Distance

3.7K 437 103
                                    

"Nghh." Hinata merintih merasakan perutnya berkontraksi lagi.

"Hinata, kau baik-baik saja nak?" Hiashi menggenggam tangan putrinya erat. Hinata akan melahirkan, besok. Ada rasa cemas yang begitu membuncah di dadanya, ia benar-benar khawatir.

Hinata memiringkan tubuhnya seraya merintih, seluruh tubuhnya terasa sakit. Kepalanya dipenuhi pemikiran-pemikiran yang membuatnya semakin kalut.

Enam bulan lalu, ia membuka mata setelah koma selama kurang lebih tiga bulan. Saat itu kepalanya terasa kosong, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, beberapa orang mengerubunginya. Ia tidak mengerti apa yang terjadi, seolah telinganya berdengung dan semua orang terlihat asing dimatanya.

'Kau siapa?'

'Aku dimana?'

Pertanyaan-pertanyaan konyol itu selalu terlontar dari bibirnya setiap hari, seolah ia diletakan disebuah ruangan penuh dengan orang asing yang memberinya sebuah cerita. Ya, cerita hidup yang orang katakan adalah cerita hidupnya. Tak ada pilihan kecuali percaya.

Ia mendengarkan semua cerita itu dan mulai memahaminya, dirinya adalah seorang wanita hamil yang mengalami kecelakaan hebat, naasnya suaminya pergi meninggalkanya setelah kecelakaan itu. Ya, lagipula mana ada pria yang mau dengan wanita hamil, lupa ingatan dan tidak tahu apa-apa sepertinya. Jika bukan keluarga, dipastikan mereka muak menjelaskan kisah hidupnya nyaris setiap hari.

"Tou-sama, suamiku siapa namanya?" Tanya Hinata lirih, ia akan melahirkan bayinya besok. Ia ingin tahu, setidaknya siapa nama pria itu, agar kelak ia bisa ceritakan pada putranya secuil saja cerita tentang ayahnya.

Hiashi menggenggam erat jemari Hinata, ia tersenyum sendu. "Uzumaki Naruto."

Hinata tersenyum tipis, ia sama sekali asing dengan namanya. "pria seperti apa dia?"

"Kau sangat menyukainya, dia pria cerdas dan juga hangat." Hiashi tidak ingin menutupi apapun dari Hinata kecuali soal alasan pria itu pergi meninggalkan putrinya.

Setetes air mata turun kepipi Hinata, perasaan sedih tiba-tiba saja bergumul dihatinya. Ia membayangkan kehidupan pernikahan seperti apa yang ia lalui bersama pria itu? "kenapa dia pergi meninggalkanku?"

Hiashi menghapus air mata dipipi Hinata "Hinata, kita sudah pernah membahasnya."

"Dia sudah tidak menginginkan ku lagi." Hinata mengangguk mengerti, jika pria itu tidak menginginkan dirinya lagi.

Namun kenyataan itu selalu menohoknya, memang ia cukup sadar bahwa dirinya benar-benar tidak berguna sekarang. Lagipula apa yang ia harapkan, suaminya ada disini menemaninya dan mendukungnya disaat sulit?

Ah hal semacam itu hanya ada di dongeng saja.

Kenyataanya? Semua pria pasti akan lari begitu memiliki istri yang koma berbulan-bulan dirumah sakit, apalagi terbangun dalam keadaan lupa ingatan, sangat merepotkan bukan? Jelas saja suaminya pergi, jangan salahkan pria itu dia hanya mengambil keputusan yang manusiawi.

"Tapi bayinya bagaimana, apa dia tidak ingin bertemu dengan putranya?" Tanya Hinata dengan suara parau.

Hiashi menghela napas berat, "Hinata, apa kau masih mengharapkannya peduli?"

Hinata mulai terisak. Jauh dalam lubuk hatinya tentu saja dirinya masih mengharapkan pria itu peduli setidaknya pada bayinya. Tapi yang keluar dari bibirnya justru sanggahan.

"Tidak.."

"Hinata, dia bahkan sudah pergi entah kemana sekarang. Kita rawat bayinya, dan lupakan soal pria itu, kau harus memulai lembaran baru hidupmu." Hiashi sempat goyah ketika melihat putrinya begitu tersiksa karena kehamilanya dan memutuskan ingin memberitahu Naruto soal keberadaan Hinata yang sebenarnya.

HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang