangga karena percobaan pertamanya membuat kue berhasil, semuanya sudah mencoba, hanya saja Hayden selaku chef sungguhan belum mencoba.
Laki-laki itu tersenyum aneh, tidak mengerti dengan tingkah gadis ini yang tiba-tiba.
“Apa ini? Apa aku sedang berulang tahun?”
Ellen terkekeh, menggeleng, lalu kembali meminta Hayden untuk membuka mulutnya.
“Aaaa..” El semakin melebarkan mulutnya agar Hayden segera menurut. Namun, laki-laki itu hanya diam memperhatikan potongan brownis di tangan lentik gadis itu.
Ia bermaksud mengambilnya sendiri kemudian, merasa canggung saat harus menerima suapan dari El.
“Tidak mau..ayo, aaaa”
Gadis itu merebut kembali brownisnya, lalu menginterupsikan Hayden seperti semula. Satu tangannya berpegangan pada meja, karena kepalanya pening. Jadi, laki-laki itu berusaha memegangi lengannya karena ia takut gadis itu masihlah terlalu lemah.
Entahlah, ia hanya berfikiran positif. Semoga saja apa yang ia rasakan itu tidak benar. Semoga saja Ellen benar-benar hanya demam karena kelelahan, bukan karena hal lainnya yang disengaja oleh seseorang. Apalagi melihat beberapa bekas luka dan mata yang sembab membuat Hayden terkadang harus menahan rasa amarahnya.
Ia hanya tidak mau El terluka. Karena…
Ia menyayanginya. Sebagai adiknya, mungkin.
“Hayden..”
Gadis itu mengejutkannya, mengetahui Hayden melamun sembari menatap kedua mata gadis itu.
“Oh, maaf” ujarnya tersenyum bersalah.
Oh yang benar saja, Hayden tiba-tiba mati gaya saat baru saja menyadari ia menangkap sosok horor tengah berdiri di lantai dua sana, menatapnya dari balik jendela seraya memasukkan tangannya ke dalam saku celana. Semoga saja sosok itu hanya bayangan semata.
Ia berdeham, seolah tidak melihat apa-apa. Kemudian ia dengan terpaksa menerima suapan dari El. Dan apa yang terjadi? Gadis itu kegirangan dan diam menunggu jawaban darinya. Komentar tentang brownis tentu saja.
“Hmm…tidak buruk” tukasnya, kemudian mengusap sedikit sisa kue di ujung bibirnya.
“Aku ingin belajar membuat beberapa kue denganmu. Dan omong-omong, aku sudah menciptakan sekitar 5 resep baru akhir-akhir ini”
El duduk disamping Hayden setelah merasa pening di kepalanya semakin menjadi-jadi sehingga laki-laki itu harus sedikit bergeser, namun selalu siaga merengkuh pinggang gadis itu menghindari kemungkinan terjatuh.
Apakah gadis itu menghabiskan waktunya di dapur seharian?
“Oh ya? Wow, jadi ini buatanmu? Tidak buruk juga, kurasa kau sudah siap menjadi ibu”
El menyatukan alis tebalnya, entah mengapa bayangannya sangat sedikit mengerikan. Menjadi ibu?
Ya ya..mungkin hal itu akan terjadi. Tetapi...
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The Camera [Justin Bieber]
FanfictionEllen, gadis itu meninggalkan Justin 2 tahun lalu dengan alasan konyol. Hal itu membuat Justin depresi hingga ia berubah menjadi seseorang yang buruk dan menyedihkan. Lalu, mereka bertemu kembali dalam sebuah drama yang mengharuskan keduanya bermain...