[29]. Epilogue : Sisipan Cerita 2

24.4K 1.8K 145
                                    

Halo, selamat pagi. Selamat membaca kembali.

Selamat yang kemarin menerka nerka...

.
.

Bagian duapuluh sembilan

Sisipan Cerita bagian 2

***

Buket bunga mawar putih kesukaan Clearist tergantung di depan kaca, bukan kaca untuk bercermin atau kaca jendela, tapi kaca sanatorium. Aftar dan Juan meletakkan bunga itu bersama sama, dengan luka lebam masih ada di wajah Aftar.

"Rest in peace." Tertulis nama Clearist Tanubrata dengan foto bertiga dan ditambah fotonya berdua dengan Aftar, tak ada kelaurga yang melayat untuknya jadi mereka berdua yang datang. "Lo pasti seneng kan gue sama Aftar datang kesini?" Juan bergumam masih disamping Aftar yang menatap nyalang guci abu itu.

"Kita udah maafin lo." Juan mengatakan nya dengan sedikit mengejek, ini hanya untuk meringankan bebannya di akhirat nanti.

"Kita udah capek, lihat ni lebam lebam." Juan seolah bercerita dengan seseorang didepannya.

Clearist dimakamkan disalah satu sanatorium di Singapura, keputusan mengkremasi ini diambil karena untuk mencegah penularan HIV/Aids yang diderita Clearist. Dia bukan karena ganti pasangan mendapatkan penyakit itu, tapi karean penyakit Limfoma membuatnya rentan mengalami infeksi. 

Clearist meninggalkan Aftar di Amerika, saat dia mencoba menolongnya ketika tubuhnya gagal menerima donor sumsum itu, tubuhnya sudah menolak sehingga dia meninggal karena sakit.

Aftar hanya bisa bernafas, satu sisi dia kehilangan pasien sekaligus teman satu sisi dia bahagia karena bebannya sedikit berkurang, tapi tentu tidak semudah itu. Saat dia datang ke undangan pernikahan yang di berikan Juan dia tidak melihat sosok yang dia rindukan, hingga malam dia hanya mematung di depan pengantin yang sedang menyalami tamu undangan.

"Harusnya gue yang disana,"

Aftar tersenyum mengejek. Menggoyang goyangkan alkohol di dalam gelas. 

Juan meneguk alkohol itu dalam satu teguk. "Lo putus masalah Clearist, gue putus masalah Tuhan." 

"Ririn cantik ya?" 

"Udah bukan milik gue, ya wajar cantik."

"Jadi kemarin mukul gue, juga pelampiasan ini?" Aftar meneguk minumannya dan menatap Juan yang asik merokok, memandang jalannan dibawah balkon.

Juan mengangguk, menyebulkan asap rokok itu ke atas. "Itu pelampiasan emosi termahal gue sampe terbang ke Amrik."

Aftar mengangguk angguk, otaknya masih mencari dimana Amanda berada. Wanita yang selama ini membuatnya gila karena merindukannya, ia ingin memeluknya jika diizinkan dan dia mau menatapnya. Kalau Amanda mengusirnya sudah jelas dia harus menanggung resiko yang dia perbuat, seperti sekarang.

Pandangan Aftar berhenti saat seseosok yang dia rindukan berdiri di sebelahnya, di lobby hotel tempat resepsi pernikahan dokter Ririn di gelar. Wanita yang mampu mewarnai hari harinya biasanya tampak lebih kurus dengan kantung mata yang tercipta, mati matian Amanda menahan tangis tapi senyuman Aftar membuatnya teriris. Amanda sudah sedikit berhasil mengembalikan hidupnya sebentar lagi, tapi runtuh hanya karena senyuman Aftar.

Sama sama berbalutkan baju jawa, Amanda dengan kebaya rambutnya di cepol asal tanpa make up pun dia masih terlihat cantik. Kulitnya putih langsat, mendominasi dan terlihat cerah dengan baju coklatnya. Mata Aftar menangkap benda kecil melingkar tergantung di dada Amanda yang sedikit berbelahan rendah. Cincin itu masih terpasang, artinya dia masih menantikan Aftar yang tak tahu kapan pulang.

Vulnere [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang