[4]. Quattor

29K 2.9K 149
                                    

Vulnere Trailer


Selamat Membaca
Now Playing : Ed Sheeran - Photograph

***

Bagian Empat

Non omnia possumus omnes

Tidak semuanya bisa kita lakukan

***

Aku masih membawa Dita dalam pelukanku, anak ini tadi sempat bangun dan tertidur kembali. Dinner malam ini adalah sebagai perayaan satu tahun aku dan Juan berada disini, dulu aku bekerja di Fatmawati, Jakarta tapi karena hiruk pikuk ibukota yang membuat gaya hidup tidak sehat aku memilih pindah ke Jogja yang katanya ramah tamah dan berpeluang hidup tinggi.

"Dita lapar ya?" tanyaku saat dia mengerjapkan matanya.

"Dokter Amanda, Dokter Selly lagi operasi ya?" tanya Dokter Gusti. Jadi urutan dimeja ini adalah dari pojok kiri ada dokter Gusti sebagai dokter saraf, dokter Selly masih kosong karena ada operasi besar--lagi--, lalu sebelahnya alias di depanku ada dokter Ririn sebagai dokter kandungan, terus sebelah dokter Ririn si Juan. Jadi silahkan kalian berasumsi kenapa Juan bisa duduk disitu,

Lalu di depan Juan ada dokter Yuni sebagai dokter anestesi tapi berhalangan hadir, terus sebelah kiri ku ada dokter gita dia termuda karena sedang residen*) alias mengambil spesialis gigi, terus sebelahnya ada dokter Aftar. Eh tunggu, dokter Aftar tukaran tempat duduk ternyata dengan dokter Gusti.

"Iya ini Dita saya bawa karena gak ada yang jaga," aku menyuapi Dita dengan makanan yang aku pesan, dimsum. "Dita pendiem ya dok?" tanyaku sambil mengambilkan makanan yang ditunjuk Dita ya walaupun belum fasih berbicara setidaknya dia bisa menunjukkan apa yang dia mau.

Dokter Ririn menyaut, "Ah Dita kalau udah nyaman dia lengket dok."

"Apalagi dokter Manda dokter anak," Aku tertawa karena dokter Gita berkata seperti itu.

"Lagian ni ya Man, lo udah emakable, terus lo dokter anak, bisa masak, suami mana?" Juanda emang mulutnya sedikit lemes jadi maklumin aja kalau dia bisa menggaet seribu cewek dalam satu malam.

"Dokter Juan yang tampang Belanda tapi orang Surabaya, mbok ya bicara aja pakai bahasa jawa. Logatmu lebih cocok itu dari pada elho-guwe an. Pen muntah aku," Sip akhirnya Dokter Ririn menyuarakan rasa terpendamku selama ini. 

Mampus, ucapku tak bersuara karena ada anak kecil dipangkuanku.

Semua tertawa mengejek.

"Ya terus lo kapan dapet bini daripada minta makan gue mulu," Jawabku tak mau kalah. 

Kali ini Juan kicep dan aku suka itu hahaha. Aku tertawa dan pandanganku tak sengaja bertemu dengan dokter Aftar yang menatapku sambil meenadahkan kepala dengan kepalan tangan kanannya. Mati aku!

Dokter Gita ikutan menyuapi Dita, "Iya ni mbak Amanda kapan nikah? Udah cocok banget ni," Ternyata pembahasan masih berlanjut ya kawan kawan. Kalian tahu rasanya berada disini? Sumpek! Udah kaya pertemuan keluarga aja ini,

"Belum ada jodohnya mbak," tolong ditutup forum ini segera aku tidak ada persiapan kata kata ini.

"Lha emang gak lagi deket sama sesama dokter atau yang lain gitu?" Konten sensitif dari dokter Gusti. Kebanyakan dokter itu berjodoh dengan dokter atau abdi negara, ini sama sama valid karena hampir 60% penelitian menunjukkan ini dan di berita juga kebanyakan gitu. Tapi, aku sendiri tak bisa berharap banyak karena belum tentu selain dokter mampu mengerti kesibukanku jadi kalau dapat sesama dokter juga gak apa apa deh urusan perkembangan anak nanti bisa difikirin bareng bareng.

"Iya mbak Amanda udah cantik lho, nanti kalau udah hamil bisa periksa ke dokter Ririn." Aku menutup telinga Dita yang asik mengunyah dimsum yang ia pegang. Sepertinya jika punya anak nanti Juan tak ku biarkan menyentuhnya sedikitpun!

"Bapak bapak ibu ibu sekalian, ditutup ya ada anak kecil." Semua tertawa termasuk dokter Aftar yang sedari tadi diam, ya memang dia pendiam karena auranya menegangkan.

Setelah sekian lama dokter Selly akhirnya datang dan topik dihentikan. Kalian tahu pembahasan seperti in isebenarnya sudah lama pada menanyakan hal ini padaku, tapi aku orang yang cuek jadi semua aku anggap angin lalu. Aku kembali mengunyah makananku kembali yang tadi berbagi dengan Dita, 

"Lo sama dokter Aftar cocok deh Man," aku tak lagi mengunyah makananku. 

Dokter Ririn ikutan tersenyum, "Dokter Aftar yang tampang serem itu mas Ju?"

Juan mengangguk. "Iya, cocok kan mbak? Apalagi kalau mereka nikah dan punya anak uu cantik dan ganteng bang--" Aku menyumpal mulut Juan segera dengan dinsumku karena Dokter Aftar kembali dari toilet dan menatap kami aneh.

"Eh ini dokter Aftar balik," Dokter Gita malah ngajak ngomong. Dok, plis...

Dokter Gusti berpamitan pulang karena istrinya sudah menunggu dirumah dan dokter Selly pulang bersama karena ternyata mereka saudara ipar. Setidaknya dokter Selly bisa istirahat dan Dita juga segera tidur kembali.

"Dokter Aftar besuk juga bakal gitu ya? Kalau punya istri pamitan pulang pas makan makan?" Pertanyaan dokter Ririn membuat kami menatap dia untuk menunggu jawaban, 

"Saya lebih baik makan dirumah bareng istri,"

So perfect husband, 

"Dok, pingin istri biasa atau dokter juga?" Lagi lagi dokter Gita bertanya.

"Yang penting nerima dan mau pengertian ke saya,"

Saya pengertian dok, tapi sering gak dingertiin pasangan.

Kali ini Juan bersiap siap tanya dan aku mewanti wanti agar Juan tidak berkata macam macam. "Dok, mau gak sama Amanda? Dia pinter masak, emakable, cantik tapi gak tinggi tinggi amat sama aku aja jomplang apalagi sama dokter." Penawaran yang mengesankan, terimakasih Juan.

Kalian tahu aku bersiap siap menutup telinga dan mataku karena takut mendengar hal yang tidak ku inginkan. Aku takut dia terang terangan menolakku di depan umum, dan itu membuatku malu.

"Amanda cantik, pintar, bisa ngurus anak saya tahu, dan semua sudah ada di dirinya." Okay teman teman sudah cukup menyoraki saya, saya sudah blushing sekali ini.

"Jadi dokter mau menikah sama mbak Manda?" Duh dokter Ririn nambahin lagi.

Dokter Aftar sangat santai menjawab sambil bermain garpu. "Menikah bukan masalah mau atau tidak, tapi kesiapan kedua orang gimana nanti kedepannya terlebih kalau saya sama  Dokter Amanda itu sama sama sibuk jadi kalau punya anak mesti difikirin dulu pembagian waktunya bagaimana." 

"Juan udah dong, lo mau buat gue mati?" Aku melempar Juan dengan tissu tapi dia hanya tertawa disaat aku sebagai korbannya terpojok.

"Ohiya, soal masakannya Dokter Amanda enak kok, saya suka."

Boom. Double kill.

Jogja hujan dimalam hari adalah candu, sama hal nya denganku yang masih setia menatap jendela dari bangku dekatnya sambil menelusupkan kaki diantara pelukanku. Sejak tadi aku masih asik dengan fikiranku sendiri, bahkan panggilan masuk dari Juan dan obrolan grup penuh dengan gosipan tak ku hiraukan. Mereka semua mencari penjelasan kenapa dokter Aftar bisa mencicipi masakanku, yang bagi Juan sendiri hal itu berarti dokter Aftar singgah di apartemen ku.

Kata dokter Aftar menikah itu tentang kesiapan, kematangan dan persetujuan. Ya seperti itu hidup, siklusnya hanya berkutat pada sendiri - bersama - reproduksi. Bukan aku tak mau menikah, hanya saja aku belum siap untuk memikirkan kedepannya bagaimana. Aku tak mau anakku nanti kekurangan kasih perhatian dari orangtuanya yang sibuk seperti aku dan dokter Aftar jika bersatu nantinya, aku menarik nafas dalam dalam mencoba membaringkan diri diatas sofa sambil menyaksikan hujan yang tak kunjung reda, tetesan tetesan dari hujan menetes dan menghiasi dinding kaca ini beserta aromanya yang menjadi terapi. Pentrichor,

Alunan musik dari Ed Sheeran - Photograph mengalun dari earphoneku, cocok sekali menemani saat hujan melupakan semua kejadian yang ku alami tadi.

I won't to expect that much. Because if it doesn't match with the expectation, the person who will be hurt is me. 

-000-

Vulnere [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang