SALAHKAH UNGKAPAN "AKU TAK BISA HIDUP TANPAMU"

107 7 0
                                    

Pertanyaan :

Assalamualaikum.. Izin bertanya 🙏😁
Mungkin kita sering mendengar orang atau membaca sebuah kata² "Aku tak bisa hidup tanpamu" , Padahal kan udah jelas yg memberi kita kehidupan, kematian itu adalah Allah SWT ...
Hhhhmmm...Emang sih sebenarnya masalah kalimat seperti itu kurang pas kalau dibahas, tapi barangkali ada yang mau jawab gak papa , ...
Lantas pertanyaan nya adalah.
Apakah kalimat seperti itu membahayakan terhadap Ketauhidan...?

Terimakasih

Wa'alaikum Salam wr wb

Sebenarnya jika kita menelaah kisah-kisah cinta klasik dari Jazirah Arab seperti Laila Majnun, Jamil & Butsainah dan kisah-kisah lainnya, pada dasarnya cinta yang berlebihan akan mengantarkan Sang Pecinta kepada kematian. Begitu pula rindu yang melebihi dosisnya akan membuat pengidapnya menderita dalam sebuah penyakit yang sebagian darinya mengantarkannya ke ruang operasi. Dan, hanya yang pernah mengalami saja yang mempercayai hal ini. Bahkan di era milenial ini, saya sendiri mempunyai beberapa teman yang sakit-sakitan lantaran berpisah dengan orang ia cintai.

Bahkan, Habib Ali Bin Muhammad Al-Habsyi Pengarang Kitab Maulid Simtud Duror menyebutkan dalam salah satu Qosidahnya yang berjudul Ya Aala Layla:

والحب أعظمه ما يوجب التلف

_"Cinta yang begitu besar akan mengantarkan pada kehancuran (kematian)"_ (Selengkapnya tentang terjemah dari Qosidah Ya Aala Laila bisa dibaca di dalam Buku Akhir Sebuah Cinta).

Memang begitu banyak kisah nyata tentang orang yang kehilangan kekasih yang amat ia cintai lantas meninggal dunia.

Dalam Hakikat Cinta hal. 48, saya mengutip perkataan Finthowaih :

“Suatu ketika aku menemui Muhammad Bin Daud Al-Ashfihani dalam sakit yang mengantarkannya pada kematian. Aku berkata padanya: “Apa kabarmu?”

Al-Ashfihani : “Cinta kepada seseorang yang kau ketahui telah membuatku
seperti ini (sakit parah).”

Bahkan, sebagian pasangan suami istri yang begitu saling mencintai, ketika salah satunya meninggal, maka dia tidak bisa hidup lebih lama. Hanya sekitar 1-2 tahun dia akan menyusul kekasihnya menuju Alam Akhirat.

Ok, itu dari segi cinta. Lantas bagaimana dengan sisi Aqidah?

Perkataan _"Aku tak bisa hidup tanpamu"_
Itu sama dengan perkataan _"Kalau tidak makan, mana bisa kenyang?"_

Secara konteks sama. Lantas, apakah kita akan mengkafirkan orang-orang yang mengatakan hal demikian?

Aqidah atau Tauhid ini konteksnya lebih kepada apa yang diyakini di dalam hati. Jika mengatakan hal demikian dan meyakini bahwa mahluk itu memiliki kekuasan mutlak yang mampu memberikan manfaat dan madharrat, tentunya ini sangat membahayakan Aqidah pengucapnya.

Akan tetapi, sebagian orang yang mengucapkan: "Aku tak bisa hidup tanpamu" ternyata dia bisa hidup sehat makmur setelah berpisah. Berarti dia dusta. Atau, hanya sekedar anggapan belaka yang awalnya ia kira begitu berat hidup terpisah dari orang yang sudah sangat ia cintai.

Adapun masalah ucapan dan konteksnya dengan Akidah. Semua orang yang mendengar juga faham. Redaksi yang digunakan itu hanya sebagai kiasan saja. Seperti menisbatkan kenyang kepada makanan, sedangkan makanan hanya perantara saja. Begitu juga ketika dia menyatakan _"Aku tak bisa hidup tanpamu"_ dalam artian _"Hidupku tak sempurna tanpamu"_ atau seperti makna dalam kisah yang saya sebutkan di Muqoddimah bahwa sebagian orang memang tak bisa lama berpisah dengan orang yang sangat ia cintai yang lantas membuatnya meninggal.

Kenapa bisa demikian?
Cinta atau rindu yang begitu mendalam akan membuat seseorang hidup dalam depresi dan tekanan yang begitu berat. Secara, depresi dan tekanan batin ini merupakan faktor terbesar yang menjerumuskan seseorang dalam sebuah penyakit akut, khususnya asam lambung kronis yang jika berkelanjutan akan membuat fungsi beberapa organ dalam terganggu. Salah satu penyakit ringan perindu berat adalah tipes.

Lantas, bagaimana sebaiknya?
Yah, tak usahlah mengucapkan hal yang demikian. Orang beriman itu tidak lemah hatinya hanya karena urusan asmara. Masih banyak masa depan Akhirat yang perlu dipikirkan lagi dari pada sekedar urusan cinta dengan manusia.

Memang kata guru dari Gurunya Muhammad Al-Fatih: "Seseorang tidak akan merasakan cinta Tuhan sebelum merasakan cinta manusiawi." Tapi, tentunya cinta yang tidak melanggar Syari'at.

Ada kisah menarik kedua putra Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq. Yang pertama adalah Abdullah Bin Abu Bakar. Beliau menikahi Atikah Binti Zaid, sepupu Sayyidina Umar Bin Khottob. Atikah ini seorang wanita yang begitu sangat cantik, hingga Abdullah berlebihan dalam mencintainya. Melihat anaknya berlebihan dalam hal mencintai, Sayyidina Abu Bakar menyuruhnya untuk menceraikan Atikah. Setelah diceraikan ternyata hati Abdullah terus terpaut dengan mantan istrinya hingga beliau menggubah beberapa syair yang berisi tentang keresahan hatinya setelah berpisah dengan pujaan hati. Merasa iba atas apa ya g menimpa anaknya, Sayyidina Abu Bakar lantas menyuruhnya untuk rujuk dengan mantan istrinya.

Kisah yang kedua adalah Abdurrahman Bin Abu Bakar. Dikisahkan ketika ia berdagang ke Syam, ia bertemu dengan Laila Bintil Jaun yang cantik jelita. Ketika itu Syam belumlah masuk dalam wilayah Islam dan penduduknya masih kafir. Setelah pulang dari Syam, Abdurrahman banyak menggubah syair yang menggambarkan cintanya kepada Laila, hingga syairnya terdengar oleh Khalifah Umar Bin Khottob. Akhirnya Sayyidina Umar berpesan kepada panglimanya ketika hendak membebaskan Syam, ketika Syam sudah dikuasai oleh Kaum Muslimin, maka berikanlah Laila Bintul Jaun kepada Abdurrahman.

Abdurrahman mempunyai beberapa istri selain Laila. Namun, cinta yang berlebihan kepada Laila membuatnya berpaling dari istri-istri yang lainnya hingga akhirnya mereka mengadu kepada Sayyidah Aisyah saudarinya. Hingga akhirnya terjadi sesuatu yang membuat kecantikan Laila berubah (diriwayatkan ia terjatuh dari unta yang membuat sumbing bibirnya). Lantas Abdurrahman membencinya dan menjauhinya.

Melihat saudaranya telah melakukan kesalahan, maka Sayyidah Aisyah menasehatinya: "Dahulu kau berlebihan dalam mencintainya hingga mendzolimi istri-istrimu yang lainnya. Kini kau berlebihan membencinya hingga mendzoliminya. Jika tidak bisa kau penuhi haknya, maka biarkanlah ia kembali ke rumah orang tuanya." Akhirnya Abdurrahman memilih untuk pisah.

Cinta sewajarnya saja, kecuali kepada Allah dan Rasul-Nya. Bahkan, tidaklah sempurna iman seorang muslim hingga Rasulullah Saw lebih ia cintai dari keluarga dan dirinya sendiri.

Jadi, cinta itu mempunyai prioritas dan perlu yang namanya manajemen hati agar cinta tak salah arah yang malah menghancurkan hidup sang pemilik cinta tersebut. Semoga Allah menjaga kita dan keluarga kita dari cinta yang salah dan menganugerahkan kita sebenar-benar cinta kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya.

Wallahu A'lam Bish-Showab.
By: Imam Abdullah El-Rashied

Link Buku:
Hakikat Cinta: https://my.w.tt/N202cJRvUT & https://t.me/hakikatcinta/6
Akhir Sebuah Cinta : https://my.w.tt/Exi1LZ4vUT & https://t.me/hakikatcinta/50

Mukalla,  20 Ramadhan 1441 H / 13 Mei 2020.
➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Silahkan dishare, semoga bermanfaat.
Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa menunjukkan kebaikan, maka ia mendapatkan pahala yang sama dengan orang yang melakukannya." HR. Muslim
"Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat."  HR. Bukhari

DISKUSI CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang