Bagaimana rasanya hidup dengan kedua orang tua yang saling berbagi kasih hingga mereka tua?
Bagaimana rasanya hidup dengan kebahagiaan yang nyata?
Senja ingin tahu semua hal itu.
Hidupnya terlihat bahagia, oh tentu saja.
Ia terlihat seperti memiliki keluarga yang sempurna.
Namun semua itu hanyalah topeng kehidupan.
Ia berusaha terlihat bahagia walau hatinya terluka, ia berusaha menyimpan fakta buruk bahwa ayahnya pernah berselingkuh.
Semua terjadi saat ia masih berumur 20 tahun.
Usia pendewasaan diri, usia paling bimbang mengenai hidup yang sedang dijalani.
"Ngelamun aja neng!"
Senja tersentak.
"Maaf ya agak telat, biasa teman - teman aku kebanyakan bacotnya."
Senja terkekeh.
"Gak apa kok, aku juga baru sampai."
Laki - laki di depannya memandang lamat - lamat wajah Senja.
"Eh, kenapa?" Senja sedikit salah tingkah.
"Kamu ada masalah ya?"
Senja menggeleng.
"Kelihatannya gitu."
"Enggak Bara!"
Laki - laki itu hanya mengangguk kemudian mengeluarkan ponselnya sambil sesekali tersenyum.
"Kamu gak mau pesan?" Tanya Senja memecah keheningan.
"Lagi belum haus."
Senja mengangguk.
Lama terdiam sesekali Senja menyedot minumannya.
Baru saja hendak menanyakan sesuatu, Bara menyela.
"Sayang, maaf ya kayaknya aku gak bisa lama - lama deh."
"Kok gitu?"
"Iya nih tiba - tiba teman aku ngajak keluar, gak enak soalnya aku pernah janji sama dia."
"Oh gitu, yaudah gak apa aku juga bakal lama disini mau ngerjain tugas hehe."
Bara tersenyum kemudian pamit pergi sambil mengusap lembut rambut Senja.
Senja dan Bara, nama yang kerap kali menjadi perbincangan di kampus.
Bagaimana tidak, Bara adalah laki - laki yang cukup terkenal tiba - tiba berpacaran dengan Senja yang notabene nya mahasiswa cukup apatis masalah sekitar.
Bara adalah mahasiswa dengan daftar kenakalan yang cukup banyak.
Namun bukankah hal itu justru menjadi daya tarik gadis - gadis di luar sana?
Senja yang awalnya memang sangat tidak peduli sekitar merasa risih ketika seorang laki - laki dengan gaya urakan mendekatinya.
Ia tidak akan berbohong, memang benar jika Bara sangat tampan tapi tentu saja baginya bertemu dengan sosok yang urakan dan nakal tidak ada dalam daftar keinginannya.
Ia butuh ketenangan, cukup kehidupan keluarganya saja yang penuh drama jangan sampai kehidupan asmaranya juga.
Bagai garisan takdir yang telah ditorehkan, tidak bisa sedikitpun di ubah.
Senja akhirnya luluh, mereka berpacaran dan berjalan hingga kini.
Klise memang.
Sampai akhirnya ponselnya berbunyi menandakan seseorang menelponnya, Tari.