"NGAPAIN LO KE SINI!!? MAU CAPER KE TAMA? HAHAHA... SOK CANTIK BANGET LO!!!" kata perempuan cantik berambut sepundak yang berdiri di depan. Cantik sih cantik, tapi sayang sifatnya tidak secantik wajahnya. Sedangkan dua teman dibelakangnya hanya tersenyum sinis ke arahku.
"NGACA DONG LO. LO ITU SIAPA!!? BERANI-BERANINYA DEKETIN TAMA GUE!! OH ATAU JANGAN-JANGAN LO GAK PUNYA KACA DIRUMAH. PERLU GUE BELIIN DULU BUAT LO NGACA HAH??" perempuan itu berkata di depanku seperti orang kesetanan. Sedangkan aku masih tetap diposisi terduduk di lantai.
"Beliin aja kaca Ren. Berani-beraninya dia deketin Tama. Cantikan juga lo kemana-mana" kata satu teman di belakangnya memanas-manasi. Sedangkan yang satu lagi hanya mengangguk-angguk menyetujui.
Tiba-tiba ada satu cowo yang kuketahui temannya Tama. Dia membantuku berdiri dan menanyakan keadaanku. Kemudian berkata kepada perempuan tadi.
"Lo apa-apaan sih Renata. Lebay tau gak sih lo. Emangnya lo siapanya Tama? Sampe larang-larang orang buat deket sama dia." kulihat ekspresi perempuan yang dipanggil Renata itu terlihat kesal.
"Gue masih baik sama lo hari ini ya. Tapi sampe gue liat lo deket sama Tama yang kedua kalinya. Abis lo sama gue." setelah mengancamku dia pergi dengan kedua antek-anteknya. Aku masih terdiam melihat kepergiannya dengan perasaan shock.
"Lo beneran gak papa?" cowo yang tadi, menanyakan kondisiku sekali lagi. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban."Syukur deh kalo gitu. Gue Kevin," dia mengulurkan tangan ke arahku sambil memperkenalkan diri.
"Gue... eh aku Ziya." aku mengulurkan tangan membalas uluran tangannya.
"Udah jangan dengerin omongannya Renata, dia dari dulu emang obsesi sama Tama. Tapi, Tama nya gak ngerespon." aku hanya menganggukan kepalaku dua kali.
"Emang lo mau ngapain ke sini?"
"Eh..." aku bingung untuk menjawab. Masa aku jawab ingin bertemu Tama. Akhirnya aku cari aman saja. "Enggak ngapa-ngapain kok kak."
"Makasih ya kak udah nolongin aku. Kalo gitu aku balik ke kelas dulu. Makasih sekali lagi," aku segera mengakhiri perbincangan dengan kak Kevin supaya tidak diinterogasi lebih jauh lagi. Kak Kevin hanya mengangguk. Kemudian aku berbalik menuju tangga untuk turun ke kelas.
****
"Tama, tadi adik kelas yang lo gangguin, aduh... siapa ya namanya tadi. Sebentar-sebentar," Kevin mengingat-ngingat nama adik kelas yang tadi dia tolong . "Zaya... Zena... Zina... "
"HAHAHAHA.... parah banget lo Vin, mana ada nama orang zina. Hahahaha" Raffa tertawa terbahak-bahak mendengar nama terakhir yang diucapkan Kevin.
"Diem lo, gue lupa jugaan. Zeya... ohhh... iyaa, Ziya. Ziya namanya. Dia dilabrak si Renata sama antek-anteknya." Kevin mulai menceritakan kejadian yang tadi dilihatnya.
"Yang mana?" tanya Tama, seakan-akan banyak sekali orang yang dia kerjai.
"Itu lho, yang waktu dikantin lo tabrak terus dia marah-marah" Tama hanya ber 'Oh' ria mendengar penjelasan Kevin.
"Emang kenapa? Kok dilabrak dia?" kali ini Raffa yang penasaran mendengar penuturan Kevin.
"Gue juga gak tau sih cuma gue denger Renata bilang 'jangan pernah deketin Tama gue lagi' gitu"
"Atau jangan-jangan, gara-gara foto yang lo sama dia lagi di toilet Tam?" kata Raffa mengingat sesuatu. Kevin mengangguk menyetujui. Sedangkan Tama hanya berkata "Iya kali".
Mereka melanjutkan aktivitas yang sempat terganggu karena Kevin membicarakan Ziya. Kevin bermain Mobile Legends, Tama tidur dengan earphone yang tersumpal di telinganya, dan Raffa yang sedang membaca buku biologi. Memang dari ketiga Most Wanted Boy itu Raffa lah yang paling rajin dan paling pintar, dia selalu menyumbangkan piala dari olimpiade untuk sekolah. Kevin terkenal karena jabatannya sebagai kapten basket SMA Tunas Bangsa, sedangkan Tama tidak jelas mengapa dia bisa terkenal, mungkin karena ketampanannya dan karena dia bersahabat dengan seorang siswa berprestasi dan seorang kapten basket.
****
Kringgg... Kringgg... Kringgg...
Seketika semua siswa bersorak gembira mendengar bel yang menggema di seluruh sudut SMA Tunas Bangsa. Tidak terkecuali Ziya, dia segera memasukan buku dan alat tulisnya ke dalam tas. Rencananya setelah dirumah dia akan tidur karena hari ini sangat melelahkan dan karena kejadian tadi siang yang membuatnya shock.
"Ziya lo pulang sama siapa?" Lintang sedang memasukan bukunya ke dalam tas sambil melihat ke arah Ziya.
"Gue dijemput sama papa. Lo?"
"Gue dijemput abang gue. Yaudah gue duluan ya soalnya abang gue udah di bawah kalo kelamaan nanti marah lagi dia" Ziya mengangguk dan Lintang berjalan keluar kelas setelah melambaikan tangan dan mengucapkan kata 'bye'.
Ziya berjalan keluar kelas menuju gerbang sekolah. Lorong sekolah terasa pengap karena dipenuhi siswa yang ingin cepat-cepat pergi dari tempat ini, baik pulang ke rumah ataupun nongkrong bersama teman.
Ziya menunggu papanya di depan gerbang sambil melihat ke kanan dan ke kiri, siapa tahu mobil papanya sudah sampai. Sekolah semakin sepi karena hari juga semakin sore. Hanya tinggal beberapa siswa yang berjalan keluar gerbang. Sudah satu jam lamanya Ziya menunggu tapi mobil papanya belum juga terlihat.
Drrtt... Drrtt...
Ziya melihat notifikasi chat yang ternyata dari papanya. Dia berdecak setelah membaca isi pesannya.
"Maaf Athisya, papa gak bisa jemput kamu, tadinya papa sudah bersiap berangkat ke sekolah kamu nak, tapi papa mendapat kabar ada pasien gawat darurat yang tidak bisa ditinggalkan. Kamu naik taksi saja ya nak, maaf ya."
Mau diapakan lagi, itulah tuntutan profesi seorang dokter. Papanya tidak bisa seenaknya saja melepas tanggung jawab. Akhirnya Ziya menunggu taksi yang lewat. Tapi, sudah lama menunggu tidak juga ada taksi yang lewat. Dia bingung ingin pulang naik apa, langit juga semakin mendung.
Tiba-tiba ada motor sport hitam yang berhenti di depannya. Dia tidak bisa melihat siapa pengendaranya, karena wajahnya tertutup helm full face. Ziya bingung menebak-nebak siapa cowo yang berhenti di depannya itu. Saat cowo itu membuka helm-nya, Ziya sangat terkejut karena ternyata Tama yang berhenti di depannya.
"Naik!" Ziya bingung dengan ucapan Tama. Karena ucapannya terlalu singkat dan padat, jadi dia takut salah mengartikannya.
"Ck, lo mau pulang gak?" Ziya mengangguk tapi dia masih bingung.
"Naik kalo lo mau pulang, kalo enggak yaudah." Tama memakai helm nya dan bersiap pergi, tapi tiba-tiba Ziya berjalan dan berdiri di sampingnya.
"Gue ikut dong, dari tadi gue nunggu taksi tapi gak lewat-lewat." Ziya memutuskan untuk ikut Tama, karena langit yang terlihat semakin gelap dan tidak ada kendaraan umum yang lewat.
"Yaudah naik" Tama menunggu Ziya yang berusaha naik ke motornya dengan kesusahan, karena motor Tama yang terlalu tinggi. "Lama banget sih"
"Lo gak liat gue kesusahan naiknya. Lagian motor lo tinggi banget sih kan jadi ribet." Ziya tidak terima dibilang lama oleh Tama padahal dari tadi Tama melihatnya berusaha naik tapi kesusahan.
"Bukan motor gue yang ketinggian. Lo nya aja yang pendek." Tama mengulurkan tangannya ke belakang.
"Apa?" Tanya Zia melihat uluran tangan Tama.
Tama berdecak, "Lo pegang tangan gue. Gue bantuin naik bodoh."
Ziya ragu-ragu untuk menyambut uluran tangan Tama. Pasalnya sebelumnya dia tidak pernah memegang tangan laki-laki kecuali abang dan papanya. Karena tidak sabar menunggu akhirnya Tama memegang tangan Ziya dan menyuruhnya untuk naik ke motor.
"Gitu aja ribet banget" ucap Tama sinis. Ziya tidak menjawab, hanya gumaman yang tidak jelas terdengar di telinga Tama.
****
Salam:
Penarasa 🌹🌹3 Juni 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strange Enemy
Teen FictionZiya Athisya cewek dengan kehidupan biasa saja. Ia berharap masa SMA nya normal. Tetapi harapan tinggalah harapan. Semua kehidupan SMA Ziya berubah karena masalah kecil. Tama Adelard The Most Wanted Boy di SMA Tunas Bangsa tak menyangka jika ada seo...