7

25 7 2
                                    

"Lo kenal sama kak Kevin Ziy?"

"Lo deket sama tiga most wanted itu ya?"

"Tadi dia ngomong cuma iseng doang atau emang kalian saling kenal?"

Itulah runtunan pertanyaan yang datang dari teman-temanku. Memang gara-gara kalimat kak Kevin tadi semuanya jadi penasaran. Pasalnya kemarin beredar fotoku dengan Tama dan sekarang gara-gara kalimat kak Kevin. Aku bingung harus menjawab apa. Jadi aku hanya jawab sekenannya.

"Kemarin kak Kevin liat gue jatuh terus gak ada orang sama sekali. Jadi dia tolongin gue. Gue gak kenal-kenal amat kok."

Memang sedikit berbohong sih. Tapi, berbohong demi kebaikan apa salahnya?

Aku juga bingung, kenapa aku harus berurusan dengan most wanted boy sekolah ini. Aku tidak suka dengan hidupku yang mulai terganggu. Aku bukan seperti kebanyakan cewe yang dikenal sebagai pemuja 'cogan' alias cowo ganteng. Memang tidak bisa dipungkiri kalau aku suka nonton film yang pemainnya ganteng-ganteng bahkan sesekali memujinya. Tetapi, tidak bisa diartikan juga aku pemuja 'cogan' SMA Tunas Bangsa kan? Kenal mereka saja tidak.

Eh tapi kalian bingung tidak sih, kenapa aku memanggil Tama tanpa embel-embel 'kak' tetapi aku memanggil Kevin menggunakan embel-embel 'kak'? Mungkin benar yang dikatakan orang, kesan pertama itu mempengaruhi segalanya. Kesan pertamaku terhadap Tama itu 'cowo aneh bin nyebelin' sedangkan kak Kevin, dia membantuku. So, sudah bisa dilihat perbedaannya kan?

"Lintang, nanti temenin gue ke toko buku ya?" aku mengakhiri lamunanku, sedangkan teman-teman yang tadi memberiku banyak pertanyaan sudah asik dengan kegiatannya masing-masing. Mungkin mereka percaya bahwa aku dengan kak Kevin tidak saling kenal. Eh, tapi memang tidak saling kenal kan?

"Pulang sekolah?" aku menganggukan kepala dua kali. Kulihat Lintang sejenak berfikir sebelum akhirnya memutuskan.

"Yaudah ayok, soalnya gue juga bosen di rumah,"

"Asikkk, makasih Lintang sayang." kataku sambil memeluk Lintang. Sedangkan yang dipeluk hanya menjawab dengan gumaman.

****

Akhirnya pelajaran hari ini selesai juga. Aku segera membereskan buku dan alat tulis yang berantakan di atas mejaku. Kemudian berjalan keluar kelas bersama Lintang.

Aku mengajak Lintang ke toko buku selain karena bosan di rumah juga untuk membeli buku incaranku yang baru saja terbit.

Setelah sampai di toko buku, aku berjalan menuju rak fiksi remaja dan mencari buku yang ingin aku beli. Sedangkan Lintang dia melihat-lihat buku di deretan ensiklopedi, maklum orang pintar. Kalau aku disuruh membaca ensiklopedia belum sampai dua halaman pasti sudah ngantuk duluan hehehe.

Tiga buku novel sudah berada di genggamanku, aku tinggal mencari buku terakhir. Aku berjalan ke kanan dan ke kiri sambil melihat rak dengan teliti. Akhirnya ketemu. Buku itu terletak di rak lorong ke dua.

Aku mengangkat tanganku untuk mengambil buku dengan sampul biru muda itu. Tetapi, bukan hanya tanganku yang memegang buku itu. Aku melihat ke arah kiriku, dan ada gadis yang kuperkirakan berumur 14 tahun.

"Eh kakak mau ambil buku ini?" tanya gadis itu kepadaku.

"Iyaa, tapi bukunya tinggal satu ya?" aku menjawab sambil melihat ke rak sebelah kanan dan kiri. Gadis yang di sebelahku juga mengangguk.

"Yaudah dek, buku ini kamu aja yang ambil" putusku.

"Tapi kakak gimana?"

"Udah gak papa, lagi pula aku udah ambil tiga buku. Kalau kamu belum ambil sama sekali kan? Gak papa ini kamu yang ambil aja."

"Beneran kak gak papa?" aku mengangguk sebagai jawaban.

"Wahh, terimakasih ya kak." kulihat gadis itu sangat senang. Mungkin itu buku yang sedang dia incar juga.

"Yaudah dek, aku duluan ya" aku mengakhiri perbincangan. Sebelum pergi kudengar gadis itu mengucapkan 'terimakasih' lagi, aku membalas dengan acungan jempol.

Aku berjalan menuju rak ensiklopedia untuk mencari Lintang.

Brukk

Buku yang ada di tanganku semuanya terjatuh. Kulihat cowo tinggi yang memakai seragam sama sepertiku mengambil buku-buku ku yang terjatuh. Saat dia mendongak dan memberikan buku itu kepadaku, TERNYATA DIA TAMA. Yaampun kenapa dunia sempit sekali.

"Kalo jalan pake mata" katanya sinis.

"Dimana-mana jalan tu pake kaki bukan pake mata," aku menjawab tak kalah sinis.

"Semerdeka lo. Nih buku lo" katanya sambil menyerahkan buku yang digenggamnya ke arahku.

"Makasih" setelah mengatakan itu aku ingin berjalan pergi, tapi Tama lebih dulu menahan tanganku.

"APA!?" kataku ketus.

"Itu tali sepatu iket. Kalo nabrak orang lagi, belom tentu orangnya baik kaya gue." Tama langsung melangkah setelah mengatakan itu.

Apa? 'Baik kaya gue' woi sejak kapan lo itu baik. Kayanya gak pernah ngaca nih orang. Apa perlu gue beliin kaca? Biar lo bisa ngaca sepuasnya!!

"Ya ampun Ziya, kok lo ketemu sama Tama mulu ya? Jangan-jangan lo sama Tama jodoh lagi." kata Lintang yang mungkin melihat kejadia tadi.

"IH AMIT-AMIT!!" kataku sambil menjitak kepalaku sendiri dan kemudian menjitak rak buku.

"Ya siapa tau kan, lagian lo ketemu sama Tama udah dua kali dan adegannya sama-sama tabrakan lagi." sebenarnya sudah tiga kali tapi Lintang saja yang tidak tahu. Dan memang adegannya tabrakan semua sih.

"Heh malah bengong lagi" kata Lintang sambil menepuk bahuku.

"Udah yu ah ke kasir, ngapain jadi ngurusin Tama." aku berjalan ke arah kasir untuk membayar buku yang kubawa.

"Bukannya lo bilang tadi mau beli empat buku? Kok cuma tiga?" tanya Lintang bingung. Memang tadi aku sempat memberitahu Lintang buku apa saja yang ingin aku beli.

"Oh, itu tadi ada cewe kira-kira umur 14 tahun lah. Dia juga mau ambil buku yang gue ambil. Karena bukunya tinggal satu jadi gue kasih aja bukunya ke dia. Lagi pula gue juga udah ambil tiga dan dia belom ambil buku sama sekali." aku menceritakan kejadian tadi kepada Lintang. Lintang hanya mengangguk-angguk setelah aku selesai bicara.

Aku mengantri di kasir untuk membayar. Lintang juga mengantri di belakangku untuk membayar buku ensiklopedianya.

****

Jangan lupa share cerita ini ke teman-teman kalian ya.

Terimakasih

Salam:
Penarasaa 🌹🌹

14 Juni 2020

My Strange Enemy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang