14

116 17 29
                                    

Yabu membuka buku tebal dengan susunan huruf tegak bersambung membentang di setiap helainya. Beberapa korban yang ia sebut sudah tertulis datanya di sana. Manik matanya berjalan dari kiri ke kanan secara bergantian dengan diikuti mulutnya yang bergerak tanpa suara.

Bugh

Buku itu ditutupnya kasar. Yabu membanting benda yang tidak tipis itu ke atas meja tepat di depan Yamada.

Yamada terpaku. Habislah aku. Kesalnya.

"Jawab dengan jujur bagaimana cara kau membunuh korban-korbanmu!" Yabu berjalan mendekat. Memangkas jarak mereka yang awalnya terpisah beberapa meter.

"Aku bukan pelakunya."

"Kedokmu sudah terbongkar. Kasus yang kau lakukan sudah sedikit menemui titik terang. Anak itu ternyata bisa diandalkan. Membawa terdakwa langsung tanpa aku harus bersusah payah mencarimu di tempat persembunyian."

Daiki bersekongkol dan menjebakku.

"Kau menuduhku tanpa bukti, Detektif Yabu Kota."

"Kau yakin? Apa kau yakin kejahatanmu tidak berbekas? Luar biasa. Percaya diri sekali."

Yabu mendekat. Lelaki yang jauh lebih muda darinya itu turut mundur selangkah dengan Yabu.

"Takaki Kei, menggores lehernya dengan pecahan vas bunga. Nakajima Keito, Takaki Yuya. Ketiganya terlihat bunuh diri. Kasus terakhir, Takaki Yuri. Kasus yang membawaku pada bukti jika mereka adalah korban pembunuhan." Jelas Yabu.

"Ke-kenapa kau menceritakan hal tak penting?"

"Kenapa ya? Mungkin karena aku merasa aneh. Darimana kau memiliki keterampilan sehebat itu. Dan ya, aku masih bertanya-tanya kenapa Takaki Yuri bisa memotong jarinya sendiri. Kalau dipikir lagi, bukankah lucu ketika nadinya telah mengucur darah dan jarinya menghilang." Tatapan Yabu semakin mengintimidasi.

"Bukan aku yang memotongnya!" Elak Yamada.

"Kami juga tidak bisa menemukan potongan jari itu. Dimana kau sembunyikan potongan jari itu?"

"Sudah kubilang! Bukan aku yang memotongnya! Bukan aku pelakunya!" Teriak Yamada lebih kuat.

"Sayangnya, kau harus menjelaskan semuanya di kantor kepolisian." Yabu kembali ke meja kerjanya. Bersiap mengambil gagang telpon untuk menelpon pihak kepolisian.

Sial! Apa yang harus aku lakukan?! Batin Yamada menatap sekelilingnya. Kabur pun tak akan membebaskannya. Ia sudah terjebak. Daiki sudah bersekongkol dengan ayahnya.

Kurang ajar! Jerit Yamada dalam batinnya.

"Kau gemetaran. Menjijikkan. Pembunuh sepertimu." Ejek Yabu mengamati tingkah Yamada.

"Kau!"

Bunuh saja dia. Kau berhasil membunuhku kan? -Kei-

"Kenapa kau pilih kasih? Aku yang tidak bersalah sudah kau bunuh. Bunuh dia." -Keito-

"Menyesal aku mengajari pecundang sepertimu!" -Yuya-

"Pantas saja. Kau lemah! Membunuh lelaki tua sepertinya saja tidak bisa! Kembalikan jariku!" -Yuri-

Suara-suara itu terngiang. Imajinasinya sungguh menyiksa. Dengan pikiran kalutnya, Yamada mengambil sebuah trofi penghargaan di sebelahnya. Berjalan dengan langkah cepat dan memukulkannya kuat tepat di kepala Yabu.

"Ugh. K-kau!"

Yamada menindih tubuh yang sudah terjatuh itu. Mencekiknya yang mulai kehilangan kesadaran.

"Haik. Moshi-moshi. Yaotome desu. Apa ada perkembangan mengenai kasus pembunuhan itu?"

Sial. Rupanya telpon tadi telah tersambung. Akan menimbulkan kecurigaan jika tak ada suara Yabu yang menyauti.

'Moshi-moshi? Yabu san? Mosh...--'

Tut.. Tut.. Tut..

"Eh? Terputus?"

Cklak

Pintu terbuka.

"Dia sudah mati?"

Yamada membelalakkan matanya. Daiki dengan santainya membuka pintu ruang kerja Yabu. Melihatnya yang masih mencengkram leher Yabu yang sudah tak bernyawa.

"Padahal aku masih ingin didampingi orang tua itu saat menikah."

Yamada masih tak berkutik. Ia terlalu bingung dengan semua keadaan ini.

"Tapi karena sudah terlanjur, yasudahlah. Pasti menyebalkan jika harus menikah didampingi olehnya." Lanjut Daiki.

"Kau, biasa saja?" Tanya Yamada ragu.

"Bukankah kau menjebakku dengannya? Kau mengetahui semua?" Tanya Yamada lagi.

"Mau aku bantu memotong jarinya lagi?"

"L-lagi? Kau??"

Daiki hanya tersenyum. Ia mengeluarkan gunting rumput dan berjalan mendekati Yamada.

"Membereskan lelaki tua ini, hal yang mudah. Sisanya, akan aku bantu." Daiki memampang senyum tipis.

"H-ha?"

"Aku mencintaimu, Yama-chan."

Bibir itu saling bertemu. Mereka berciuman disaksikan oleh mayat Yabu yang terbujur bersimbah darah.

Ctak

Jejak telah hilang.

End


Akhirnya tamat juga 😥

Jangan lupa mampir di ceritaku yang lain

Terima kasih 💕

_Akaru Chisaki_
2020.07.14

SHADOW [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang