Hawa Dan Masa Depan

31 6 4
                                    

"Hidup itu pilihan. Masa depan itu ditentukan. Bukan pasrah dengan keadaan"
(@daWahid)

Assalamualaikum. Wr.Wb

Semoga Wahiders sekalian selalu dalam rahmatNYA.

Kembali dengan kisah yang akan ku ceritakan.

Bicara soal masa depan adalah hal yang penting untuk di rencanakan.

Kita anak muda akan banyak hal yang harus disiapkan untuk menjemput sebuah hidup dan penghidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Lebih baik dari orang tua kita, lebih baik dari kakek nenek kita, atau bahkan menjadi yang terbaik dimasa ketika masa depan itu ada.

Sebuah masa depan yg krusial menunggu, menjadi muara untuk menjalani dunia agar labih berarti.
Semua manusia mengenalnya dengan:

"PERNIKAHAN"

Di tempat ku, perkampungan yang indah dan asri untuk menikmati hidup untuk bersama, terbiasa dengan sebuah budaya 'pernikahan dini'. Hal semacam ini terjadi kebanyakan pada kaum perempuan di tempatku.

Kebiasaan ini sudah terjadi begitu lama, sejak belanda mengenal daerah ini pun sudah seperti itu, bahkan sangat kental. Namun pada zaman sekarang, yang menjunjung hak dan emansipasi wanita. Masih saja kebiasaan itu tetap terjadi, bahkan semakin tahun kebiasaan ini semakin awet saja.

Aku percaya, bahwa sebagian besar hal ini juga terjadi di beberapa tempat Wahiders sekalian.

Maka dari itu, aku ingin sekali menceritakan apa yang ku temui di hidupku perkara hal tersebut.

Bagaimana menurut kalian semestinya?, terutama untuk mu kaum hawa;).

Di tempat ku berpikiran, anak perempuan yang mereka miliki adalah amanah yang harus di jaga, namun dengan alasan ekonomi, keberlangsungan hidup, dan lain sebagainya. Mereka melahirkan prinsip:

"seorang anak perempuan yang cukup umur mesti harus disegerakan untuk menikah"

Benar bukan? hal semacam ini menjadi momok yang menyelimuti mental kaum hawa?

Bukankah pernikahan ini bukan hanya perkara umur, lalu bagaimana dengan kesiapan mental? kesiapan biologis? kesiapan hati dan jiwa yang mesti belajar hidup dengan berbagi perasaan dengan orang lain.

Bagaimana dengan semua kesiapan itu?

Apakah dengan alasan ekonomi, lantas serta merta melepaskan seorang anak perempuan untuk dinikahi kepada seorang pria yang siap menopang hidup dan penghidupannya?

Ini pula yang menjadi tekanan, tuntutan dan alasan, kenapa seorang pria tidak hanya harus siap secara mental dan emosional saja. Namun juga finansial.

Aku tak akan menyinggung sudut pandang agama dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal tersebut.

Namun, coba Wahiders perhatikan:

Pernah suatu ketika teman sekampung ku yang baru tamat MTSN dinikahkan begitu saja, oleh orang tua nya. dia dinikahkan dengan seorang perantau yang katanya kaya, hal semacam ini akan menjamin masa depan anaknya.
Alhasil, setahun dua tahun menikah, anaknya hanya mendapati keguguran. Entah berapa tahun yang dia perlukan untuk mendapatkan kelahiran seorang anak. Kata orang tuanya, anak nya bahagia. Toh dia tidak protes, dan menurut saja ketika dinikahkan!!!

Satu hal yang mutlak menurutku Wahiders.

Dari zaman adam sampai sekarang cucu nya berGrup membentuk tim bernama BTS dan sukses menjadi Aktor kenamaan seperti tokoh ZAINUDIN dan HAYATI,

"Perkara HATI tetaplah Hati dan yang menciptakan Hati yang mengerti dan memahami isi Hati tersebut"
(@daWahid)

Itu baru SMP, sedangkan teman-teman ku saat SMA yang memang sudah siap secara biologis, mayoritas mereka memilih,

'Maaf'

Tepatnya dipilihkan sebuah masa depan untuk dipersunting oleh pria yang tidak dicintai, tidak dikenal, tapi memiliki finansial yang bisa dikenal.

Dari yang pendiam disekolah, lantas dia yang paling awal sentuh garis finis dalam ijab kabul. Ada yang masih dalam keadaan bersekolah. Bahkan ada yang sedang dalam masa pendidikannya.

"Namun demi masa depan yang katanya terjamin, sebuah perasaan belajar untuk terpaksa agar tebiasa" (@daWahid).

Sehingga, begitu mudah kita temui teman kita sewaktu SD, SMP, DAN SMA, sudah memiliki anak, bahkan lebih dari 2.

Memang ada dari benerapa teman ku yang menolak, bahkan banyak teman perempuanku yang tidak kuliah, memutuskan untuk merantau, agar terselamatkan dari kebiasaan yang sebenarnya menjajah hati.

Kebiasaan ini memang seolah seperti tradisi, yang dianggap biasa.

Lantas, apakah sebuah masa depan seperti itu yang selalu kaum hawa terima dengan lapang dada?,
atau sebuah kata pasrah agar orang tua dan dia terjamin bahagia.

Sebenarnya. ini begitu rumit. dan menjadi hal biasa ditiap generasinya.

Tapi, tidak semua dari orang tua pula yang seperti itu. Ada beberapa yang memberikan hak pilih kepada anaknya.

Bagaimana menurutmu Wahiders?

koment dibawah, dan jangan lupa bintangnya;)

"Semoga bisa di ambil hikmahnya"

#SalamBahagia
@daWahid

daWahid da kisah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang