"Ini akibat karena lo udah berani macem-macem sama gue." Renata mengangkat guntingnya, bersiap memotong rambutku lagi. Tapi, sebuah suara menghentikan gerakannya.
"WOY.... BERENTI!!!"
Aku merasa lega. Setidaknya aku tidak akan disiksa lebih lama lagi oleh mereka.
Cowo itu berjalan mendekat. Mukanya merah menahan marah. Rahangnya mengeras. Matanya tajam, berjalan mendekat tanpa mengalihkan pandangannya dari Renata.
Kulihat ekspresi kaget dan takut mendominasi wajah Renata dan kedua temannya.
"Ngerasa hebat lo?" Renata hanya diam mendengar pertanyaan cowo yang melihatnya dengan tatapan membunuh. Hening mendominasi suasana saat ini.
"JAWAB!! Punya mulut itu dipake. Jangan kaya orang bisu lo!" Lanjutnya lagi.
"CUPU LO!"
"Kenapa lo tega bentak gue?" Renata mengeluarkan suaranya, juga air matanya yang ikut jatuh.
"KENAPA LO LEBIH BELAIN CEWE SIALAN INI DARIPADA GUE?"
"KENAPA TAMA? KENAPA?" Renata terduduk di tanah dan menangis seperti orang depresi.
"Kenapa gua tega sama lo?" Tama berbicara tanpa melihat Renata.
"Lo pikir lo ngelakuin ini ke dia, gak tega? Lo punya otak kan? Pake otak lo b-e-g-o!" Lanjutnya dengan penekanan di akhir kalimat.
Tama melepaskan jaket yang dipakainya dan memasangkannya di tubuhku, kemudian menarik lenganku meninggalkan taman belakang sekolah. Aku masih mendengar dengan jelas suara tangisan Renata. Tapi, belum sempat melewati gerbang yang menghubungkan taman belakang sekolah dan koridor, Renata mengeluarkan suaranya lagi.
"KENAPA LO GAK PERNAH TERIMA GUE, PADAHAL GUE SELALU KEJAR LO DAN NOLAK SEMUA COWO YANG NEMBAK GUE. APA ITU KURANG BUAT LO?"
Tama berhenti melangkah dan berbalik menghadap Renata. "Apa lo pikir dengan lo kejar gue, gue bakal jatuh cinta sama lo? Enggak. Gue malah jijik liatnya."
Setelah mengatakan itu Tama kembali melangkah tanpa menghiraukan lagi ucapan Renata. Tangannya masih menggenggam lenganku. Keadaanku sudah sangat kacau sekarang, apalagi ditambah rambuktu yang digunting asal oleh Renata.
Langit sekarang sudah mulai menggelap. Tama berjalan ke pakiran sekolah, hanya tinggal motor sprotnya saja yang terparkir disana.
Saat sudah berdiri tetap di samping motornya, Ia menghadap ke arahku. "Gila, lo bau banget, jelek banget penampilan lo, kaya orang gila di pinggir jalan HAHAHA"
Aku membulatkan mata mendengar perkataannya. "NGESELIN BANGET SIH LO!!!" Aku memukul lengannya keras karena tidak terima.
"Aww... TANGAN GUE MASIH SAKIT BEGO!"
"ELO TU YANG BEGO, DAH AH GUE MAU BALIK." Aku berbalik ingin pergi dari sana, tapi perkataan Tama menghentikanku.
"Yakin lo mau pulang kerumah kaya orang gila gini? Gue yakin seratus persen orang tua lo gabakal kenal sama lo, pasti mereka ngira lo orang gila yang ngaku anak mereka HAHAHA." Aku kembali berbalik badan mengahadap Tama, sekarang dia sedang tertawa puas.
"Ck. Lo pikir gua jadi kaya orang gila gini gara-gara siapa? ELO. Coba kemaren lo gak suruh gue ke rumah sakit, pasti gue gak bakal ketemu Renata, daaaann.... pasti sekarang gua udah rebahan di kasur kesayangan gue. PAHAM LO?" Kuarahkan jari telunjukku kearah Tama dengan mata yang memelotot.
Dengan tampang polos tanpa dosanya Tama berkata, "Kok jadi nyalahin gue?"
Kutarik napas menghilangkan rasa jengkelku karena cowo aneh ini, "Kalo bukan salah lo, salah siapa lagi? Salah gue, salah emak gue, atau salah bapak gue?"
"Yaudah sekarang lo ikut gue, atau lo mau pulang sendiri? Terserah gue gak maksa." Tama tersenyum meledekku.
"Ya Allah, izinkan Ziya memukul cowo aneh, gila, nyebelin ini ya Allah."
"Gc naik" Dengan rasa ingin menghabisi cowo aneh ini, aku naik ke atas motornya, dan setelah itu motor melaju melewati gerbang sekolah.
****
Setelah menghabiskan 20 menit di jalanan ibu kota yang padat, motor Tama masuk ke parkiran gedung pencakar langit. Aku tahu, itu salah satu apartemen terkenal di Jakarta.
"Turun" Perintahnya setelah memarkirkan motornya.
Aku turun dari motor dengan bingung, "Ngapain ke sini?"
"Lo mau orang tua lo khawatir kalo pulang dengan penampilan kaya gini?"
"Tapi kenapa ke apartemen? Mending lo anterin gue ke rumah Lintang."
"Ikut aja kenapa sih, bawel banget. Tenang aja gue gak bakal macem-macem sama lo."
Dengan pasrah aku mengikuti langkah Tama. Saat memasuki lobi hotel, semua orang menatap ke arahku. Ya memang penampilanku benar-benar buruk dan juga bau tubuhku benar-benar menyengat.
Setelah menaiki lift ke lantai 7, kami berhenti di pintu nomor 1112. Tama membuka password pintu, pintu terbuka dan menyuguhkan pemandangan yang membuatku bergidik ngeri.
"Gila, ini kamar atau gudang? Jorok banget sih lo" kataku sarkas.
"Tinggal masuk aja ribet banget sih" Tama masuk kedalam ruangan dan mendekati lemari di sebelah ranjang.
Aku melangkah masuk ke kamar yang jorok ini. Benar-benar jorok. Baju kotor berserakan di lantai, sampah-sampah bekas makanan juga bertebaran di lantai, dan noda minuman yang tumpah tidak di pel.
"Lo mandi dulu, kamar mandinya disitu, dan nanti gantinya pake baju gue dulu aja." Ia berkata sambil menunjuk kamar mandi di pojok ruangan dan menyerahkan hodie navy serta celana training panjang.
"WOIII GILA, GILA, TOLONGIN GUE ZIYA, PERGI LO, HUS.... HUS.... JANGAN IKUTIN GUEEE." Baru saja berjalan 3 langkah, suara Tama membuatku kaget.
Ia berlari ke ranjang, sofa, dapur, dan kembali lagi ke tempatku berdiri. Berlindung di balik tubuhku, menjadikanku tameng dari.... KECOA.
"HAHAHAHAHA" Aku tertawa terpingkal-pingkal, memegangi perutku.
"KETAWANYA NANTI AJA, BUANG DULU TU KECOA, BEGO"
Aku berjalan mendekati kecoa, mengambilnya, kemudian membuangnya keluar kamar. Sedangkan Tama bergidik ngeri melihatku yang memegang kecoa dengan tangan kosong.
Aku kembali tertawa melihat ekspresi Tama, "Hahaha... tampang lo gak cocok buat takut sama kecoa tau."
"Berisik"
"Hahaha"
"Diem gak lo?"
"Mana ada cowo keren takut sama kecoa. HAHAHA"
Tiba-tiba Tama mengejarku yang membuatku berlari menghindarinya. Aku berlari ke arah sofa. Tama mengejarku, mencoba mencekal tanganku, tetapi gagal karena aku lebih gesit. Tapi, tiba-tiba keseimbanganku hilang karena menginjak sampah bungkus makanan yang berserak dilantai.
Aku hampir terjatuh, tetapi tangan Tama berhasil menangkap tubuhku dan menahannya, dan menyebabkan jarakku sangat dekat dengannya. Aku melihat wajahnya, masih ada lebam biru yang belum hilang di pipinya.
1 detik
2 detik
5 detik
Kenapa ganteng banget sih lo?
****
Halo semuanyaa
Apa kabar?
maaf banget lama gak up, soalnya waktu itu sibuk banget, dan setelah urusan selesai mau lanjutin cerita tu rasanya malesss banget HEHEHE. Akhirnya sampe 2 bulan deh menghilangnyaa...
Maaf yaaa, tapi aku bakal rutin up lagi deh. Diusahain yaaa.
Terimakasih.
Salam:
Penarasaa🌹🌹29 September 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Strange Enemy
Fiksi RemajaZiya Athisya cewek dengan kehidupan biasa saja. Ia berharap masa SMA nya normal. Tetapi harapan tinggalah harapan. Semua kehidupan SMA Ziya berubah karena masalah kecil. Tama Adelard The Most Wanted Boy di SMA Tunas Bangsa tak menyangka jika ada seo...