Part 3

21 3 0
                                    



Pukul 10 pagi. Kelas Ellie baru saja usai beberapa saat yang lalu. sekarang ia berada di kantin dengan teman-temannya. Sebenarnya tidak bisa dibilang teman sih. Mereka kebetulan satu kelompok untuk membahas Novel. Dan sekarang mereka sedang membahasnya di kantin ini. Tiba-tiba suara ricuh terdengar sepenjuru kantin. Seorang lelaki berjalan dengan tampang dingin nan jutek, matanya menyusuri seluruh kantin dan berhenti pada satu titik.

Lelaki itu langsung memasang wajah sumringah bak anak kecil yang menemukan barang kesayangannya yang lama hilang. Kaki nya yang tadi berjalan dengan pose cool, langsung berjalan cepat ke arah titik yang dilihatnya.

" kita bertemu lagi" kata lelaki itu semangat. Semua orang di kantin itu memasang wajah cengo. Bagaimana tidak? Seorang Giorgio Nathaniel Madison, yang terkenal dengan tampang jutek dan perkataan ketusnya, bertingkah seperti anak kecil kepada salah satu perempuan di kantin itu.

" Aku hampir tidak mengenali mu. Kau terlihat berbeda" Ellie mendelik kearah Gio, memang style Ellie berbeda dengan semalam. Sekarang ia memakai kaca mata dan rambutnya di ikat rendah dengan berantakan. Ellie hanya memakai kemeja biasa dengan skinny jeans. Sangat berbeda dengan mahasiswa lain yang terlihat trendi.

"maaf, tapi bisakah kau pergi? Kami sedang berdiskusi disini" Gio tidak mengindahkan perkataan Ellie, Ia malah menarik sebuah kursi dan duduk di samping Ellie.

"Kalian keberatan jika aku bergabung?" 4 orang teman kelompok Ellie menggeleng, masih dengan tampang cengo.

" Teman mu tidak keberatan" Ellie menghela nafas kasar dan mengabaikan kehadiran lelaki itu.

Gio duduk dengan tenang. Matanya terus memperhatikan semua pergerakan Ellie. Tentu saja Ellie merasa isih dengan itu, tapi menegur pun percuma. Lelaki itu tidak akan mendengarkannya.

Hampir 1 jam diskusi itu berlangsung. Mereka akhirnya memutukan untuk menyudahinya. Ellie langsung saja berjalan keluar kantin dengan Gio yang mengekori di belakangnya.

" Kau mau kemana? Sudah hampir jam makan siang. Mau makan siang dengan ku?" Tanya Gio yang sedang menyesuaikan langkahnya dengan langkah cepat Ellie.

"kau tidak menjawab? Ku anggap itu artinya kau setuju."

"tidak, aku harus bekerja" respon Ellie singkat. Gio menatap Ellie dengan tidak percaya.

"kau bekerja lagi? Bukankah kau sudah bekerja semalam?" Ellie tidak menanggapi pertanyaan Gio

" kalau begitu aku akan menunggumu selesai bekerja" Ellie berhenti berjalan dan mendelik tajam pada Gio.

"Bisakah kau tidak mengganggu ku? Aku berterima kasih atas pertolonganmu semalam, tapi aku tidak berniat untuk akrab denganmu. Aku tidak punya waktu untuk akrab ataupun berteman dengan orang lain, kuharap kau mengerti"

Ellie meninggalkan Gio yang terdiam ditempatnya. Tapi Gio belum menyerah. Ia mengikuti Ellie dengan diam-diam ke tempat kerjanya. Duduk di pojok kafe mengawasi gadis mungil yang sibuk mondar mandir melayani pelanggan yang sangat ramai di jam makan siang ini.

Giorgio pov

aku mengikuti gadis itu diam-diam. Entahlah apa alasanku melakukan ini. Tubuhku seolah bergerak sendiri untuk mengikutinya. Beberapa saat berjalan, Ia akhirnya masuk ke sebuah Kafe yang cukup ramai. Aku ikut masuk dan melihat ia sudah menghilang.

Dengan cepat aku duduk di sebuah kursi yang kebetulan hanya 2 didekat pojok. Seorang waiter mengampiriku, menanyakan apa yang ingin ku pesan. Dengan asal aku memilih makanan dan minuman yang ada di buku menu itu. Tak perlu menunggu lama makananku sudah tiba.

Gadis itu akhirnya keluar. Mataku lagi-lagi terus mengikuti setiap pergerakannya. Ia terlihat sangat fokus dengan pekerjaannya. Ia terus mondar mandir melayani yang semakin ramai di jam makan siang ini.

Tanpa sadar ternyata sudah lebih 5 jam aku memperhatikan Ellie disini. Sudah pukul 5 sore. dan ternyata gadis itu sudah selesai bekerja. Kulihat Ia sudah berganti baju dan berjalan keluar. Segera saja aku meninggalkan beberapa lembar uang diatas bill dan berniat mengikuti Ellie lagi. Aku membayar lebih karena sudah menghabiskan banyak waktu terlalu lama disini.

Ellie ternyata sedang menunggu bis. Ia berdiri di depan halte. Aku memilih duduk di kursi tepat di belakang dia. Aku benar-benar seperti penguntit sekarang. Bis datang, Ku lihat Ellie memasuki bis itu dan aku pun ikut naik. sekitar 15 menit perjalanan dan kami turun di halte berikutnya.

Gadis mungil itu kembali berjalan. kali ini cukup jauh. Aku jadi bertanya-tanya apakah kakinya tidak letih karena berjalan dari tadi. Ellie berbelok memasuki sebuah gang. Gang ini cukup menyeramkan menurut ku. Gang kecil dan diapit oleh 2 bangunan besar. Saat malam pasti sangat menyeramkan.

sekitar 5 menit aku mengikuti Ellie yang terus berjalan memasuki gang ini, akhirnya aku melihat Ia hendak memauki sebuah rumah bercat kuning yang sedikit berjauhan dari rumah-rumah yang lain. Rumah kecil yang terlihat tidak terurus. Beberapa dek terasnya terlepas dan menjuntai. Gentengnya terlihat usang dan pagar rumah yang sudah dijalari tanaman rambat.

Aku hendak berbalik untuk pulang ketika melihat Ellie sudah menarik pintu untuk masuk, tetapi niat ku batal karena melihat gadis mungil itu jatuh terpental sedikit karena pintu yang di dorong dari dalam. Sesosok pria paruh baya keluar dengan wajah penuh amarah dari rumah itu.

Karena penasaran aku berjalan mendekat dan bersembunyi di sebuah pohon yang lumayan besar di dekat rumah itu.

" Dasar anak tidak berguna. Dari mana saja kau! Sudah berjam-jam kau membuatku menunggu sialan" Kulihat pria itu menendang tubuh Ellie yang jatuh terduduk di teras. Dia bilang anak, Berarti itu ayahnya.

"ma-maaf pa. Aku baru pulang bekerja" kulihat ayah Ellie itu terkekeh.

"bekerja? Mana uangnya? Kau bilang akan memberiku uang hari ini." Ellie mergoh saku nya mengambil sebuah amplop, itu pasti upah ia bekerja hari ini. Pria itu merebut langsung amplop itu. Ia seperti menghitung jumlah uang di dalamnya.

"cuma segini? Pekerjaan bodoh apa yang kau lakukan hah?" aku terkejut mendengar suara pria itu yang semakin meninggi.

"Sudah kubilang bukan, sebaiknya kau jual saja tubuhmu seperti ibu jalangmu itu. Itu pekerjaan mudah dan bisa menghasilkan banyak uang" Tubuhku seakan ingin berlari menolong gadis mungil yang sedang di jambak oleh ayahnya sendiri itu. Bagaimana bisa seorang orang tua sesadis itu kepada anaknya.

"A-a-ampun pah. Sakit" Sungguh aku tidak tega melihat dia meringis kesakitan seperti itu. Aku ingin menolongnya, tapi jika aku keluar, apa yang harus ku katakan? tidak mungkin aku bilang tidak sengaja lewat ataupun bilang tersesat. sangat tidak masuk akal.

"Ck. benar-benar tidak berguna" Pria itu sudah melepaskan jambakannya dengan kasar. Kulihat dia pergi dari rumah itu, tapi masih menyempatkan diri untuk menendang Ellie.

Tapi aku kagum, Gadis itu tidak menangis sedikit pun. Tak lama, seorang lelaki kecil datang memeluk Ellie sambil menangis. Mungkin itu adiknya. Ellie menenangkan adiknya seakan berkata dia baik-baik saja. Hell, dari mana baik-baik sajanya? Dia baru saja dianiaya oleh ayahnya sendiri. Walaupun tubuhnya baik-baik saja, Hatinya pasti sangat sakit.

Ayahku pernah berkata bahwa cinta pertama seorang anak lelaki itu adalah ibunya, sedangkan cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Cinta pertamanya itu pasti sangat menghancurkan hatinya. Akhirnya aku memutuskan pulang setelah melihat Ellie sudah masuk ke dalam rumahnya.

Aku benar-benar tertarik pada gadis mungil itu. Untuk sekarang hanya dalam batas tertarik karena dia terlihat sangat menarik. Entahlah bagaimana kedepannya.

.

.

.

.

.

.

T. B. C

Into HappinesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang