11. Jemput di Bandara

130 17 8
                                    


Alunan melodi dari lagu Story of My Life milik One Direction membuat ketiga penghuni mobil itu bernyanyi sambil menghayati, bahkan Julio sampai pura-pura menangis. Avi bersandar di jendela dan berpura-pura sedang berada dalam video musik. Sementara Kavi berkali-kali memejamkan mata saat ada kesempatan berhenti.

"Lu galau, ya? Kok lagunya sedih mulu sih jadi pengen nangis kan." kata Julio agak berlebihan. Tapi dari kesepuluh lagu yang Avi putar dari ponselnya, semuanya merupakan lagu bernuansa sedih.

"Oh lu mau yang semangat, sabar." Avi mengambil ponselnya lalu mencarikan lagu untuk Julio. Setelah menemukan, Avi lalu menekan lagu tersebut, lagu yang sementara diputar jadi terpotong dan berganti.

Lagu Drag Me Down milik One Direction pun terputar. Tak terduga, Kavi mulai heboh dan bernyanyi sambil berteriak.

Avi dan Julio ternganga, melirik satu sama lain, tetapi juga ikut bernyanyi dengan heboh.

Setelah lima lagu lagi sudah selesai diputar, Avi mencabut kabel yang Ia pasangkan pada radio mobil Kavi. Sudah capek berteriak katanya.

"Ya sekarang kita ngapain dong kalau bukan nyanyi?" tanya Julio, si cepat bosan.

"Sabar gua mikir." kata Avi sambil mengutak-atik ponselnya.

"Oh iya gua nanya dong." kata Kavi.

"Nanya aja." jata Avi dan Julio kompak.

"Kalian ini sebenarnya mau jemput siapa sih?" tanya Kavi penasaran, mengangkat satu alisnya tetapi masih tetap fokus pada jalanan di depannya.

"Oh, kita mau jemput nyokap bokap." jawab Julio santai diikuti anggukan oleh Avi karena masih terfokus pada ponselnya.

"Jemput nyokap bokapnya siapa?" tanya Kavi bingung.

"Kita berdua lah."

Kavi semakin bingung, sulit mencerna.

"Nyokap bokap kita berdua itu punya bisnis properti sama-sama. Kita juga udah kenal dari lama karena bisnis itu." jelas Julio.

"Dan kebetulan mereka di luar kota?"

"Yoi, karena ada projek besar jadi mau gak mau harus keluar kota." kali ini Avi yang menjawab.

"Kalau orang tua lu di sini aja nih?" Julio mulai penasaran karena pada dasarnya anak ini tukang kepo.

"Yoi dong." jawab Kavi singkat.

"Kerjaan kantoran, ya?" tanya Julio.

"Wah engga bro, bokap nyokap ada restoran keluarga. Kalau yang kantoran mah kakak gue."

"Eh kok gue ga tau tuh?" tanya Julio, karena Ia belum pernah mendengar berita seperti ini.

"Lah orang kita sering makan bareng di sana masa lu ga perhatikan." Kavi terheran begitupun Julio.

"Nama restoran lu apa emang?"

"EKAI Food, masa lu ga tau." jawab Kavi.

"EH GUA SERING KE SANA TAPI GA PERNAH PERHATIKAN." saking terkejutnya Julio sampai berteriak.

"EKAI itu apa sih?" tanya Avi, Ia sering makan di sana tapi tak tahu apa kepanjangannya.

"Emilio Kavithala Alexa Isabella." jawab Kavi.

"Itu semua siapa lu?"

"Emil kakak gue, Alexa sama Isabella adek gue." jawab Kavi.

Rahasia ini belum pernah Kavi katakan ke orang lain selain sahabat dekatnya. Namun, tak apa lah promosi restoran sendiri ke teman seangkatan. Hitung-hitung pendapatan.

"Lu jago masak, dong?" tanya Avi.

"Ga jago juga sih tapi bisa."

"Itu Pizza restoran lu enak banget gila." kata Julio sambil menghayal ada Pizza di depan matanya.

"Air liur tuh di lap dulu." kata Avi sambil menyodorkan tisu, Kavi tertawa terbahak-bahak melihat tingkah keduanya. Sisi yang selama ini Kavi kubur dalam-dalam perlahan muncul ke permukaan.

Kavi yang dikenal di sekolah jarang terlihat senyum. Sekalinya senyum juga, hanya bisa dinikmati sedetik saja. Tapi hari ini, Kavi penuh canda tawa. Rasanya seperti mengenal dua kepribadian yang berbeda dari seorang kapten voli sekolah.

"Kavi lu di sekolah jarang senyum kok hari ini ketawa mulu deh?" Julio sudah tak tahan untuk melontarkan pertanyaan itu dari mulunya.

"Hahahaha gue males aja sih kalo di sekolah. Biasa gue senyum dikit aja pada teriak. Dikira kuping gua megaphone." jelas Kavi.

"Padahal enak loh jadi idaman semua orang."

"Elu denger dari mana coba? Sini orangnya gua ajak gelud." Kavi mulai kesal.

"Menurut gue sih enak aja gitu dikelilingi fans fans." Julio berpendapat.

"Gak enak banget asli. Itulah makanya gue seneng pas gue ketemu kalian yang aneh-aneh. Gue bisa bebas ngapain soalnya. Kalau di sekolah mah gerak dikit udah dapat berita gue jatuh lah, luka lah." jelas Kavi dengan segala kekesalan yang Ia keluarkan.

"Iya juga ya, gak enak banget." Avi mulai mengerti kesulitan seseorang menjadi idaman di sekolah.

Barbies dan Cheatos memiliki popularitas yang cukup tinggi di SMA Castellar tapi penggemarnya tak sebanyak Kavi, jadi Avi cukup mengerti kesulitannya. Kapten-kapten atau ketua-ketua di sekolah pasti banyak penggemarnya, tak heran banyak gosip yang beredar. Avi dan Julio juga biang gosip jadi mereka dapat memaklumi.

"Elu sih jadi kapten voli." kata Julio santai.

"Matamu. Gua ditunjuk sama senior gue tuh."

Avi tersentak, langsung kepikiran sang kakak. Karena penasaran, Avi langsung bertanya.

"Yang nunjuk lu buat jadi kapten namanya siapa?" tanya Avi.

"Bang Everest yang nunjuk gue sih, yang lain juga setuju jadi gue lah yang jadi kaptennya."

Sudah bisa dipastikan bahwa Avi dan Julio menganga lebar.

"Eh loh kok? Avi, bang Ever?" Julio menampakkan wajah bingungnya.

"Abang lu kan?"

"Kok tau?" tanya Avi semakin bingung.

"Ya tau lah. Nah udah sampai, nih. Ayo turun." kata Kavi cekikikan sendiri setelah mobilnya terparkir sempurna sementara Avi dan Julio masih kebingungan.

GRAVITY [Completed✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang