Asha melangkahkan kakinya keluar, melihat sekumpulan orang yang tengah menunggu orang orang yang pastinya sangat mereka tunggu.
Lily melangkah di sampingnya, mensejajarkan posisinya dengan Asha yang kini sedang mencari udara segar disekitarnya.
"Siapa yang akan menjemput kita?"
"Ny. Shamira sudah memesankan taxi untuk kita Nona"
Asha melangkah, sudut matanya melihat seorang pria yang sedang memegang kertas bertuliskan namanya.
"Itu dia?" Asha memberitahukan Lily tentang keberadaan pria itu.
"Iya Nona, biar saya yang berbicara padanya"
Tidak lama untuk Lily dan supir itu berbicara, mereka langsung meminta Asha untuk masuk ke dalam mobil.
Tidak perlu waktu yang lama untuk sampai, jarak rumahnya dengan airport hanya memakan waktu 2 jam.
Shamira yang melihat kedatangan Asha, langsung berlari dan memeluk putrinya, walaupun ia juga sering menemui Asha di Indonesia tapi akan beda rasanya saat kita menyambut seseorang yang sudah kembali ke rumah.
"Bagaimana perjalananmu sweety?"
"Cukup melelahkan"
"Kau mau makan?"
Asha menggeleng, ia sudah cukup muak dengan makan makanan yang ada di pesawat tadi.
"Aku ingin beristirahat, sampai jumpa Bunda" Asha mencium pipi Shamira dan berlalu meninggalkan wanita itu.
Asha menghampiri kamar lamanya, suasananya masih sama saat dia tinggalkan dulu.
Kilasan balik saat dia menangis terputar secara otomatis diotaknya.
***
"Dia mengkhiatani ku!" Air matanya terus mengalir membasahi seluruh pipinya
Laura hanya diam menyaksikan sahabatnya yang begitu terpuruk saat ini, kondisinya sangat berantakan.
"Kenapa kamu diam?! Apa kamu juga akan berkhianat sama seperti pria itu?!"
Laura menggeleng, ia tak kuasa untuk menjawab pertanyaan itu.
"Maaf, jika aku akan melakukan hal yang sama"
Laura membalikan tubuhnya, pergi meninggalkan Asha yang masih menangis.
"Laura tunggu" Asha menarik lengan Laura, mencegah wanita itu untuk keluar dari kamarnya.
"Jika kamu akan melakukan itu juga, beritahu aku alasannya"
Laura terkejut dengan pertanyaan Asha barusan, sial! Kenapa situasi buruk selalu menimpanya
"Petter tidak memberitahu mu?"
Asha menggeleng.
Laura menghela napasnya panjang, "Hal itu sudah jadi tradisi keluarga kami"
"Apa maksudmu?! Tradisi apa yang kau maksud?!"
Asha membentaknya dengan keras, Laura tidak bisa memberitahu Asha jika keadaannya seperti ini. Bukannya menyelesaikan masalah, justru ini akan menambah kesalahpahaman yang ada.
"Tenangkan dirimu dulu" Laura memegang kedua pundak Asha, mencoba menguatkan wanita ini.
Asha menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia bahkan tak sanggup untuk berdiri. Ia terduduk lemas sembari memeluk kedua lututnya dan ia masih tetap menangis.

KAMU SEDANG MEMBACA
SASHA [ON GOING]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA] Setahun lamanya luka itu membara, namun kini perlahan reda. Kamu datang dengan tiba tiba dan tanpa aba aba. Mendatangkan sebuah rasa yang tak akan pernah ku duga. Akankah kamu melukaiku sama seperti dia yang dulu pernah...