[26]. Viginti-Secx

19.3K 1.8K 221
                                    

Selamat siang. Selamat membaca!!

Now playing : Kim Sung Kyu 'Infinite' - I Need You
.
.

Bagian duapuluh enam

***

Clearist menderita penyakit Limfoma, kanker darah yang menyerang limfosit. Limfosit sendiri berperan sebagai pelawan infeksi dan membuang sisa metabolisme. Limfosit terbesar pembentukannya berada di sumsum tulang belakang, dan sisanya menyebar hampir ke seluruh tubuh. Penderita biasanya mengalami penurunan kekebalan tubuh dan lebih rentan mengalami infeksi.

Penderita Limfoma harus mendapatkan donor sumsum belakang yang cukup sulit di cari di Indonesia. Hal ini membuat penderita harus beroba hingga ke Amerika.

Aku masih teringat kata Clearist yang meminta untuk membiarkan dokter Aftar disisinya sebentar saja sampai dia sembuh selain sebagai dokter pribadinya, dimana presentase kesembuhan Limfoma adalah 20%, itu artinya sama saja dia memintaku untuk meninggalkan dokter Aftar.

Tadi sepanjang perjalan kami hanya diam tak bersuara, hanya rintih rintik hujan dan suara wiper yang menyapu air huja nyang turun memenuhi suasana kami berdua.

Aku membasahi kapas dengan alkohol, menyentuh perlahan luka dokter Aftar yang hampir lebam ini terinfeksi karena tidak segera dibersihkan. Ada luka di pelipis, rahang dan sudut bibir yang membuatnya kesulitan berbicara. Aku tahu ini kerjaan Juan, karena mereka sama sama lebam.

Juan bukan orang yang akan memukul seseorang tanpa sebab, aku yakin ini pasti ada hubungannya dengan Clearist.

Dokter Aftar duduk di beanbag di balkon apartement sedang aku berdiri mengobatinya, kami sama sama diam walau angin menerpa. Kmai sibuk dengan fikiran masing masing hingga aku lupa hari ini adalah ulang tahun ku.

Aku mengusap pelan pipinya usai membalurkan beberapa obat merah dan menutupnya dengan plester luka. Aku menatap matanya yang berbeda, tak ada lagi Aftar yang menyinarkan rasa kasih sayang nya dari mata, tak ada pelukan ataupun kecupan hangat di kening setiap kali bertemu. Kita menajdi asing akhir akhir ini.

Aku menyentuh pelan pelan keningnya dengan telunjukku, menyapunya hingga turun ke hidungnya mengusap bulu halus yang akan keluar sebagai jambangnya nanti. Matanya memerah hingga membuat wajahnya semua memerah juga, kulit dokter Aftar putih bening jadi dia lebih kelihatan jika berubah raut wajah.

"Nda," dia menghentikan tanganku. Matanya terpejam, kemudian terbuka hingga kami bertatapan. Dia kemudian merangsek ke pelukanku, memeluk perutku. Aku mengeratkan pelukannya dipinggangku, sepertinya masalah yang dia hadapin terlalu complicated.

"Hari ini ulang tahun kamu, aku ambil roti dulu di kulkas." AKu mengangguk kemudian duduk di kursi pojok balkon sambil melihat pemandangan di bawah. DOkter Aftar kembali lalu menyalakan lilin yang menancap diatasnya, dokter Aftar tidak merokok korek itu milik Juan di atas lemari.

dia menatapku, sendu. "Kamu kenapa hm? Banyak masalah?"

"Aku gak suka kamu terlalu dekat sama Yunan." Aku menghentikan usapanku di tangannya yang terulur dimeja. 

Aku tertawa, "Kamu aneh ah masa sama anak koas gak boleh deket?" 

Aku mencoba mengartikan pandangannya tadi sewaktu hujan ataupun tatapan Yunan yang berbeda denganku. Aku bukan orang yang menggubris kalau orang itu memberikan perhatian secara diam diam.

"Intinya aku gak suka!" Sedikit tegas pembawaannya hingga membuatku menggigit bibir karena tak terbiasa dengan nadanya. Ini pertama kalinya dia begini, "Aku gak suka cara dia menatap kamu. Aku tahu itu semua."

Vulnere [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang