10

68 17 7
                                    

Yamada masih setia duduk santai di depan televisi sambil melihat kelanjutan kasus-kasus pembunuhan yang ia buat untuk disampaikan wartawan pada berita petang ini. Hingga lelah sampai-sampai matanya berat karena tak menemukan chanel yang memberitakan kasus tersebut. Ia menguap. Untuk menyingkirkan rasa kantuknya, Yamada berjalan ke dapur dan membuat kopi hangat untuk menyegarkan dirinya.

"Melelahkan."

Yamada mengamati jam di sisi dinding. Sudah pukul 6 sore saja. Tapi kenapa si tuan rumah belum juga pulang?

Yamada kembali ke kamar dan meraih smartphone-nya yang tergeletak di atas nakas. Ia hendak menghubungi Daiki, tapi sebelum niatnya terlaksana, notifikasi pesannya terisi dengan nama orang ia pikirkan baru saja.

[Aku mungkin akan pulang telat. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan.]

"Seperti biasa, dia memang sibuk."

Yamada tertawa, rasanya nostalgia. Ia pernah cemas pada Daiki yang tidak mengabarinya pada masa itu. Hubungan yang berakhir begitu saja tanpa ada kata berpisah dari keduanya.

Yamada kembali berpikir, apa yang akan dia lakukan di rumah orang yang sudah meninggalkannya begitu saja dan kembali secara tiba-tiba?

Manik mata Yamada mengitari seluruh ruangan apartemen Daiki. Kakinya juga melangkah pelan mendekat dan menatapi setiap inci sisi dinding yang dipenuhi oleh bingkai foto berbagai ukuran. Sampai satu foto membuat darahnya mengalir kencang.

Foto dirinya yang tengah mencium Daiki terbingkai dengan figura berbeda dari yang lainnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Foto dirinya yang tengah mencium Daiki terbingkai dengan figura berbeda dari yang lainnya.

"Daiki masih menyimpannya. Bahkan aku saja tidak tahu kemana perginya foto ini." Responnya.

Yamada meraih foto tersebut dan diusapnya pelan. "Sepertinya orientasi seksualku sangat unik. Dulu aku menyukaimu, sangat. Mungkin sampai sekarang juga masih. Apa perasaanku pada Kei-san hanya sebatas pelarian karena tidak bisa melupakanmu?" Yamada kembali tersenyum.

Foto itu ditaruhnya lagi di tempat semula. Tangan kanannya meraih ponsel yang tenggelam di saku celana, kemudian ia arahkan benda persegi panjang itu hingga pada layarnya terpampang lagi foto mereka berdua.

Klik

"Ini menjadi foto kita satu-satunya yang aku punya." Senyum Yamada mengembang seketika.

~♥~

"Tadaima."

Daiki kembali ke apartemennya berbalutkan mantel hujan. Di luar sedang gerimis, ditambah dengan keadaan malam hari membuatnya sedikit menggigil kedinginan.

"Okaeri." Yamada meletakkan majalah yang baru saja ia baca. Kakinya cepat melangkah menuju pintu depan apartemen. "Sudah pulang?" Handuk di tangannya berpindah ke bahu Daiki. "Masuklah dan segera mandi. Akan aku buatkan minuman hangat untukmu." Suruhnya.

"Terima kasih." Daiki mengangguk canggung. Kakinya ia seret ke kamar untuk membersihkan diri.

Yamada memutar langkah menuju dapur. Cokelat hangat sepertinya dapat membantu. Selain menghangatkan badan, juga bisa mencairkan suasana canggungnya bersama Daiki.

Dua gelas minuman beserta roti panggangang disajikan di atas meja.

Daiki dengan rambut basah dan masih acak-acakan keluar dari kamar. Matanya mencari sosok Yamada yang ia yakini masih berada di dapur.

"Aku di sini."

Suara Yamada membuat Daiki memutar kepalanya 90 derajat menuju ruang makan. Yamada sudah duduk dan menunggunya di sana. Daiki menyusul kemudian duduk berhadapan dengan pria itu.

"Boleh aku minum?" Tanya Daiki ragu-ragu.

Yamada mengangguk kemudian meneguk minumannya.

"Masih saja sibuk." Yamada memulai obrolan dengan tawa yang ia keluarkan pelan.

"Ada urusan mendadak." Balas Daiki seraya menggigit potongan roti panggang.

Kepala Yamada naik turun, menganguk paham akan tuturan Daiki. Suasana masih canggung. Tidak, dialah yang merasa canggung sendiri. Daiki malah menikmati posisi mereka saat ini.

Cari topik bicara yang lain!

"Ano, foto itu.."

"Hm?"

"Kau masih menyimpan foto kita berdua. Aku melihatnya terbingkai di dinding tadi."

Daiki terdiam sebentar. Tawa kecilnya keluar hingga matanya menyipit. "Apa itu sebuah kejahatan? Aku menyukai foto itu. Juga orang yang ada di dalamnya."

"Aku?"

Daiki mengangguk.

"Kau masih menyukaiku?" Yamada tak habis pikir.

"Tentu. Kau pacarku."

"Tapi kau pergi dan menghilang sekian lama. Aku pikir kita sudah..."

"Ada hal yang tidak bisa aku ceritakan padamu. Dan lagi, tidak ada kata putus di antara kita. Otomatis kita masih sepasang kekasih, kan? Atau kau sudah memiliki orang yang kau cintai selain aku?"

"Tidak. Aku masih menunggumu." Ucapnya penuh harap.

Daiki tersenyum dan mengangguk senang. "Malam ini jika mau, kau bisa tidur di kamarku." Tawar Daiki.

"Tentu."

Next >>

*Calling YamaAri shipper*
Gimana gimana?

Part 10 selesai
Sampai jumpa di hari senin

..AKASAKI..

SHADOW [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang