Kevin melambatkan laju motornya saat memasuki area rumah sakit. Soal Kevin yang menarik tangan Ziya, melingkarkan di pinggang cowo itu. Tentu saja Ziya tidak benar-benar melakukannya. Ziya langsung menarik tangannya kembali.
Setelah Kevin memarkirkan motornya, Ziya langsung turun dari motor dan melepas helm yang menutupi kepalanya. Lintang juga sudah berdiri di sebelahnya. Tentu saja dengan wajah yang berseri-seri.
"Lo kenapa senyum-senyum gitu sih. Kesambet ya lo?" Bisik Ziya di telinga Lintang.
"Ngaco lo. Ya gue senenglah bisa dibonceng sama kak Raffa." Bisik Lintang tak kalah pelan. Tetap dengan senyum yang mengembang.
"Alay lo. Biasa aja kali."
"Yee, lo gak pernah ngerasain sih. Dibonceng sama orang yang lo suka. Secara lo kan jones." Ziya memutar bola matanya kesal mendengar jawaban dari Lintang.
"Udah kan? Yok langsung masuk aja." Ucap Raffa saat sudah turun dari motornya.
Kevin dan Raffa berjalan di depan. Sedangkan Ziya dan Lintang mengikuti dua cowok itu di belakang. Mereka masuk ke dalam lift. Saat lift menunjukan angka 3 pintu lift terbuka kemudian mereka keluar, berjalan melewati beberapa pintu dan berhenti di depan pintu bertuliskan Anggrek 07. Raffa langsung membuka pintu dan tanpa basa-basi berteriak.
"TAMA KITA BAWA SI ZINA KE SINIII." Teriak Raffa sambil berjalan masuk ke dalam ruangan.
Karena tidak terima namanya dipermainkan, spontan Ziya mendekati Raffa kemudian memukul bahunya keras. "Sekali lagi lo panggil nama gue ZINA, gue sumpel mulut lo pake sepatu." Protes Ziya sambil melotot.
Mendengar omelan Ziya, sontak mengundang tawa semua orang di ruangan itu. Kecuali Tama, dia hanya terkekeh pelan.
"Buset galak banget sih mba. Kan gue cuma bercanda." Ucap kevin sambil mengusap bahunya yang terasa nyeri.
"Bercanda lo garing." Jawab Ziya masih dengan muka juteknya.
Ziya berjalan ke arah ranjang dan berdiri tepat di sampingnya. Dengan tetap memasang muka kesal, Ia melihat Tama yang terdapat diatas ranjang dengan banyak perban membalut tubuhnya. Tama juga melihat ke Ziya.
"Ngapain lo nyuruh gue ke sini?" Tanya Ziya to the point.
"Ya pengen aja" jawab Tama cuek.
"Ck. Gak penting banget sih. Gue balik." Ucap Ziya sambil memutar tubuhnya, hendak pulang. Tapi belum sempat melangkah tangannya sudah dicekal oleh Tama.
"Ya elah, baperan banget sih lo. Gara-gara Raffa?" Ziya tidak menjawab pertanyaan Tama. Ia melihat ke arah jendela di depannya.
"Raffa, keluar lo." Suruh Tama ke arah Raffa. Mendengar suruhan Tama, Raffa membulatkan matanya tak percaya.
"Jahat lo Tam sama gue. Gua udah bawa Ziya ke sini. Malah di suruh keluar." Jawab Raffa dengan penuh drama.
"Lebay. Udah gc keluar." Ulang Tama.
"Iya, iyaa. Ayo Lintang temenin gue cari makan. Sedih banget gue diusir temen sendiri." Ucap Raffa masih penuh dengan drama.
Lintang? Tentu saja dia mau diajak oleh Raffa. Makan berdua, dengan doi. Lintang sudah senyum-senyum tidak jelas membayangkannya.
Tinggalah Ziya, Tama dam Kevin di ruangan itu. Kevin sudah sejak tadi duduk di sofa dekat TV. Asik memperhatikan pertandingan sepak bola, yang tentu saja Ziya tidak mengerti.
"Udah sini duduk dulu." Tama menarik tangan Ziya untuk duduk di kursi di sebelah ranjang. Ziya menurut, duduk di kursi di sebelah ranjang Tama.
"Gimana keadan lo?" Tanya Ziya setelah lama diam. Wajah kesalnya sudah hilang.
"Udah mendingan. Besok gue udah boleh pulang."
"Thanks udah nolong gue" lanjut Tama.
Ziya melebarkan matanya tak percaya dengan mulut yang melebar. Tama berterimakasih ke padanya?
"Lo bilang makasih? Ke gue?" Tanya Ziya tak percaya dengan menunjuk dirinya sendiri.
"Ck. Lebay. Yaudah gajadi." Ucap tama memutar bola matamya kesal.
"Hahahahaha, ambekan lo. Lagian aneh aja, seorang Tama Adelard bilang makasih, ke adek kelasnya pula. Gamungkin banget." Ucap Ziya diiringi tawa yang tak henti-henti.
Tama berdecak kemudian membuang mukannya ke arah lain. Ziya semakin tertawa keras melihat tingkah Tama.
"Utututu iya, sorry deh." Kata Ziya sambil mengacak rambut Tama.
Tama langsung memutar kepalanya ke arah Ziya. Melihat Ziya yang tanpa ragu memperlakukannya begitu. Tidak ada orang yang berani mengajaknya bercanda apalagi memperlakukannya begitu. Tapi kenapa Ziya berani?
Ziya gugup karena Tama melihatnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Tangannya yang masih di kepala Tama langsung saja dia tarik dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Eh sorry, gue reflek" ucap Ziya gugup. Ia memutarkan pandangan ke arah nakas di samping ranjang. Melihat makanan yang belum disentuh sama sekali. Sudah pasti itu makan siang Tama yang belum dimakan.
"Lo belum makan?" Tanya Ziya sambil mengambil kotak makan yang bertulisakan nama Tama Adelard dan Ruang Anggrek 07. Tama menggeleng menjawab pertanyaan Ziya.
"Gimana mau cepet sembuh, makananan aja didiemin. Nih makan dulu." Ziya menyodorkan kotak makanan ke arah Tama.
"Ck. Gimana mau makan. Tangan gue aja sakit digerakin."
"Suapin" lanjutnya.
"Hah?" Bingung Ziya.
"Tangan gue sakit. Lo suapin gue biar gue bisa makan. Lemot banget sih lo." Jelas Tama.
Cukup lama Ziya mencerna kata-kata Tama. Tapi kemudian dia berkata. "Sini gue suapin. Enak aja lo ngatain gue lemot." Ucap Ziya dengan garang.
Mereka berdua tidak tahu kalau ada yang merasa kesal melihat interaksi mereka. Siapa lagi di ruangan itu selain Tama dan Ziya?
Kevin melirik kesal melihat interaksi Tama dan Ziya. Pertandingan sepak bola tidak lagi dihiraukannya. Kupingnya sudah panas mendengar percakapan mereka. Matanya nyalang marah melihat Ziya yang menyuapi Tama. Apa Kevin suka sama Ziya?
Tapi tidak berlangsung lama ketika pintu ruangan dibuka disambung dengan teriakan heboh seseorang.
"YA AMPUN TAMA SAYANG KAMU KOK MASUK RUMAH SAKIT GAK BILANG..." ucapan Renata terhenti ketika melihat Ziya yang hendak menyuapi Tama.
Ziya sudah menundukkan kepalanya, takut melihat Renata yang menatapnya tajam. Renata berjalan mendekati Ziya, tentu saja dengan diikuti dua dayangnya.
"HEH, LO NGAPAIN DISINI. KEGATELAN BANGET SIH JADI CEWEK!!!" Murka Renata.
Ziya semakin menundukkan kepalanya mendengar teriakan Renata. Ia sangat takut. Ia masih ingat betul ancaman Renata kepadanya. Renata memegang lengan Ziya hendak menariknya keluar, tapi tertahan ketika suara Tama menginteruksinya.
"Lepas!" Ucap Tama datar, singkat, dan dingin.
"Tama sayang..."
"Lepas!" Ucap Tama lagi dengan nada yang sama. Renata melepaskan cekalannya di lengan Ziya dengan kasar.
"Minggir lo, biar gue aja yang suapin Tama." Renata hendak merebut kotak makanan yang dipegang Ziya tapi suara Tama menahannya lagi.
"Keluar!"
"Tapi Tama, aku mau temenin kamu di sini." Ucap Renata.
"GUE BILANG KELUAR YA KELUAR!!!" Ledak Tama. Emosi yang ditahannya dari tadi akhirnya meledak juga. Ziya tersentak kaget. Sedangkan Renata sudah keluar ruangan dengan air mata yang juga keluar.
****
Salam:
Penarasaa🌹🌹1 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strange Enemy
Teen FictionZiya Athisya cewek dengan kehidupan biasa saja. Ia berharap masa SMA nya normal. Tetapi harapan tinggalah harapan. Semua kehidupan SMA Ziya berubah karena masalah kecil. Tama Adelard The Most Wanted Boy di SMA Tunas Bangsa tak menyangka jika ada seo...