[5]. Quirque

27.9K 2.9K 94
                                    

Hai apa kabar? Jumpa lagi dengan Dokter Aftar dan Amanda.

Jangan lupa vote, komen dan bagikan jika merasa cerita ini bermanfaat. Aku ucapkan terimakasih atas apresiasi kalian terhadap karya aku. Oh iya, kalau semisal ada yang tidak diketahui atau salah istilah bisa kabar ke aku ya, di sini atau di DM aku open kok.

Jangan lupa putar lagu Ed Sheeran - Photograph untuk mengabadikan cerita hari ini.

Jangan lupa follow :

twitter dan IG : (@) dkdlstr

Trailer Vulnere

Have a nice day. Selamat membaca!!!

.

.

Bagian Lima

Quae communiter possidentur, communiter negliguntur

Sesuatu yang dimiliki bersama, biasanya diabaikan

***

Diwaktu senggangku seperti ini aku biasanya membaca buku medis sambil menunggu kedatangan pasien, pertengahan minggu seperti ini biasanya sepi jadi bisa sedikit santai. Nelson Pediatric Texbook adalah buku yang sering aku baca, karena bervolume dan aku bisa membaca berbagai penyakit yang menyerang anak dan bayi yang belum aku dengar atau kadang jarang ditemui di Indonesia. Hal ini bisa menambah referensiku, lumayan bukan?

"Kok pada rame kenapa ya sus?" tanyaku karena semua berlarian ke ER.*)

"Ada yang rame dok di ER," kalian pernah mendengar peraturan bahwa di ruang rumahsakit banyak sekali peraturan? Mulai dari tidak boleh mengambil gambar atau video sampai mengganggu dokter atau ketenangan rumah sakit bisa diberikan pasal. Hal ini untuk menjaga supaya kondisi area rumah sakit tetap kondusif sehingga pasien dan petugas medis merasa nyaman.

Aku membuka kerumunan karena ada anak usia limabelas tahun yang mengayun ayunkan tiang infus sambil berteriak, "Tolong saya." 

Remaja perempuan itu juga membawa pisau perawat yang entah dari mana dia dapatkan.

"Pasien--," aku mengambil papan periksa yang dibawa perawat untuk melihat rekam medisnya. "Oke, Meira!" Panggilku dan dia menatapku iba matanya sayu sedang tangan kirinya menggantung bergetar. Beberapa orang yang berkerumun malah berkata yang aneh aneh seperti jangan bunuh diri, jangan begitu. Come on, bukan seperti itu cara membujuk orang yang sedang hilang arah.

"Meira, saya bisa bantu. Kita pergi ke tempat yang tenang," Aku masih berusaha mendekatinya karena tangan kanannya sudah terlepas dari infus dan darah yang mengalir cukup banyak. Kalau tidak segera mendapat pertolongan, dia tidak akan tertolong.

"Omong kosong!"

Meira masih tersedu sedu, mungkin blank dimana otaknya berhenti dan terputar suatu peristiwa yang membuatnya begitu terpukul. Kita perlu pemeriksaan lanjut karena di catatan medis yang kulihat tidak lengkap. "Meira, kamu dengerin saya kan?" 

Meira mulai tenang dan aku maju perlahan dengan beberapa dokter juga ikut mencoba mengepung Meira dari belakang tubuhnya, hingga seseorang berteriak memanggil namanya dan dia kembali mengalami halusinasi. Aku langsung mencegah tangannya yang akan diayunkan untuk menggores tangan kirinya lalu dia menatapku iba dan mengayunkan pisaunya kedepan, aku tidak tahu siapa yang akan terkena ayunan pisau itu. Akankah aku? atau orang yang memanggilnya tadi?

Vulnere [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang