Angka Sialan?

187 24 0
                                        

Written by KiprangNovel323

***

Tut ... Tut ...

Tidak ada respons dari sana. Kuteruskan langkah sambil berharap cemas. Sudah lama kutunggu, tiada juga balasan. Padahal keadaan sudah genting.

Aku berjalan di antara ruang kecil penuh kabel putus dan benda terbuang lainnya. Entah digunakan sebagai apa. Sudah tiga hari berlalu, tiada perkembangan.

Kulintasi ruang baru. Ada beberapa tulang belulang dari hewan yang dimakan. Beberapa daging busuk ditumpuk begitu saja. Aku menghela napas, baunya sungguh tidak mengenakan.

Aku berjongkok dan menyentuh salah satu daging yang terbuang. Berharap benda itu tidak basi. Bentuknya mirip ayam tepung, namun juga dipenuhi lalat dan bau busuk.

Kucek ponselku. Nomor yang sama tidak juga membalas. Barangkali sinyal terlalu buruk atau ... Sesuatu. Baru kali pertama kucoba menghubunginya di saat seperti ini, seharusnya mereka sudah membalas.

Ah, apa nomornya? Kutekan nomor yang bisa kuingat. Yang pasti, terdiri dari tiga digit angka.

Tut ... Tut ...

Waktu berlalu dengan lamban, seolah aku terjebak. Kulanjutkan langkah tanpa memikirkan makananku lagi. Berharap cemas agar mereka membalasku.

Tutut ... Tutut ...

Sial! Tidak ada balasan lagi. Kucoba menekan tiga digit angka yang kuingat. Padahal, dahulu aku hafal! Kenapa dia saat seperti ini malah lenyap tanpa bekas?

Tiada balasan. Begitulah terus. Kucoba beragam angka yang bisa kuingat. Terjebak di ruang minim makanan dan minuman selama tiga hari, ditambah pula nomor sialan yang tidak bisa kuingat saat dibutuhkan, belum lagi dia!

Tap ... Tap ... Tap ...

Sial! Dia mendekat!

Aku terkesiap, berusaha menahan diri agar tidak menjerit. Begitu mendengar langkah kakinya, aku memutar otak. Mencari tempat persembunyian yang mapan. Kuputuskan untuk lari sebelum ia berhasil mengejarku.

Aku melewati sebuah ruang penuh loker tua lalu menarik napas lega. Barangkali, tempat ini jadi persembunyian yang cocok bagiku.

Cit ... Brak!

Terdengar suara tikus disertai benda jatuh menimpa seng. Aku gemetar, entah dia hendak memberi peringatan atau membuatku takut hingga tidak bisa bergerak. Aku lekas melanjutkan langkah sebelum dia memangsaku.

Beberapa menit dilalui dengan rasa takut. Berjuang agar tidak menimbulkan suara. Begitu tiba di sebuah ruang baru penuh sampah, kumanfaatkan untuk menelepon mereka.

Apa angkanya?

Seingatku ada tiga digit.

Tet tet tet!

Jariku mengetuk liar layar ponsel. Lalu berharap cemas sambil menunggu respons dari sana. Waktu berlalu dengan sia-sia, tiada hasil selain bunyi :

Tut ... Tut ...

Sial! Apa aku salah nomor?! Kucoba mengetik angka baru sambil berharap cemas. Selama beberapa saat, kesalahan yang tidak kuketahui terulang menyebabkanku semakin tercekik.

Brak!

Aku sontak berlari sambil terus mengetuk tiga digit angka yang berbeda. Berlari darinya ternyata lebih mudah daripada mencari angka yang benar.

Kuteruskan langkah sambil menggenggam erat ponselku sekaligus mengingat tiga digit angka yang bisa kuingat.

Apa angkanya? Tiga digit. Kuketik nomor yang berbeda setiap saat. Ujungnya hanya bunyi tut ... tut ... tut ... yang merespons.

Apa angkanya?

Duk!

Aku tersentak. Refleks menoleh dan lega tidak melihatnya. Andai dekat, tamatlah aku.

Kuteruskan langkah selagi dia jauh. Sambil berjuang mengingat angka yang bisa diketik. Jemariku mengetik liar sementara kakiku menggila. Semoga tidak menimbulkan suara.

Aku tiba di ruangan baru, hanya terdiri dari benda terbuang seperti tadi. Huft, andai ada ruangan aman untukku mengingat tiga digit angka tadi.

Apa angkanya?

Kucoba mencari di internet dalam situasi seperti ini. Dan setelah sekian kalinya, hanya ada kalimat ini terpampang di layar ponsel.

<< Koneksi jaringan error >>

Apa?

Kucoba mengetik angka lain, tiga digit berbeda. Yang kuingat, terdiri dari angka satu, sisanya lenyap bagai diterpa angin. Kucoba bertanya lagi di internet apa angkanya.

<< Koneksi jaringan error >>

Seharusnya aku masih bisa mencari! Apa angkanya?

Jemariku mengetik liar di kontak. Ada tiga angka yang harus kususun dengan tepat.

Tut ... Tut ... Tut ...

Sial!

Kucoba mengetik di internet, berharap cemas untuk sekian kalinya.

<< Apa nomornya? >>

<< Koneksi jaringan error >>

<< Apa nomor yang digunakan saat dalam keadaan darurat? >>

<< Koneksi jaringan error >>

Argh!

<< Apa nomor telepon darurat? >>

<< Koneksi jaringan error >>

Untuk beberapa saat, kepalaku pening memikirkan cara agar mendapat sinyal sekaligus pertolongan darurat. Tubuhku mulai letih, otak menyerah serta kaki nyeri. Jika dia tidak dekat selama beberapa saat, aku bisa memulihkan diri sementara.

Tap ... Tap ... Tap ...

Sial! Dia ke sini!

Aku berlari lagi dengan napas tersengal-sengal sambil menggenggam erat ponsel selagi mengetik tiga digit angka. Nomor sialan itu belum juga muncul di benakku. Seharusnya ada di saat seperti ini!

Buk! Prak!

Aku terjatuh. Punggungku terasa perih akibat benda yang tidak kuketahui dari mana. Benda itu jelas menusuk punggung dan kaki kananku di saat yang sama. Aku berhasil dilumpuhkan.

Ponselku terpental jauh. Aku sempat mengetik angka terakhir sebelum akhirnya segalanya menghitam.

Barulah, ketika nyawaku di ujung tanduk, aku sempat mengetik nomor itu. Benda sialan yang tidak pernah membantuku sejak tiga hari terjebak bersama monster ini. Tiada bantuan lain selain itu dan nomor itu malah menyia-nyiakan kepercayaanku.

Srek ... Srek ...

Tubuhku berjuang mendekati ponselku. Aku berhasil mengetik nomor terakhir yang bisa kuperjuangkan. Tiga digit.

Tet.

"Halo?"

Ketika tubuhku diseret, kala nyawaku sudah seleher, akhirnya ada respons dari kejauhan. Semua terlambat. Tubuh ini tidak mampu lagi menopang jiwa.

Barulah aku ingat angkanya.

112.

***

Unknown CallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang