.03. Syarat

104 21 11
                                    

Kini Arsen dan Alya tengah berada di salah satu cafe. Alya mengaduk-adukkan makanannya dengan lesu hingga membuat Arsen geram sendiri.

"Makan yang bener!" Gadis itu menggeleng. Sesekali ia menyalakan ponselnya untuk melihat apakah pesan yang ia tunggu-tunggu ada atau tidak.

"Ck! Masa Axel gak kasih kabar apa-apa," gerutu Alya sambil melipat kedua tangannya didada. Arsen menautkan salah satu alisnya. "Axel?"

Alya mengangguk. "Lo suka sama dia?" tanya Arsen dengan ekspresi yang cukup serius bagi Alya hingga membuat gadis itu merasa takut. "I-iya."

"Ck! Gak boleh! Cepet move on!" sentak Arsen. Gadis itu terbelalak tak percaya. Alya menggeleng tegas. "Lo siapa ngatur-ngatur gue, hah?!"

Arsen mendengus kesal sembari memalingkan wajahnya. "Kalau lo mau hidup tentram, gue saranin jangan deket-deket sama Axel," katanya.

Alya merotasikan kedua bola matanya lalu menatap Arsen dengan datar. "Kalau gitu, kenapa lo temenan sama dia?" Arsen mengusap wajahnya kasar.

"Karena lo cewek, makanya gue saranin begitu. Please, percaya sama gue," ucap Arsen sedikit memelas. Alya tertawa pelan lalu menggeleng.

"Gue percaya sama Tuhan." Arsen terdiam kesal. Alya tertawa pelan. "Harus banget gue ikutin kemauan lo?" tanya Alya yang sebenarnya juga jadi sedikit takut akibat perkataan Arsen.

"Iya! Harus! Sebagai ganti nilai minus gue-,"

Alya mengernyit, menunggu Arsen melanjutkan perkataannya. "Lo harus pilih. Jauhin Axel atau jadi teman gue? Eum, temen deket," katanya.

Alya tersenyum jahil. "Kalau gue gak mau dua-duanya?"

"Lo celaka." Alya tertawa meremehkan perkataan Arsen. Gadis itu menyelipkan anak rambutnya ke daun telinga lalu akhirnya menyantap nasi goreng yang sedari tadi hanya ia aduk-aduk.

"Untungnya kalau gue pilih satu?"

Arsen menatap Alya serius. "Kalau lo jauhin Axel, lo aman. Kalau lo pilih jadi temen gue, lo juga aman karena gue akan jagain lo dari Axel," katanya tegas.

"Oke. Deal, mulai detik ini kita temenan."



***



Tepat pada beberapa jam yang lalu, katanya kamar apartemen Alya kemalingan. Semuanya dibuat panik sekaligus bingung, kenapa bisa kemalingan sedangkan untuk masuk ke dalam harus memasukkan kata sandi yang terbilang rumit.

"Mama apa sih?!" sentak Raga dengan kesal hingga membuat Ramya yang tadinya sibuk mondar-mandir kesana kemari mencari barang yang dicuri akhirnya diam.

"Kita kemalingan, Raga!!"

Lelaki itu menggeleng gusar lalu memijat pangkal hidungnya. Raga menarik Ramya untuk duduk di sofa. "Kata siapa kita kemalingan? Tau dari mana?"

Alya yang baru saja pulang dari cafe hanya duduk diam karena tidak tau apa-apa. "Tadi mama liat ada cewek dideket lemari perhiasan mama. Terus pas mama panggil, dia malah kabur. Pasti maling!"

Raga tertawa pelan. "Itu Caca, ma. Aku tadi ajak Caca kesini. Aku yakin Caca kabur karena keadaan rambut mama sekarang, ditambah lampu ruangan deket kamar mama mati. Dedemit!"

Ramya merengut kesal lalu menyisir-nyisir rambutnya yang sudah mencapai pinggang itu dengan jarinya. Rambutnya mengembang. Tak jarang orang rumah terkejut karena keberadaan Ramya yang mendadak muncul dengan keadaan rambut seperti itu.

IF I LOVE MY BESTIE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang