Angin berhembus dengan pelan, menggoyangkan daun-daun yang kini menari dengan indahnya.
Kaki itu berjalan dengan cepat, peluh membanjiri kening gadis itu.
Mata indahnya melirik arloji yang melingkar manis di pergelangan tangannya.
"Eh kucel, ngapain lo lari-lari?" Teriakan itu membuat gadis itu berhenti.
Ketika matanya bertabrakan dengan mata kopi laki-laki yang sedang berteriak itu, ia membelalak dan dengan segera menambah laju jalannya hingga berlari kecil.
Namun sepertinya nasib sial sedang memihaknya pada hari ini, tangannya begitu saja dicekal oleh laki-laki itu.
"Wah wah, sombong amat lo!" laki-laki itu tersenyum mengejek.
"Dimas, lepasin aku!" cicit gadis itu takut.
"Eh Zidny, denger ya baik-baik. Lo kalau disapa itu ya sapa balik, jangan sok cantik deh lo!!"
"Eh guys, liat ni cewek sombong amat. Dia pikir dia oke banget apa?" Dimas terkekeh mengejek
Kemudian teman-temannya yang dipanggil tadi hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh.
Zidny merupakan gadis manis yang memiliki nasib sial dikarenakan Dimas-lelaki yang pintar dan luar biasa tampan- selalu membully dan mengusilinya.
Zidny yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang minim sangat sedih ketika kata-kata yang tidak megenakkan terlontar dari bibir tipis lelaki yang masih mencekal pergelangan tangannya.
Berbagai hinaan sering ia dengar, mulai dari hinaan tentang caranya berpakaian hingga wajahnya. Menurutnya sendiri tidak ada yang salah dari dirinya. Semua normal, bahkan beberapa laki-laki di luar sana memujinya manis. Namun, entah kenapa semua itu tidak membuatnya tersanjung sedikitpun.
"Dimas aku mau masuk, aku udah telat." Zidny berusaha melepaskan cekalan di tangannya.
"Widih, tumbenan banget anak rajin satu ini telat. Abis ngapain lo semalem?"
Zidny tidak menjawab sambil terus berusaha melepaskan cekalan itu.
"Oke kali ini gue lepasin, tapi bukan berarti urusan kita kelar!" sembari mengatakan itu, cekalan pun terlepas.
Merasa ada kesempatan emas, Zidny langsung berlari menuju ruang kuliahnya.
●●●
Butiran air itu berubah menjadi aliran air, langit yang tadinya cerah kini tertutupi awan kelabu.
Sang fajar sudah tidak nampak, mungkin ia sedang lelah untuk menjalani tugasnya.
Gadis itu-Zidny- berdiri di koridor kampus, menantikan hujan reda atau setidaknya alirannya berubah menjadi lebih ringan.
Ia berdiri dengan gelisah, matanya menatap sekitar dengan waspada.
Hembusan nafas lega keluar begitu saja saat orang yang dihindarinya tidak berada dalam jangkauan pengelihatannya.
Ia bersiap untuk menerobos hujan sebelum tepukan pada bahunya menghentikan niatnya.
Matanya membelalak melihat Dimas dengan senyum miring andalannya.
Sekilas, Zidny terpana akan wajah rupawan yang terpahat dengan sempurna di depannya. Mungkin Tuhan sedang tersenyum saat menciptakannya.
Andai saja orang yang kini berhadapan dengannya ini tahu perihal perasaannya.
"Lo lupa kalau urusan kita belum kelar?" Suara berat itu membuyarkan lamuannya.
"Urusan apa lagi?" Jawabnya sambil menunduk.