Had

3.8K 417 22
                                    

Hinata membuka pintu kediamanya dan mempersilahkan sang ibu mertua untuk masuk. "silahkan masuk bu."

"Hm." Kushina hanya bergumam lalu melangkah masuk, ia melihat banyak sekali foto-foto diatas kabinet. Ia memandangnya dengan tatapan sendu, Naruto benar-benar sudah bahagia bersama keluarganya. Ia bisa melihat cahaya dimata biru putranya yang sudah lama sekali tidak dilihatnya.

Ia menyentuh foto-foto masa muda Naruto serta istrinya dan beberapa piagam penghargaan dapur profesional milik putranya. Mungkin memang benar, putranya itu tidak tertarik sama sekali dengan bisnis ayahnya, tapi ia tahu apapun yang Naruto lakukan, dia akan melakukanya dengan baik. Anak itu sangat cerdas, ia tahu itu.

Hinata merasa sedikit canggung, ini adalah kali pertama ia dan ibu Naruto bicara berdua seperti ini. Saat hari pernikahan pun mereka hanya bicara sekilas saja. "duduklah bu, aku akan buatkan teh."

Kushina melangkah masuk ke ruang tamu dan duduk di sofa besar itu. Pandanganya langsung mengarah ke foto keluarga besar yang terpajang di dinding tepat diatas TV. Terlihat sempurna, Naruto, Istrinya, dan juga putra mereka.

TAK

Hinata meletakan dua cangkir teh diatas meja dan duduk dihadapan ibu mertuanya. Ia duduk sambil memegang perutnya yang terasa kencang sejak semalam saat ia berlari menaiki tangga ke atap.

Kushina baru menyadari, saat istri Naruto tidak memakai coat bahwa dia sedang hamil. "berapa usia kandunganya?"

"Empat bulan." Hinata sedikit menutupi perutnya karena ia merasa ibu Naruto terus menatapnya dengan tatapan sulit diartikan.

Kushina tersenyum tipis, itu artinya ia akan memiliki dua orang cucu. "bayinya perempuan atau laki-laki?"

Hinata mengusap perutnya "bayi perempuan."

Kushina mengangguk, keluarga putranya akan sempurna setelah bayinya lahir, sepasang anak laki-laki dan perempuan terdengar sangat manis. "bagaimana Naruto sebagai sosok ayah?"

"Dia luar biasa." Hinata berujar sendu "aku dan anak-anak beruntung memilikinya."

Kushina merasa tertohok dengan ucapan itu. Ketika dirinya dan Menma mengusir Naruto begitu saja, istri dan anak-anaknya justru merasa beruntung memilikinya. "terima kasih Hinata."

Hinata menahan air matanya "aku yang berterima kasih."

"Untuk apa?" Kushina merasa, dirinya bukanlah ibu yang berguna untuk Naruto.

"Untuk semuanya, tanpa semua masalah itu kami tidak akan pernah bisa sampai pada titik ini." Hinata yang melihat sendiri, bagaimana Naruto berjuang melewati masa tersulit dalam hidupnya. Pria itu telah banyak berubah menjadi sosok yang luar biasa seperti sekarang.

Dulu dirinya dan Naruto hanyalah dua remaja yang saling jatuh cinta. Keadaan menuntut mereka untuk sampai pada titik ini, tidak ada pilihan lain selain untuk saling menguatkan.

"Aku menghancurkan hidupnya." Kushina mengusap air matanya yang kembali mengalir ke pipi. "kau pasti sudah tahu kalau aku pernah mengusrinya."

"Aku tahu." Hinata tidak akan melupakan masa-masa sulit itu.

"Pasti dia sangat kalut saat itu." Kushina mengucapkanya seraya terisak.

Hinata menggeleng "dia bukan hanya kalut, dia hampir mati saat itu." Entah kenapa, emosinya selalu bergejolak tiap kali mengingat pria yang ia cintai itu pernah disakiti orang-orang terdekatnya.

"A-apa?" Kushina terbelalak.

"Dia merasa begitu bersalah atas kematian ayahnya, dan dia berencana untuk bunuh diri begitu kembali dari Kaukasia saat itu." Hinata menangis terisak tiap kali mengingat kembali kejadian itu. Ia bisa merasakan keputusasaan yang dialami Naruto saat itu.

HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang