Sweet, My Sweet Amy

56 9 0
                                    

Written by AiChan570

Written by AiChan570

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tap tap tap ...

Aku menghentikan langkah sejenak, mendengarkan dengan saksama. Suara itu kembali menghilang. Dan untuk kesekian kalinya kutolehkan kepala ke belakang. Berharap memergoki siapapun orang gila yang mengikuti kemana langkahku pergi semingguan ini.

Tapi seperti yang sebelum-sebelumnya. Hasilnya tetap nihil. Tidak kulihat siapapun dibelakangku. Hanya jalanan kosong.

Hahh!

Kuhela napas keras-keras, mengambil langkah seribu. Dan suara langkah itu kembali terdengar. Kupercepat langkah kakiku, hampir berlari. Dia pun sama. Aku merasakan peluh menetesi keningku dengan tidak beraturan, persis dengan suara detak jantungku yang di cengkeram ketakutan.

Tap tap tap...!!

Aku terus berlari menyusuri jalan yang hampir bosan kulewati. Belok kanan, belok kiri, lurus, belok kiri lagi. Langkah itu masih mengikutiku. Masih sambil berlari, kurogoh tas slempangku, mengeluarkan kunci elektrik yang ada di dalamnya, Kemudian menekan kuat-kuat tombol pembukanya begitu jarak dengan rumah berpintu coklat di depan tidak kurang dari 3 meter. Lalu-

Brak!

Tanpa sadar aku masuk dan merasakan pintu di punggungku bergetar keras. Jantungku masih terasa seperti diremas. Dengan napas terengah-engah aku mendengarkan suara langkah kaki di luar pintu. Dia berhenti. Kemudian pergi.

"Aku selamat."

***

Mungkin sudah lewat 10 menit aku berdiri terpaku menatap ngeri ke dalam loker milikku di tempat kerja. Entah berapa puluh kalinya, aku mendapati sebuah buket bunga mawar merah super besar di sana. Perlahan aku meraihnya lalu membalik-balikkan benda itu, meneliti dengan saksama. Dan melihat sebuah kertas tergantung di tali pitanya.

Kau adalah milikku selamanya.

Hanya itu yang tertulis di sana. Lagi lagi tanpa nama pengirim. Dengan tubuh bergetar kuletakkan kembali bunga itu ke dalam loker. Kemudian menutup pintunya perlahan. Tapi-

"BA!"

Aku tersentak mundur, kaget sekagetnya. Sedangkan makhluk mungil di depanku ini hanya tertawa terbahak-bahak tanpa dosa. Sialan!

"Kau menakutiku, Rea!!" seruku memukul lengan teman kerjaku yang paling menjengkelkan ini.

"Habisnya, akhir-akhir ini kau melamun terus!" protesnya, masih tertawa.

Aku hanya diam. Menunduk. Rea yang tampaknya mengerti kediamanku, mendadak memasang wajah ngeri.

"Bunga lagi?"

Aku mengangguk tanpa suara.

"Serius. Kamu harus menelepon 112. Itu nomor darurat. Dan bagiku ini situasi darurat. Mereka pasti bisa membantumu."

Unknown CallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang