Dua bulan berlalu, semua berjalan sempurna. Bolt pindah sekolah ke Tokyo, Naruto sedang sibuk mengurus pekerjaanya di kantor cabang Tokyo, sedangkan Hinata sibuk mengurus anak dan suaminya dirumah.
"Tadaima." Naruto melangkah masuk ke kediamanya.
"Okaeri Naruto-kun." Hinata melepas apron nya dan melangkah ke pintu depan.
Naruto melepas coat dan memberikanya pada sang istri. Ia mengecup bibir istrinya singkat lalu merangkul pinggangnya. "Hinata kenalkan ini Kakashi, dia yang membantuku di Kantor."
Hinata membungkuk sopan dan tersenyum menyambut tamu suaminya itu, Naruto memang sudah mengatakan akan mengundang rekan kerjanya dari Kaukasia untuk makan malam disini, maka dari itu ia memasak makan malam spesial.
"Senang bertemu denganmu." Kakashi membungkuk sopan.
Ia mengedarkan pandanganya ke seluruh rumah, Naruto memang memiliki selera bagus untuk sebuah hunian. Jujur ia tak menyangka Naruto mengundangnya makan malam dirumah saat ia di Jepang, ya saat ia bekerja dengan Menma, mana pernah ia diajak makan malam apalagi dirumah, yang ada ia dan Menma terus berselisih paham. Bekerja bersama Naruto benar-benar terasa seperti bekerja bersama Minato dulu.
Naruto benar-benar mirip dengan ayahnya, meski bertangan dingin, dia adalah pribadi yang hangat dan sangat mencintai keluarganya terlihat dari caranya memperlakukan istrinya barusan.
"Masuklah, makan malamnya sudah siap." Hinata berujar lembut seraya tersenyum.
"Ah, terima kasih." Ujar Kakashi seraya melangkah masuk.
"Bolt ada dimana?" Naruto menoleh ke kanan dan kiri mencari putranya itu, biasanya Bolt akan berhamburan lari keluar memeluknya saat ia pulang bekerja.
"Tadi dia di sofa." Hinata menoleh ke sofa namun putranya sudah tidak ada.
"Rawrrr!" Bolt keluar dari balik dinding sambil memakai tutup kepalanya yang berbentuk macan.
Naruto terkekeh dan langsung menggendong putranya, mengangkat tubuh mungilnya "macan kecil kemari kau.." ia mengecup pipi Bolt.
"Ayah, tadi aku menggambar macan disekolah." Celoteh Bolt sambil menatap ayahnya.
"Ohya? Pasti gambarnya bagus, Bolt kan pintar menggambar." Jawab Naruto dengan atensi penuh, ya tiap putranya cerita ini dan itu ia harus menanggapinya seperti ini agar putranya merasakan bahwa ceritanya didengarkan dengan baik.
"Hm, nilaiku sembilan."
"Anak ayah pintar sekali." Ia mengusap surai putranya dan menurunkanya didekat meja makan. "Bolt sapa paman Kakashi, itu teman ayah."
Bolt menoleh kebelakang ayahnya dan mendapati seorang paman bertubuh tinggi berdiri disana, ia membungkuk sopan menyambut tamu itu.
Kakashi hanya bisa ternganga, demi tuhan anak itu persis Naruto dari ujung kaki hingga kepala. Jadi perbincangan di telepon itu memang benar Naruto mengucapkan 'putraku.' ia pikir dirinya salah dengar.
"Duduklah." Ujar Hinata seraya melangkah ke dapur mengangkat sepanci Sup Dashi diatas kompor. Ia meletakanya ditengah meja makan yang sudah tersusun rapi.
.
Suasana makan malam itu berlangsung menyenangkan dan hangat, Hinata tidak tahu Naruto se-akrab ini dengan Kakashi. Beberapa kali mereka saling melempar lelucon konyol.
"Besok akan jadi hari besar iya kan?" Naruto berujar santai.
"Hm, kau tahu semua staff sedang gugup karena meeting besok." Kakashi terkekeh saat mengingat ia keluar dari kantornya dan mendapati semua orang masih sibuk bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden
RomanceBulan madu panjang yang indah itu, berubah menjadi tragedi hanya dalam hitungan menit. Tak pernah terbayangkan dalam mimpi terburuknya sekalipun, tragedi menyedihkan ini terjadi dan merenggut satu-satunya sumber kebahagiaan yang ia miliki.