"DEDEEEEEE!! WOY BUKA!"
Ryu yang sedang asyik mengajari Alin main tiktok langsung mendengus kesal saat pintu kamarnya digedor-gedor. Suara kakaknya berisik memanggil-manggil. Tapi toh dia beranjak juga untuk membukakan pintu. Sosok Hasan yang tegap sudah berdiri di balik pintu. Memakai kaos bertuliskan 'ONCE' dan training, rambut super berantakan, dan masih dengan ekspresi mengantuk.
"Apa?! Katanya tadi mau tidur nggak mau diganggu??!" ketus Ryu, masih kesal karena perlakuan Hasan yang cuek tadi pagi.
"Kamu nggak baca whatsapp dari Mamah???" Hasan balik tanya, out of topic.
"Ya enggak lah, kan hape-nya lagi buat main tiktok??" sahut Ryu.
Hasan berdecak panik. "Ituㅡ si Mamah udah lagi di jalan mau pulangㅡ Alinㅡ kita harus bilang apa nanti? Aduh nggak ada persiapan!"
"Hah?? Kapan bilangnya? Baru atau udah lama? Ahㅡ om Satria masih di sini atau udah pulang?" Ryu ikut panik setelah tahu apa yang terjadi.
"Ya nggak tau atuh!" decak Hasan lagi. "Bilang Alin temen dede bisa aja sih, tapi kalo ntar ditanya rumahnya di mana, anak siapa, semalam berbuat apa, mau jawab apa??"
Alin menelan ludah. Benar kata Hasan, dia belum mempersiapkan jawaban bohong. Kan tidak mungkin mengaku kalau rumahnya yang paling besar di puncak bukit dan orangtuanya seorang penjajah. Dia juga tidak tahu orang jaman sekarang masih membenci penjajah atau tidak.
"Iya, kalo bisa mending si Mamah jangan ketemu Alin dulu," Ryu mengangguk setuju. "Paling bahaya sih kalo nanti jadi bahan gosip sekomplek. Euh, udah euy itu mah gawat pisan."
"J-jadi saya harus gimana?" tanya Alin, mulai merasa keberadaannya terancam.
Hasan berpikir keras sembari menatap Alin. "Anterin aja gitu ke rumah Jenan? Siapa tau om Satria udah balik ke Jakarta."
"Ya udah sana, dede mau menghilangkan jejak dulu biar si Mamah nggak tau ada yang nginep di sini," kata Ryu.
"Alin, ayo!" ajak Hasan. "Nggak ada yang ketinggalan kan?"
"Nggak ada sih, tapiㅡ"
"Tapi??"
Memang tidak ada yang ketinggalan karena Alin tidak punya apa-apa kecuali selembar kain selendang yang ia kenakan saat menjelajah waktu ke masa kini. Tapi masalahnya... jerawat. Masa bertemu Jenan lagi dengan jerawat di mukanya?
"A-anu- bukan apa-apa hehehe," akhirnya Alin urung menyatakan keresahannya.
"Ck- kirain apa. Ayo ngintip rumah Jenan lewat pintu samping, semoga om Satria udah pergi!" ujar Hasan sambil menarik lengan Alin menuruni tangga rumahnya.
Mereka keluar dari pintu, menyeberangi halaman yang indah ditumbuhi rumput dan berbagai bunga. Tujuannya adalah pintu samping yang menghubungkan rumah Hasan dan Jenan. Sekilas Alin mengernyit karena mencium sesuatu dari tubuh Hasan saat mereka mengendap-endap berdua. Agak amis. Bau darah? Ahㅡ mungkin cuma perasaannya saja.
*****
"Nan."
"Apaan?"
"Lo homo ya?"
"Apa sih aneh-aneh aja."
"Selama ini lo pura-pura deket sama si Hasan sebagai temen, padahal sebenernya lo naksir dia kan?" tanya Mahendra sambil mencuci piring.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Who Came from the Past
Ficção Geral"Sebenernya kamu itu siapa?" "Aku itu kamu, tapi versi masa lalu..." Liburan semester kali ini Jenandra panik setengah mati karena di suatu sore dia tidak sengaja menjatuhkan pot bonsai dari balkon dan melukai seseorang perempuan sampai pingsan. Sia...