04

86 19 8
                                    

Triing

Prang

Alarm yang berdering kuat dari jam weker di atas meja sampai terhempas ke lantai karena tak kunjung dimatikan, hal itu membawa Yamada menuju alam sadar. Nafasnya sesak saat matanya melirik ke arah jam yang bertengger di dinding sudah menunjuk pukul 12.15 siang.

Badannya dengan reflek mengambil posisi duduk menghadap layar besar di sisi dinding. Tangan Yamada sibuk meraba sekitaran kursi, mencari remot televisi dan menekan tombol 'on' setelah mendapat barang yang dicari. Ibu jarinya dengan sigap menekan tombol untuk mencari chanel yang sekiranya akan menayangkan kabar berita kriminal terkini.

"tewas bunuh diri di kamar rumahnya pagi tadi."

Kalimat itu seketika membuat jari Yamada berhenti menekan tombol remot. Ia ingin tahu, apakah seorang yang tewas itu adalah Kei, atau bukan.

"Seorang wanita ditemukan tewas bunuh diri di kamarnya oleh sang suami. Diduga kematian disebabkan karena kekurangan darah akibat goresan di lehernya. Polisi masih menyelidiki kasus tersebut. Namun keluarga menolak untuk autopsi."

Sudut bibir Yamada terangkat. Ini yang ingin ia pastikan.

"Sempurna."

Yamada menyeringai. Dia tidak perlu lagi merasa bersalah. Mudahnya jika dunia berjalan seperti yang dia inginkan.

Napas Yamada mengembus lega. Yuya orang yang bisa diandalkan juga. Senangnya bekerja sama dengan pria itu.

Badannya menghempas ke sisi ranjang yang agak lebar. Yamada bisa merasakan tarikan napas yang lancar, darah yang mengalir tenang dan detak jantung yang berdegup normal. Ia kembali pada dirinya semula.

Tak henti-hentinya Yamada mengukir senyum dengan sesekali tertawa.

~♥~

Hei bangun, ayo kita sarapan. Aku sudah siapkan makanan untukmu.

Wajah pucat dengan darah segar mengalir melalui lehernya menjadi pemandangan pertama yang Yamada lihat saat membuka matanya.

"Pergi!" Teriaknya keras.

Aku sudah membuatkanmu sarapan. Makanlah.

Nampan berisi pecahan vas bunga penuh darah disodorkan Kei. Mata sendunya menangis mengeluarkan darah.

"Jangan dekat-dekat!" Teriak Yamada lagi.

Kau penghianat! Tangan Kei terulur menggenggam pecahan vas itu dan bersiap menebas leher Yamada.

"Pergi!"

"Pergi!"

"HAH!!" Mata itu terbuka seutuhnya. Mimpinya masih sama. Kei yang datang ingin membunuhnya. Beberapa hari ini tidurnya kembali tak tenang.

Padahal pak tua itu tidak mengusikku lagi. Tapi kenapa justru istrinya yang menghantuiku.

Ting tong

Sial! Siapa yang mengganggu pagiku?!

Yamada segera merapikan diri. Mencoba setenang mungkin agar tak terlihat ketakutan dalam dirinya.

Ceklak

"Yo.. Yamada Ryosuke."

Seorang bertubuh tegap besar langsung memeneuhi lapang pandang Yamada.

"Kau.. Masuklah." Perintah Yamada tanpa menunggu aba-aba.

"Terima kasih."

Baru saja Yamada membahasnya. Orang itu sekarang sudah duduk bertengger di sofa apato-nya.

"Langsung saja. Aku ingin kau membantuku untuk membunuh seseorang." Mata Yamada membelalak. Tanpa basa-basi orang itu langsung mengutarakan tujuannya yang gila.

"Kau gila?!" Tanya Yamada yang sudah mengepalkan tangannya.

"Hm, begini saja. Kau bunuh orang itu, atau kau akan mendekam di penjara karena kasus istriku?" Yuya menyeringai penuh kemenangan.

"Tunggu dulu.." Yuya berdiri mendekat ke arah Yamada. Ia tertawa mengejek saat mata mereka saling bertemu.

"Jangan bilang kau masih belum bisa menerima jika saat ini kau adalah pembunuh?" Tawa Yuya pecah melihat kantung mata dengan lingkar hitam menghiasi mata Yamada.

"Terimalah jika saat ini kau adalah pembunuh. Dengan begitu, kau tidak akan lagi dihantui rasa bersalah. Aku tunggu kau malam ini. Jangan menghindar atau kupastikan kau akan mendekam di penjara seumur hidupmu."

Selembar kertas kecil berisi alamat diselipkan Yuya di saku celana Yamada.

~♥~

Malam sudah semakin larut. Tapi masih belum ada tanda-tanda kedatangan Yuya. Yamada hanya bisa merutuki kebodohannya yang berakhir menjadi boneka Takaki Yuya.

"Sepertinya kau benar-benar naif. Aku menyukai sikap jujurmu. Atau, ketakutanmu?" Yamada geram mendengar penuturan Yuya. Namun sekuat tenaga ia menahannya. Kebebasannya berada di tangan orang itu.

"Biasa saja bersikap denganku. Ada seorang wanita di gudang itu. Bunuh dan simpan mayatnya yang sudah bersih ke dalam lemari es. Semua sudah kusiapkan. Paketkan lemari es itu ke alamat ini." Mata Yamada membelalak lebar.

"Maksudmu?!"

"Ssttt.. Pelankan suaramu. Lakukan atau--"

"Baik. Sesuai perintahmu." Putus Yamada dengan terpaksa.

"Anak baik. Setelah pekerjaan ini selesai, aku akan membawamu ke tempat yang lebih aman."

Yuya meninggalkannya sendirian. Ia hanya harus membunuh seorang wanita bukan?

Next>>

Gimana nih ceritanya? Bikin penasaran engga?
Aku tunggu komen sama votenya ya.
Kasih saran juga ya untuk penulisannya.
Terimakasih

SHADOW [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang