11

20 5 2
                                    

Ini adalah hari senin. Ya hari yang sangat membosankan. Hari dimana semua siswa-siswi harus melaksanakan upacara bendera, tak terkecuali siswa-siswi SMA Tunas Bangsa.

Semua siswa sudah berjalan ke arah lapangan dengan atribut lengkap dan tidak boleh dilupakan yaitu topi, dasi, dan gesper. Kalau ada satu saja dari barang itu yang lupa digunakan, sudah pasti akan mendapatkan hukuman dari guru-guru killer. Bisa disebut juga tiga barang itu adalah barang keramat.

"Mampus, gue lupa bawa topi lagi." Ziya menepuk dahi dan menggeledah isi tas nya lagi.

"Serius lo?" Tanya Lintang.

"Makanya sebelum berangkat sekolah itu perlengkapannya di cek dulu." Ucapnya lagi tanpa menunggu jawaban Lintang.

"Ah berisik lo, gue gak butuh ceramah lo." kesal Ziya.

"Yeee, dikasih tau jugaan,"

"Ayo semua, siswa-siswi SMA Tunas Bangsa segera menuju ke lapangan, untuk melaksanakan upacara rutin hari senin kita. Jangan lupa atributnya digunakan, jika kurang satu saja segera berdiri di barisan paling depan." Interupsi Pak Dede ~kesiswaan SMA Tunas Bangsa.

"Aduh, gimana dong Tang, masa gue baris di depan, kan malu" ucap Ziya panik.

"Ya mau gimana lagi Ziy, masa gue pinjemin topi gue ke lo. Terus nanti gue pake apa?"

"Ah gak guna lo jadi temen," sarkas Ziya.

Maksud dari barisan paling depan adalah, barisan yang menghadap ke arah peserta upacara. Khusus bagi siswa yang terlambat dan tidak menggunakan atribut lengkap. Jadi bisa dibayangkan bagaimana malunya kan?

Saat tiba di lapangan, Ziya berpisah dengan Lintang. Lintang berdiri di barisan kelas, dan dengan amat terpaksanya Ziya berdiri di barisan depan dengan menahan rasa malu.

Saat sudah berjajar di barisan depan, Ziya celingak-celinguk ke kanan dan kiri. Seperti mencari sesuatu.

Hari ini Tama masuk gak ya?

Eh, kenapa gue jadi nyariin Tama sih? Enggak, enggak, enggak.

Batinnya sambil menggelengkan kepala berkali-kali.

"Nyariin apa?"

"Eh, hah? Nyariin apa?" Reflek Ziya balik bertanya karena tiba-tiba diajak bicara oleh orang yang berdiri di sampingnya.

"Yeh, ditanya kok malah balik nanya" ucap orang itu lagi.

"Eh ya ampun kak Kevin, gue, eh aku..."

"Santai aja lagi sama gue" potong kevin dan diangguki oleh Ziya.

"Iya gue kira siapa, kak Kevin kenapa baris di sini?" Kevin menunjuk ke arah dadanya~tidak ada dasi di sana.

"Lo sendiri?" Ziya menunjuk ke arah kepalanya yang polos tanpa topi. Mereka berdua tertawa. Upacara dimulai setelah itu.

Saat acara amanat pembina, sudah pasti memakan waktu yang tidak sebentar. Ditambah dengan teriknya sinar matahari, menyebabkan seluruh peserta upacar menggeliat-liat bagaikan cacing kepanasan.

Termasuk Ziya yang berkali-kali menutup wajahnya yang terkena pancaran panasnya matahari menggunakan telapa tangan, dan mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya. Tapi, semua itu tak berlangsung lama saat tiba-tiba sebuah topi bertengger di kepalanya.

Ziya kaget dan reflek memutarkan kepalanya ke arah Kevin. Ia melihat kakak kelasnya itu sudah tidak memakai topi. Sontak interaksi mereka berdua mengundang perhatian dari semua siswa di depan meraka. Menurut mereka ceramah kepala sekolah tak lagi penting dibanding interaksi kapten basket yang mereka puja dengan cewe di sampingnya itu.

My Strange Enemy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang